Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun sebanyak 9,7 persen persen setelah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ada tanggal 3 September lalu.
Tren kepuasan kinerja Presiden Jokowi mulanya di angka 72,3 persen pada Agustus 2022, kemudian turun menjadi 62,6 persen pada September 2022 setelah dilakukan survei oleh lembaga Indikator terkait: Kenaikan Harga BBM, Pengalihan Subsidi BBM, dan Approval Rating Presiden yang dirilis pada Minggu (18/9/2022).
Menurut anggota DPR-RI fraksi PDIP, Adian Napitupulu menyatakan kalau dibandingkan dengan tingkat kepuasan kinerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode yang sama pada tahun 2013, tingkat kepuasan kinerja Presiden Jokowi jelang akhir masa jabatannya masih lebih baik.
Adian mengatakan menurut rilis SMRC tingkat kepuasan kinerja SBY saat itu 55,8%, sedangkan menurut LSI 35%.
Artinya di periode menjelang akhir masa jabatan keduanya, tingkat kepuasan kinerja Jokowi masih lebih tinggi kalau dibandingkan periode SBY, di tengah naiknya harga BBM.
"Jika dibandingkan head to head masih lebih bagus Jokowi, walaupun surveinya dilakukan 2 hari setelah kenaikan BBM," kata Adian di Webinar Rilis Indikator: Kenaikan Harga BBM, Pengalihan Subsidi BBM, dan Approval Rating Presiden pada Minggu (18/9/2022).
Adian mengatakan, kenaikan harga BBM bukan pertama kali yang terjadi.
Sekiranya sudah ada 30 kali pengumuman kenaikan BBM oleh pemerintah di Republik Indonesia. Di era pemerintahan Presiden Jokowi sendiri sudah sekitar 7 kali.
Namun Adian berdalih, secara total, Presiden SBY menaikan sekitar 240% dalam 10 tahun. Sementara Jokowi hanya 54% secara persentase.
"Kalau secara angka, total kenaikan BBM di era SBY Rp 4.690. Jokowi Rp 3.500. Jadi secara angka masih lebih mahal kenaikan BBM di era SBY sekitar Rp 1.190 dibandingkan Jokowi," ujarnya.
Baca juga: Survei Indikator Politik Indonesia Catat Tingkat Kepuasan Kinerja Presiden Turun Saat Tarif BBM Naik
"Jadi secara persentase dan angka memang lebih tinggi kenaikan di era SBY selama 10 tahun dibandingkan era Jokowi," lanjut Adian.
Menurut Adian kelemahan survei tidak menyampaikan perbandingan-perbandingan itu secara masif, sehingga berpengaruh kepada opini publik yang di survei.
Menurutnya hal yang lumrah akan ada banyak ketidakpuasan yang disampaikan oleh rakyat sebab survei dilakukan 2 hari pasca pengumuman BBM naik.
Tapi semua bahan ini menjadi pertimbangan pihaknya, untuk belajar memahami kekurangan yang bisa diperbaiki di kemudian hari.
"Tapi tidak masalah, karena pemerintahan ini kan tidak mampu memuaskan semua orang secara bersamaan," ujarnya.