Sejak kedatangan orang-orang Belanda yang menyusup ke Surabaya.
Hal itu menyebabkan Surabaya menjadi panas dan terjadi saling kecurigaan di antara pemuda Surabaya.
Pada waktu yang hampir bersamaan pemuda Surabaya sedang memperingati sebulan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Mereka mengadakan rapat umum di lapangan Pasarturi pada 17 September 1945.
Sementara hari Rabu tanggal 19 September 1945, pemimpin Mastiff Carbolic mengunjungi Markas Besar Tentara Jepang.
Beberapa orang anggotanya bersama orang Belanda yang bergabung
dalam Komite Kontak Sosial, mengibarkan bendera Belanda Merah-Putih Biru di atas Hotel Yamato.
Tentu, pengibaran ini memicu amarah para pejuang yang berujung pada aksi heroik berupa perobekan bendera Merah Putih Biru menjadi Merah Putih.
Sebagai sebuah bangsa yang baru, tentu tahu betul rasa pengorbanan dalam memperjuangkan kemerdekaan.
Sebagai balasan, ledakan semangat nasionalisme arek Surabaya lantas merobek bagian birunya, kemudian mengibarkannya kembali sebagai bendera Dwi Warna.
Rakyat Surabaya yang kala itu miskin, kurang makan, habis dijajah orang Jepang, tidak punya senjata.
Namun berani melawan orang-orang Belanda yang dengan sombong berada di hotel mewah dan mengibarkan simbol yang membuat kehormatan orang Surabaya terinjak-injak.
Hal itu menumbuhkan rasa patriotismenya tidak bisa di bendung.
Baca juga: Sejarah Hari Ini: Bom di Bursa Efek Jakarta Tahun 2000
Penyobekan bendera warna biru bisa terlaksana, sedangkan untuk pertama kalinya pertikaian di hotel itu terjadi dan menimbulkan korban.
Dari pemuda Indonesia yang menjadi korban di antaranya Sidik, Mulyadi, Hariono dan Mulyono.