Kemudian ia menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah pada 2016 dan juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi.
Johanis Tanak pun pernah menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Ia mengikuti seleksi Calon Pimpinan KPK 2019.
Saat itu, Johanis tidak lolos lantaran tidak mendapatkan suara sama sekali dalam proses voting di DPR.
Cerita Johanis Tanak Saat Tangani Kasus Korupsi
Pada seleksi Capim KPK 2019 lalu, Johanis Tanak pernah ditanya mengenai perkara korupsi yang membuatnya dilema.
"Ceritakan situasi paling sulit ketika menangani suatu perkara! Anda berada dalam situasi dilema. Apa yang Anda putuskan?" tanya anggota Panitia Seleksi Capim KPK Hendardi, Rabu (28/8/2019) dilansir dari kompas.com.
Perkara yang diungkap Johanis Tanak yakni soal penetapan tersangka mantan Gubernur Sulawesi Tengah Mayjeni TNI (Purn) HB Paliudju yang melakukan tindak pidana korupsi pada 2014 lalu ketika dirinya menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah.
"Selama saya bertugas jadi jaksa, dilema yang saya hadapi terberat adalah ketika saya menangani perkara HB Paliudju, mantan Gubernur Sulawesi Tengah dari Partai Nasdem," kata Tanak.
Baca juga: Jokowi Ajukan Johanis Tanak dan I Nyoman Wara Gantikan Lili, KPK Bakal Hormati Pilihan DPR
Ia mengatakan, penetapan tersangka terhadap HB Paliudju ini membuatnya dipanggil oleh Jaksa Agung yang dijabat M Prasetyo yang merupakan kader dari Partai Nasdem.
"Saya dipanggil Jaksa Agung, ditanya siapa yang saya tangani. Saya katakan, beliau korupsi dan menurut hasil pemeriksaan kami, unsur-unsur, bukti-bukti pengangkatan perkara sudah cukup," kata dia.
"Beliau (Jaksa Agung) mengatakan, dia (HB Paliudju) adalah angkatan Nasdem yang saya lantik," ujar Tanak.
Kemudian, berdasarkan cerita Tanak, dia menyampaikan kepada Jaksa Agung tentang bagaimana publik menilai dan menyoroti Jaksa Agung yang diambil dari partai politik, dalam hal ini adalah Nasdem.
"Saya katakan, saya mohon izin Pak Jaksa, publik dan media membicarakan bahwa Bapak tidak layak menjadi Jaksa Agung karena berasal dari partai politik. Ini momen tepat, meski dari partai Bapak, tapi Bapak tetap angkat perkara ini untuk buktikan tudingan itu tidak benar," ujar dia.
Kendati demikian, Tanak memastikan bahwa dia akan menuruti perintah M Prasetyo mengingat dirinya merupakan pimpinan tertinggi di kejaksaan, sedangkan dirinya hanya sebagai pelaksana saja.
Dari hal yang disampaikannya itu, Jaksa Agung M Prasetyo pun lantas memintanya waktu dan akan memberitahu keputusan apa yang harus dia ambil.
"Beliau lalu telepon saya, mengatakan agar itu diproses, tahan! Dan besoknya saya tahan," ujar Tanak. (Tribunnews.com/ Chaerul Umam/ Tribunjambi.com/ kompas.com/ Adhyasta Dirgantara)