TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Video yang memperlihatkan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menerima panggilan menggunakan ponsel atau handphone saat sejumlah perwira tinggi dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana Negara, Jumat (14/10/2022) menjadi sorotan warganet.
Banyak ragam komentar warganet bahkan mempertanyakan soal penggunaan handphone tersebut mengingat dalam pertemuan tersebut Jokowi mengimbau kepada para anggota polisi yang hadir untuk tidak membawa ponsel, tongkat komando, hingga topi ke Istana Negara.
Ada juga yang beranggapan bila ada sesuatu yang penting sehingga Kapolda Metro Jaya mengangkat telepon yang diberikan staf kepresidenan.
Dalam potongan video yang beredar di Twitter, warganet membagikan cuplikan video dari Kompas TV berdurasi 25 detik.
Dalam video tersebut terlihat Irjen Fadil Imran sedang duduk mengenakan masker di antara pejabat Polri lainnya di Gedung Krida Bakti, Sekretariat Negara, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat.
Baca juga: Irjen Fadil Imran Sebut Masalah di Jakarta Selatan Selesai 50 Persen Jika Tawuran Manggarai Teratasi
Kemudian ada seorang wanita menggunakan pakaian batik dan berambut panjang menghampiri Irjen Fadil Imran.
Wanita tersebut lantas memberikan ponsel kepada Irjen Fadil Imran.
Disebut-sebut wanita tersebut bertugas sebagai protokoler kepresidenan.
Terlihat Irjen Fadil Imran meletakan ponselnya di telinga kanan dan berbincang.
Irjen Fadil Imran pun tampak dalam posisi setengah menunduk saat menerima telepon tersebut, kemudian ia menegakan badannya.
Baca juga: Kelakar Irjen Fadil Imran Saat Resmikan Tim Antitawuran: Kapolres Sudah Niat Berkantor di Manggarai
Namun, dalam video yang lebih lengkap yang diterima Tribunnews.com yang berdurasi 1 menit 9 detik, perbincangan Fadil Imran melalu telepon sekitar satu menit.
Setelah, menerima telepon tersebut, terlihat Irjen Fadil Imran mengangkat handphonenya dan menggoyang-goyangkan tangan memberi isyarat agar handphone yang berada di tangannya untuk diambil kembali.
Terlihat, Fadil Imran pun menyerahkan kembali handphone tersebut kepada petugas protokoler kepresidenan.
Instruksi Presiden Jokowi
Diketahui pertemuan tersebut dihadiri 559 personil Polri yang terdiri dari pejabat utama Mabes Polri, Kapolda, serta Kapolres.
Presiden Jokowi dalam pertemuan memberikan sedikitnya 5 arahan, yakni:
Pertama, Presiden meminta Polri untuk memperbaiki apa yang menjadi keluhan masyarakat kepada institusi Polri.
"Jadi keluhan masyarakat terhadap Polri, 29,7 persen itu ini sebuah persepsi karena pungli. Tolong ini anggota-anggota semuanya itu yang begitu. Sewenang-wenang, tolong ini juga diredam pada anggota-anggota."
"Pendekatan-pendekatan yang represif, jauhi. Mencari-cari kesalahan nomor yang ketiga, 19,2 persen. Dan yang keempat, hidup mewah yang tadi sudah saya sampaikan," ujar Presiden, dikutip dari setkab.go.id.
Baca juga: Dukung Hasil Kode Etik AKBP Jerry Siagian, Kapolda Fadil Imran: Polda Metro Tak Melawan Mabes Polri
Menurut Presiden, Polri merupakan aparat penegak hukum yang paling dekat dengan rakyat dan paling sering berinteraksi dengan masyarakat.
Kemudian yang kedua, Jokowi meminta kepada para petinggi dan perwira Polri untuk selalu mengingatkan anggotanya, agar memberikan pelayanan kepada masyarakat serta menjaga rasa aman dan nyaman bagi masyarakat.
"Rasa aman dan nyaman masyarakat itu—ini masalah persepsi—rasa aman dan nyaman masyarakat itu menjadi terkurangi atau hilang. Karena apa pun, Polri adalah pengayom masyarakat."
"Hal-hal yang kecil-kecil, tolong betul-betul dilayani itu. Masyarakat kehilangan sesuatu, harus direspons cepat sehingga rasa terayomi dan rasa aman itu menjadi ada," ungkapnya.
Arahan ketiga, Kepala Negara meminta jajaran Polri menjaga kesolidan baik di internal Polri maupun dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hal tersebut penting utamanya karena saat ini sudah mulai masuk tahun politik dan tahapan pemilihan umum (pemilu) sudah mulai berjalan sejak Juli lalu.
"Harus ditunjukkan soliditas di internal Polri dulu. Rampung, kemudian soliditas Polri dan TNI itu yang akan mengurangi tensi politik ke depan. Soliditas. Harus ada kepekaan, posisi politik ini seperti apa, sih."
"Karena Saudara-saudara adalah pimpinan-pimpinan tertinggi di wilayah masing-masing. Sense of politic-nya juga harus ada. Tidak bermain politik tetapi mengerti masalah politik karena memang kita akan masuk dalam tahapan tahun politik," paparnya.
"Kalau dilihat Polri solid, kemudian bergandengan dengan TNI solid, bolak-balik saya sampaikan, saya memberikan jaminan, stabilitas keamanan kita, stabilitas politik kita pasti akan baik. Enggak ada yang berani coba-coba. Kalau coba-coba, ya tegas saja," sambungnya.
Keempat, Presiden meminta adanya kesamaan visi Polri serta ketegasan terkait kebijakan organisasi.
Kepada para pemimpin Polri di daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, Kepala Negara mendorong agar mereka tidak gamang serta bekerja sesuai standar operasional prosedur (SOP), dan sesuai undang-undang.
"Visi presisi, Pak Kapolri, saya minta juga tidak njelimet-njelimet, tolong disederhanakan sehingga yang di bawah itu mengerti apa yang dijalankan. Apa sih, kalau disederhanakan? Ya tadi itu yang Kapolri sampaikan tadi."
"Polri sebagai pelindung, Polri sebagai pengayom, dan Polri sebagai pelayan. Intinya kan ke sana. Presisinya itu apa? Jelaskan juga. Sekali lagi, secara sederhana dan jelas sehingga gampang ditangkap visi itu," ungkapnya.
Lalu yang kelima, Presiden mengingatkan agar jangan sampai pemerintah maupun Polri dipandang lemah terkait dengan penegakan hukum.
Untuk itu, Presiden secara tegas meminta Kapolri agar memberantas judi online serta jaringan narkoba, sehingga bisa mengembalikan kepercayaan publik kepada Polri yang menurun.
"Saya sudah perintahkan kepada Kapolri, saat itu urusan judi online, bersihkan, sudah. Saya enggak usah bicara banyak."
"Saudara-saudara tahu semuanya, perintah ini tahu. Dan, penegakan hukum untuk yang berkaitan dengan narkoba. Ini yang akan nanti bisa mengangkat kembali kepercayaan masyarakat terhadap Polri," tegasnya.
Di penghujung arahannya, Kepala Negara juga meminta jajaran Polri merancang komunikasi publik yang baik dan cepat dalam menghadapi sebuah isu atau peristiwa.
Presiden kembali mengingatkan bahwa saat ini merupakan era media sosial dan peristiwa bisa tersebar dalam hitungan menit dan detik.
"Sekarang ini, sekali lagi, era sosial media, hitungannya detik, hitungannya menit, sudah bukan hari lagi."
"Begitu ada sebuah peristiwa kecil dan Saudara-saudara menganggap ini kecil, sehingga tidak ditangani, dikomunikasikan dengan baik, dengan kecepatan, membesar menjadi sulit untuk kemudian diselesaikan lagi," tandasnya.