TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung yang menyeret Hakim Agung Sudrajad Dimyati menjadi tersangkanya disita barang bukti kotak berbentuk buku kamus Bahasa Inggris.
Kotak tersebut ditehui duganakan untuk menyimpan uang suap.
Secara sepintas, jika dilihat dari luar, kotak tersebut memiliki bentuk seperti buku kamus Bahasa Inggris dan ada tulisan The new english dictionary.
Diketahui dalam kasus ini penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menyita barang bukti berupa uang sebesar 205 ribu dolar Singapura dan Rp 50 juta.
Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (23/9/2022), KPK pun menunjukkan barang bukti tersebut.
Baca juga: Pimpinan Komisi III DPR Merasa Bangga Namun Kecewa Hakim Agung Terjaring OTT KPK
Terlihat seorang penyidik membawa dua plastik bening berisi uang dan satu kotak yang menyerupai buku kamus Bahasa Inggris.
Lantas penyidik yang membawa barang bukti tersebut dan mengeluarkan uang dari platik bening pertama dan menunjukkannya kepada wartawan.
Setelah itu, penyidik tersebut menunjukkan uang dari plastik bening satunya lagi termasuk membuka kotak berbentuk buku Bahasa Inggris yang di dalamnya berisi uang.
Penyidik tersebut pun lantas menunjukkan barang bukti uangnya kepada wartawan.
Ketua KPK Firli Bahuri pun memegang kotak berbentuk kamus Bahasa Inggris tersebut.
Ia pun membuka tutupnya dan melihat detail kotak tersebut.
Baca juga: KPK Resmi Tahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati Terkait Kasus Suap di MA, Ditahan di Rutan KPK
"Wah ini luar biasa ini, buku tapi di dalamnya ada uang. 'The new english dictionary'," ujar Ketua KPK Firli Bahuri sambil memegang barang bukti kotak berbentuk buku dalam konferensi pers tersebut.
"Ini luar biasa," ucapnya lagi.
Lalu ia pun memegangnya dengan kedua tangan dan ditunjukan kepada wartawan.
Diketahui dalam kasus ini KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka.
Enam tersangka berstatus sebagai penerima suap dan empat tersangka sebagai pemberi suap
Penerima suap dalam kasus ini adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yudisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA, Redi (RD) dan Albasri (AB).
Selanjutnya, pemberi suap adalah pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Para penerima suap dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Baca juga: KPK Tahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati Terkait Kasus Suap Penanganan Perkara di MA
Sedangkan penerima suap dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Kronologi OTT KPK yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Terungkapnya kasus suap tersebut berawal dari laporan masyarakat hingga akhirnya KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9/2022).
Awalnya pada Rabu (21/9/2022) sekira pukul 16.00 WIB, tim KPK mendapat informasi perihal penyerahan sejumlah uang tunai dari pengacara Eko Suparno kepada Desy Yustria selaku PNS pada Kepaniteraan MA di salah satu hotel di Bekasi.
Desy merupakan representasi Sudrajad.
Selang beberapa waktu, pada Kamis (22/9/2022) sekitar pukul 01.00 WIB dini hari, tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan Desy di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekira 205.000 dolar Singapura.
Baca juga: Hakim Agung Sudrajad Dimyati Penuhi Panggilan KPK, Sempat Minta Restu Mahkamah Agung
Secara terpisah, tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan Yosep Parera dan Eko Suparno yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah, guna dilakukan permintaan keterangan.
Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih KPK.
"Selain itu, AB (Albasri, PNS MA) juga hadir ke Gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2022) pagi.
"Adapun jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar S205.000 dolar Singapura dan Rp50 juta," imbuhnya.
Perkara ini diawali dengan laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto selaku Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana dengan diwakili kuasa hukumnya yakni Yosep dan Eko.
Pada proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Heryanto dan Eko belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum kasasi pada MA.
Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh Heryanto dan Ivan Dwi dengan masih memercayakan Yosep dan Eko sebagai kuasa hukum.
"Dalam pengurusan kasasi ini, diduga YP (Yosep Parera) dan ES (Eko Suparno) melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES," ujar Firli.
Pegawai MA yang bersedia dan bersepakat dengan Yosep dan Eko yaitu Desy Yustria dengan pemberian sejumlah uang.
Desy selanjutnya turut mengajak PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie dan Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
Desy dkk diduga sebagai representasi Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
"Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT (Heryanto Tanaka) dan IDKS (Ivan Dwi)," imbuh Firli.
Baca juga: MA Tanggapi Penetapan Tersangka Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Ungkap Keberadaannya Terkini
Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko pada Desy sekitar 202.000 dolar AS (ekuivalen Rp2,2 miliar).
"Kemudian oleh DY (Desy Yustria) dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH (Muhajir Habibie) menerima sekitar Rp850 juta, ETP (Elly Tri) menerima sekitar Rp100 juta dan SD (Sudrajad) menerima sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP," sebut Firli.
Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi yang sebelumnya menyatakan koperasi simpan pinjam Intidana pailit.
"Ketika tim KPK melakukan tangkap tangan, dari DY ditemukan dan diamankan uang sejumlah sekitar 205.000 dolar Singapura dan adanya penyerahan uang dari AB (Albasri) sekitar Rp50 juta," kata Firli.
"KPK menduga DY dkk juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," ujarnya.
Hakim Agung Sudrajad Dimyanti Temui Ketua MA Sebelum ke KPK
Hakim Agung, Sudrajad Dimyati ternyata menemui Ketua Mahkamah Agung (MA) Syarifuddin sebelum datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pagi hari tadi pak SD, hakim agung, ada masuk kantor dan sempat mendatangi pimpinan MA itu karena dia malam tadi tidak ada permasalahan, tidak ada panggilan apa-apa dan kebetulan pagi ini dia dipanggil (KPK) datang ke sini dengan nait baik dia sudah kooperatif untuk datang ke sini," kata Ketua Kamar Pengawasan MA, Zahrul Rabain di Gedung KPK, Jumat (23/9/2022).
Zahrul menerangkan Sudrajad menemui pimpinan MA itu untuk melaporkan jika dirinya dipanggil oleh KPK.
Dalam pertemuannya itu, Zahrul mengungkapkan pimpinan MA juga sempat bertanya langsung ke Sudrajad terkait duduk perkara kasus yang menjeratnya itu.
Atas pertemuan itu, Sudrajad disarankan oleh Ketua MA untuk bersikap kooperatif dengan mendatangi panggilan KPK tersebut.
"Tapi karena dia punya atasan tentu dia melapor ke atasannya bahwa dia dipanggil untuk datang ke KPK. Maka Ketua MA memberikan saran supaya kita kooperatif, silakan datang ke KPK, dan untuk sementara ya ketua MA juga menanyakan bagaimana duduk persoalannya, kemudian siapa-siapa yang tersangkut dengan perkara tersebut," ucapnya.
Dia mengatakan pada intinya pertemuan Sudrajad dengan Syarifuddin hanya sebatas bertemu biasa dengan pimpinannya itu.
"pada prinsipnya dia datang tadi pagi itu adalah untuk menyampaikan bahwa dia dipanggil oleh lembaga KPK untuk perkara ini, dia cuma sowan dengan pimpinan untuk berangkat ke sini, pimpinan pun menyarankan supaya kooperatif di dalam pemeriksaan," pungkasnya. (Tribunnews.com/ Ilham/ Abdi/ Kompas.tv)