Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara menjelaskan temuan sementara proses pemantauan dan penyelidikan kasus pembunuhan dan mutilasi empat warga di Kabupaten Mimika Papua yang melibatkan oknum prajurit TNI dan masyarakat sipil.
Berdasarkan permintaan keterangan terhadap pelaku sipil, kata Beka, satu di antaranya adalah terkait pembagian uang dari hasil tindak kejahatan.
"(Adanya informasi) Pembagian uang bagi para pelaku dari hasil tindakan kejahatan yang dilakukan," kata Beka saat konferensi pers di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Selasa (20/9/2022).
Selain itu, kata dia, pelaku sipil menerangkan hubungan antara pelaku sipil dengan pelaku anggota TNI.
Komnas HAM mendapatkan pola komunikasi para pelaku termasuk berkaitan dengan perencanaan serta pola komunikasi pelaku dengan korban.
Baca juga: Temuan Komnas HAM Soal Kasus Mutilasi oleh Oknum TNI di Papua: Ada Penyiksaan Hingga Pembagian Uang
Komnas HAM, lanjut dia, juga mendapatkan keterangan mengenai peranan masing-masing pelaku.
Ada yang berperan menginisiasi tindakan tertentu dan penentuan lokasi.
"Pelaku sipil juga mendapatkan informasi bahwa Roy Marthen Howai bukan aktor utama dalam peristiwa tersebut," kata dia.
Komnas HAM, kata Beka, juga mendapatkan keterangan adanya senjata rakitan yang dimiliki seorang pelaku anggota TNI.
Kemudian informasi terkait kronologi peristiwa dan detil lokasi TKP.
Baca juga: Kapendam XVII Cenderawasih: Proses Penyidikan 6 Oknum TNI yang Diduga Terlibat Mutilasi Rampung
"Adanya dugaan kekerasan dan penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia sampai hilangnya hak hidup dan informasi terkait komunikasi antara pelaku setelah peristiwa dan adanya berbagai upaya obstruction of justice," kata dia.
Komnas HAM, kata dia, sejauh ini telah memeriksa 19 orang saksi.
Mereka di antaranya Penyidik Polres Mimika, Satgas Polda Papua, Penyidik Puspomad, Penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih, Penyidik Subdenpom Mimika, Penyidik Satgasus Polda Papua, dan Penyidik Polres Mimika.
"Selain itu juga keluarga keempat korban, enam orang pelaku Anggota TNI dan tiga orang pelaku sipil," kata Beka.
Komnas HAM Perwakilan Provinsi Papua, kata dia, juga telah meninjau lokasi dan menghadiri proses rekonstruksi yang dilakukan oleh Penyidik dari Polres Timika pada 2 sampai 4 September 2022.
Proses tersebut, kata dia, kemudian diperkuat dengan Tim Pemantauan dan Penyelidikan yang dipimpin oleh Komisioner Komnas HAM dengan melanjutkan serangkaian proses pemantauan dan penyelidikan pada 12 sampai 16 September 2022.
Baca juga: Sesuai Prosesi Adat di Nduga, Potongan Tubuh 4 Korban Mutilasi oleh Oknum TNI di Mimika Dibakar
Berdasarkan tinjauan lokasi, kata Beka, diketahui lokasi perencanaan dilakukan di bengkel las dan penampungan solar di Nawaripi milik salah satu pelaku.
Lokasi tersebut, kata dia, dikenal oleh para pelaku dengan sebutan "Mako".
Berdasarkan tinjauan lokasi, lanjut dia, diketahui lokasi pembunuhan terletak di lahan kosong di SP 1 Distrik Mimika Baru Kabupaten Mimika.
Pada malam hari, kata dia, lokasi tersebut sepi dan tidak ada penerangan lampu.
Selain itu, diperoleh informasi bahwa ada sejumlah saksi yang mengetahui peristiwa pembunuhan.
Komnas HAM juga telah meninjau langsung lokasi mutilasi di jalan lama Logpon yang sudah lama tidak digunakan oleh masyarakat.
"Berdasarkan tinjauan lokasi masih ditemukan sisa potongan karung yang digunakan untuk memasukkan bagian tubuh jenazah korban. Ini temuan langsung di lapangan dan sudah tidak ditemukan lagi bekas darah di lokasi," kata Beka.
Beka mengatakan Komnas HAM juga telah meninjau langsung lokasi penghilangan jenazah korban di jembatan Kampung Pigapu Distrik Iwaka Kabupaten Mimika.
"Diketahui bahwa pelaku melempar semua karung berisi jenazah korban ke sungai Kampung Pigapu," kata dia.
Tim Komnas HAM RI Perwakilan Papua, kata dia, juga hadir langsung dalam proses rekonstruksi pada Sabtu 3 September 2022.
Rekonstruksi tersebut, lanjut dia, menghadirkan 9 pelaku dengan mempraktikkan 50 adegan di 6 TKP yang disebut sebagai 'Mako'.
"Mako ini istilahnya kayak tempat berkumpulnya para pelaku untuk juga melakukan bisnis. Ada beberapa adegan dalam rekonstruksi yang mengarahkan pada peran Roy Mathen Howai yang sampai saat ini masih berstatus DPO pihak Kepolisian," kata Beka.