TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menolak nota keberatan atau eksepsi perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang dilayangkan oleh terdakwa Ferdy Sambo.
Sebelum ini JPU sudah menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Terkait itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan menentukan perkara tersebut akan dilanjut atau tidak melalui sidang putusan sela yang akan digelar pada Rabu (26/10/2022).
Hal itu disampaikan Hakim Ketua, Wahyu dalam sidang, Kamis (20/10/2022).
"Baik, kita akan lanjutkan dalam sidang putusan sela yang digelar pada Rabu 26 Oktober 2022 pekan depan," kata Hakim Ketua.
Sidang putusan sela Ferdy Sambo itu akan bersamaan dengan Putri Candrawathi yang juga akan dilakukan Rabu pekan depan usai mendengarkan tanggapan JPU soal eksepsi yang pihaknya layangkan.
Majelis Hakim Diminta JPU Tolak Eksespsi Ferdy Sambo
Jaksa penuntut umum (JPU) telah rampung membacakan tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi kubu terdakwa Ferdy Sambo, dalam sidang yang digelar, Kamis (20/10/2022).
Dalam tanggapannya, jaksa menilai seluruh eksepsi yang dilayangkan oleh kuasa hukum Ferdy Sambo hanya tinggal pembuktian di persidangan.
"Bahwa terhadap dalil-dalil Eksepsi atau Nota Keberatan yang dikemukakan oleh Penasihat Hukum terdakwa Ferdy Sambo, yang merupakan materi Pokok Perkara tidak kami tanggapi karena merupakan materi untuk pembuktian Pokok Perkara," kata jaksa Rudy Irmawan dalam persidangan.
Atas dalil tersebut, jaksa meminta kepada majelis hakim yang mengadili perkara tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J untuk menolak eksepsi kubu terdakwa.
"Memohon kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini dengan menyatakan, menolak seluruh dalil Eksepsi atau Nota Keberatan dari Penasihat Hukum Terdakwa Ferdy Sambo," kata jaksa.
Selanjutnya, majelis hakim juga diminta untuk menerima surat dakwaan penuntut umum nomor register perkara : PDM-246/JKTSL/10/2022 tanggal 05 Oktober 2022 karena telah memenuhi unsur formil dan materil.
Dengan begitu, maka pada putusan sela nantinya majelis hakim dapat memutuskan untuk melanjutkan proses perkara yang menjerat Ferdy Sambo.
"Menyatakan pemeriksaan terdakwa Ferdy Sambo, tetap dilanjutkan berdasarkan Surat Dakwaan. Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo tetap berada dalam tahanan," tukas jaksa.
Eksepsi Ferdy Sambo
Tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J yakni Ferdy Sambo langsung mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Eksepsi itu dibacakan oleh jajaran tim kuasa hukum Ferdy Sambo tepat setelah jaksa rampung membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Dalam eksepsinya, mereka meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan seluruh dakwaan yang dijatuhkan oleh jaksa.
Sebab kata anggota pengacara Ferdy Sambo, Sarmauli Simangunsong, dakwaan dari jaksa itu tidak menguraikan peristiwa tidak cermat, dan tidak lengkap.
Sehingga kata dia, surat dakwaan yang dibacakan oleh jaksa tersebut batal demi hukum.
"Dengan demikian, kami selaku penasehat hukum terdakwa berdasarkan pasal 143 ayat 3 KUHAP memohon kepada Majelis hakim yang mulia," kata dia dalam persidangan, Senin (17/10/2022).
Lebih lanjut, Sarmauli juga meminta kepada majelis hakim untuk memerintahkan jaksa menghentikan pemeriksaan perkara dan membebaskan Ferdy Sambo dari tahanan, serta meminta Majelis hakim untuk memulihkan nama baik, harkat dan martabat terdakwa dengan segala akibat hukumnya.
Diketahui, dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J ini turut menyeret Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer sebagai terdakwa.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice.
Para terdakwa pembunuhan berencana itu didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.(*)