Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penolakan pembangunan rumah ibadah di Cilegon menjadi polemik.
Peristiwa ini mendapat perhatian luas usai kepala daerah setempat turut mendukung penolakan tersebut.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan, dalam perspektif Islam, pembangunan rumah ibadah agama lain tidak dipersoalkan.
Bahkan ulama disebut sudah menyepakati bahwa menghalangi pendirian rumah ibadah agama lain tidak diperbolehkan.
"Perspektif Islam terhadap pembangunan rumah ibadah agama lain itu sebetulnya tidak ada persoalan," ujar Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI M Najih Arromadloni dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk 'Mekanisme Pendirian Rumah Ibadah Dalam Moderasi Beragama', dikutip Sabtu (1/10/2022).
"Artinya ulama sudah sepakat larangan untuk menghalang-halangi, itu tidak diperbolehkan," lanjut dia.
Ia mengatakan agama Islam tak mengajarkan penganutnya memaksakan kehendak, termasuk paksaan kepada umat agama lain.
Najih kemudian mengatakan bahwa agama Islam juga minoritas di sejumlah wilayah seperti Papua dan NTT.
Sehingga semestinya penolakan pendirian rumah ibadah tak perlu dilakukan.
"Di tempat-tempat yang lain kita sebagai umat Islam itu juga minoritas, seperti di NTT di Papua umat Islam menjadi minoritas. Bagaimana perasaan kita misalnya, ketika pembangunan tempat ibadah kita ditolak umat agama lain, tentu kita sakit hati," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, tokoh pemuda Cilegon, Edi Oktana menyampaikan peristiwa di Cilegon hanya bentuk salah paham semata.
Namun ia menyayangkan adanya fakta tak terungkap dan upaya pemelintiran peristiwa yang berdampak pada kerugian salah satu pihak.
Menurut Edi, kejadian yang viral di media sosial tersebut bukanlah peristiwa intoleransi, tapi sebatas upaya menegakkan aturan perundang-undangan yang ada.
Baca juga: Wali Kota Cilegon Ungkap Alasan Ikut Petisi Tolak Gereja, Demi Menjaga Suasana Kondusif
"Esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan yang berlandaskan prinsip yang adil dan berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara," terang Edi.
Kepala Wilayah Kementerian Agama Cilegon Lukmanul Hakim turut buka suara. Ia menjelaskan dalam polemik ini pihaknya hanya bertugas memberi rekomendasi dalam pendirian rumah ibadah. Rekomendasi diberikan apabila syarat-syarat telah dipenuhi.
Dalam hal ini yakni pihak HKBP kata dia, telah mengakui bahwa ada persyaratan pendirian rumah ibadah yang belum dipenuhi.
"Dalam pengajuan rekomendasi kepada Kementerian Agama, salah satu persyaratan belum dipenuhi. Pihak HKBP mengakui itu," ujarnya.
"Yang terpenting Kementerian Agama itu dokumennya lengkap," tutup Lukmanul.