Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini sengkarut data angka stunting berpotensi menghilangkan hak anak dalam mendapatkan bantuan penanganan stunting.
Perbedaan data juga memunculkan indikasi adanya kasus-kasus stunting yang tidak terjamah oleh pemerintah.
Salah satunya terjadi di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten yakni perbedaan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM).
Baca juga: Prevalensi Balita Stunting di Kabupaten Pandeglang Capai 37,8 Persen, Tertinggi di Provinsi Banten
Tahun 2019, SSGI menyampaikan jika prevelensi stunting sebesar 34 persen sedangkan di E-PPGBM sebesar 22,2 persen.
Angka yang lebih timpang terlihat pada data 2021 yakni survei pemerintah pusat menunjukkan peningkatan prevalensi dari tahun 2019, sementara pendataan di posyandu menunjukkan penurunan yang signifikan. Perbedaan kedua versi pun terpaut jauh.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Pandeglang, Encep Hermawan, menjelaskan perbedaan data terjadi karena cara pengambilan survei yang dilakukan.
Baca juga: BKKBN Perkuat Kemitraan dengan Pihak Swasta untuk Percepatan Penurunan Stunting
"Kalau SSGI kan survei, kalau E-PPGBM adalah real-nya yang dilakukan hasil pengukuran dari posyandu. Memang kita punya data yang lebih mendekati hasil dari survei tersebut," kata Encep dalam siaran pers tertulis, Sabtu (1/10/2022).
Adanya perbedaan data tersebut berdampak pada masyarakat yang tak memiliki akses terkait penyuluhan kesehatan.
Hal ini dialami oleh balita kembar di Desa Cibarani, Kecamatan Cisata, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Khaerul dan Khairil, tinggal di wilayah yang jarak ke puskesmas terdekat harus ditempuh selama 1 jam.
Wiwin, panggilan dari ibu balita kembar ini menjelaskan, ia jarang membawa kedua anaknya ke puskesmas akibat jarak yang jauh.
Akibatnya, tumbuh kembang dan asupan gizi Khaerul dan Khairil tak pernah terpantau. Kedua balita tersebut bahkan belum vaksin lengkap.
Baca juga: Penyebab Stunting pada Anak: Rendahnya Akses Terhadap Makanan Bergizi hingga Pola Asuh Ibu
"Karena tidak cukup konsumsi sehari-harinya, anak saya diberi masing-masing 4 botol dot setiap harinya Kental Manis untuk susu mereka," Jelas Wiwin.
Wiwin pun mengaku jika tidak paham terkait kebutuhan gizi yang diperlukan oleh dua balita berusia satu setengah tahun tersebut.
Ia menjelaskan bahwa tidak ada kader puskesmas maupun posyandu yang mendatanginya untuk penyuluhan stunting.