TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI menyebutkan bahwa persiapan penanggulangan bencana menjadi perhatian utama pemerintah dan stakeholder terkait.
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan, hal itu sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
“Persiapan penanggulangan bencana harus menjadi salah satu agenda besar prioritas, menurut saya, di dalam penyelenggaraan pembangunan di masa masa yang akan datang,” kata Mokhammad Najih dalam Seminar dan Launching Laporan Hasil Kajian Bencana secara virtual, Kamis (29/9/2022).
“Karena kita sudah memantapkan satu Undang-Undang dan Undang-Undang itu sebagai mandat amanat yang harus terus kita lakukan secara lebih optimal,” ujarnya menambahkan.
Ia berharap pemerintah dapat memberi perhatian khusus dan mengambil langkah strategis, utamanya jika terdapat kekosongan regulasi.
Dalam hal ini, Najih mengatakan pihaknya mendorong Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan SAR Nasional (Basarnas) serta pihak terkaitu untuk mendorong dan menyiapkan langkah strategis, agar persoalan tanggap darurat maupun pra bencana ini bisa disiapkan dengan baik.
“Saya kira pengalaman terjadinya tsunami di Aceh, gempa di Palu itu adalah pengalaman besar yang harusnya menjadi modal kita untuk ke arah penataan kelembagaan maupun regulasi tentang penanggulangan bencana yang lebih baik,” ujarnya.
Banyak Daerah Belum Punya Anggaran Bencana
Sebelumnya, Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih mengatakan bahwa hingga saat ini masih banyak daerah yang belum punya anggaran untuk tanggap darurat.
Menurut dia, hal itu berkaitan dengan pendekatakan politik anggaran berbasis risiko.
“Masih banyak daerah yang belum ada anggaran khusus untuk tanggap darurat, anggaran untuk persiapan penanggulangan bencana,” ujarnya.
“Ada persepsi di dalam politik anggaran, kalau dianggarkan nanti kita mengharapkan ada bencana. Nah ini pikiran yang ndak benar,” lanjut Najih.
Dengan demikian, ia berharap baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terus meningkatkan dana untuk penanggulangan bencana.
Ombudsman, lanjut dia, juga mendapat temuan bahwa masih terjadi ketimpangan kewenangan dan peran di masing-masing institusi.
“Masih terjadinya ketimpangan di dalam persoalan kewenangan, fungsi dan peran masing-masin institusi. Mekanisme pengelolaan bantuan dari pihak ketiga misalnya, penentuan status bencana dan pendataan masyarakat terdampak bencana dan sebagainya,” ucap Najih.
Lebih lanjut ia mengatakan dalam penyelesaian laporan kaijan ini, Ombudsman telah melakukan beberapa kunjungan ke instansi terkait.
Kemudian guna mendapat informasi berkelanjutan, turut dilakukan forum group discussion atau FGD dengan pihak terkait untuk memaksimalkan penyelesaian laporan kajian tersebut.
Ia berharap penyampaian hasil kajian Ombudsman ini dapat memberi informasi terkait dengan penyelenggaraan penanggulangan bencana yang sudah ada dan sudah berjalan hingga saat ini.
Serta pada akhirnya nanti dapat mendorong peningkatan kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana.
“Khususnya pada tahap yang sangat penting, yaitu tahap pra bencana dan juga yang tidak kalah penting pada tahap tanggap darurat, sehingga penanggulangan bencana dapat berjalan efektif dan efisien,” tutur Najih.