TRIBUNNEWS.COM - Salah satu penonton saat tragedi di Stadion Kanjuruhan berinisial U menyaksikan adanya penolakan dari anggota Brimob untuk membantu ketika ada wanita yang pingsan.
U menduga wanita tersebut pingsan lantaran efek dari gas air mata yang ditembakkan oleh anggota polisi.
Wanita tersebut, katanya, merupakan salah satu suporter Arema FC.
Ia menceritakan pada saat tragedi terjadi, wanita yang pingsan itu dibopong oleh tiga pria yang juga suporter Arema FC
Ketika dibopong, ketiga pria itu meminta bantuan kepada anggota Brimob yang berjumlah empat orang.
Pada saat yang sama, ujarnya, di dekat anggota Brimob itu terdapat mobil ambulans.
Baca juga: 3 Rekomendasi TGIPF Kanjuruhan: Penjatuhan Sanksi hingga Sinkronisasi Aturan FIFA
Namun, bukannya membantu, U menyaksikan anggota Brimob itu justru menolak untuk membantu wanita yang pingsan itu.
"Di depan bangku pemain dijaga Brimob empat orang. Jadi sudah keadaan genting seperti itu, suporter wanita tadi yang dalam keadaan pingsan, digotong oleh empat orang saudaranya suporter Arema, itu ditolak sama pihak Brimob," ujarnya dalam konferensi pers yang digelar oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di YouTube YLBHI pada Rabu (5/10/2022).
U mengatakan penolakan dilakukan dengan cara mendorong ketiga pria yang membopong wanita pingsan tersebut dengan tameng.
Menurutnya, penolakan untuk membantu lantaran suporter melakukan bentrok dengan anggota kepolisian.
Bahkan ia mendengar bahwa anggota Brimob tersebut mengatakan kepada ketiga Aremania itu agar tidak usah meminta bantuan kepadanya.
"Saya amati sangat jelas, seolah-olah bahasa mereka (anggota Brimob) 'Kamu tadi bentrok dengan saya, sekarang walaupun saudaramu wanita sedang pingsan, kamu gak usah minta tolong saya."
"Saya tahu ekspresi mereka mendorong, jangan dekati mobil saya. Si Brimob itu bilang begitu satu kali," ujarnya.
Setelah ditolak, U tidak mengetahui lagi kondisi dari wanita yang pingsan tersebut.