TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2023.
Keputusan ini menjadi komitmen keberpihakan DPR kepada perbaikan sistem pendidikan Indonesia.
Sebagaimana diketahui, RUU Sisdiknas merupakan salah satu dari 38 RUU yang tak masuk Prolegnas 2023. RUU Sisdiknas merupakan usul pemerintah.
Keputusan ini diambil saat Baleg DPR menggelar rapat kerja bersama Menkumham Yasonna Laoly dan DPD RI pada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/9/2022).
Saat itu, Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menjelaskan mengapa RUU Sisdiknas tak masuk dalam prolegnas.
Salah satu alasannya lantaran RUU Sisdiknas ini terus menuai protes.
DPR selanjutnya meminta agar Mendikbud Ristek Nadiem Makarim kembali mengkaji RUU ini lewat dialog dengan pihak-pihak terkait.
Adapun salah satu kontroversi RUU Sisdiknas ini adalah absennya frasa "madrasah" dalam Pasal 31 dan 32.
Selain itu, Pasal 105 huruf a juga dianggap bermasalah karena tak memuat hak guru terkait tunjangan profesi.
Keputusan DPR untuk tak memasukkan RUU Sisdiknas ke prolegnas ini pun menuai apresiasi.
Langkah DPR ini dinilai tepat untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia.
Keputusan ini menjadi awal untuk membuat peta jalan (road map) atau Grand Design Pendidikan Nasional.
Baca juga: RUU Sisdiknas Tak Masuk Prolegnas, Nadiem Makarim: Apa Boleh Buat
Road map disusun dan dibuat oleh Panitia Kerja Nasional yang mewakili berbagai elemen dari seluruh Nusantara sebelum membahas RUU Sisdiknas.
Suara dukungan terhadap keputusan DPR ini juga datang dari Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Legiman.
Kepada wartawan, Legiman menilai persoalan RUU ini salah satunya karena aspek tunjangan guru dan dosen yang mengambang.
"Walaupun di situ dikatakan bahwa tentang tunjangan guru dosen itu akan ada secara otomatis. Namun itu masih ngambang kalau menurut saya itu masih mengambang dan tidak pro terhadap guru dan dosen apalagi dengan pengawas yang notabenenya itu pengawas adalah sebagai ujung tombak dari pada dunia pendidikan khususnya," tutur Legiman dalam keterangan yang diterima, Kamis (20/10/2022).
Oleh karena itu, dia menilai keputusan DPR untuk tak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas 2022 ini sudah tepat.
Menurutnya RUU ini harus dikaji dan direvisi ulang lagi.
"Sangat tepat (keputusan DPR ini) makanya saya mengapresiasi ketika DPR itu menunda atau direvisi ulang dikaji ulang itu RUU. Kami sangat apresiasi dan kami sangat setuju dan saya selalu itulah berangkali yang kami harapkan dari DPR untuk mendengar suara suara arus bawah," ungkapnya.
Sorotan terhadap kelemahan RUU Sisdiknas ini juga disampaikan oleh praktisi dan
pengamat pendidikan, Salman Naning.
Dia menilai absennya konteks madrasah dalam RUU Sisdiknas.
"Jadi madrasah dalam konteks ini kenapa itu kok hilang. Walaupun katanya ada, pendidikan-pendidikan kita ya beda. Kita punya di madrasah, kita punya pendidikan sekolah-sekolah MAN itu seperti di majelis ta'lim dan lain sebagainya. Tapi rumahnya berbeda dengan klausal madrasah itu sendiri," ujar Salman.
Baca juga: Revisi UU Sisdiknas Harus Menyeluruh untuk Menghasilkan Sistem Pendidikan yang Lebih Baik
Untuk itu, Salman mendukung DPR jika RUU Sisdiknas ini tidak masuk dalam Prolegnas 2022.
Menurutnya, membicarakan RUU ini memang tidak boleh tergesa-gesa.
"Jadi kalau kita kalau bicara undang-undang tidak usah tergesa-gesa atau tergopoh-gopoh UU harus diciptakan dihasilkan melalui pemikiran bersama bukan hanya pemikiran segelintir orang yang ada di satu area saja," ujarnya.