TRIBUNNEWS.COM - Tribunnews Bogor bersama Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) melaksanakan survei Brand Audit Sampah Plastik di 11 kelurahan Kota Bogor yang dilintasi aliran Sungai Ciliwung selama sepekan, tepatnya pada tanggal 22-27 September 2022 lalu.
Metode survei yang digunakan adalah penyebaran kuesioner dan pengumpulan sampah plastik oleh tim KPC dan Satgas Ciliwung dari setiap responden, juga sampah yang dibuang sembarangan, baik di jalanan maupun tempat sampah.
Sampel sampah diambil dari satu RT di setiap kelurahan dengan jumlah 10 responden, sehingga terdapat total 110 responden untuk survei brand audit ini.
Dari 110 responden tersebut, tim survei dan KPC berhasil mengumpulkan 110 kantong plastik dengan berat masing-masing sekitar 1-3 kg. Setiap kantong berisi sampah plastik dari berbagai produsen makanan, minuman, dan perlengkapan rumah tangga.
AMDK merek A penyumbang sampah plastik terbesar di Ciliwung
Hasil survei menunjukkan, sejumlah brand papan atas berada di posisi pertama sebagai produsen sampah plastik terbesar di bantaran Sungai Ciliwung. Dari hasil survei, didapati pula bahwa botol plastik air minum dalam kemasan (AMDK) produksi merek A merupakan salah satu penyumbang terbesar sampah plastik di wilayah Sungai Ciliwung.
Selain botol plastik merek A, sejumlah brand produsen makanan, deterjen, dan perawatan tubuh juga menjadi penyumbang sampah di bantaran Sungai Ciliwung.
Setelah melakukan pengumpulan sampah pada tanggal 22-27 September 2022, tim KPC dan Tribunnews Bogor juga melaksanakan pemilahan sampah plastik sesuai kategori dan brand, seperti botol kemasan air mineral (PET), gelas air mineral (PP), kemasan makanan dan minuman saset, serta kemasan produk kecantikan dan rumah tangga saset. Pemilahan dilakukan selama 29 September hingga 2 Oktober 2022.
Dari hasil pemilahan, ditemukan sebanyak 2 persen sampah organik dan 98% sampah non-organik. Sampah organik yang terkumpul antara lain berupa makanan sisa, dedaunan, dan limbah sayuran.
Sementara itu, sampah non-organik terdiri dari sampah plastik bermerek yang meliputi saset sekali pakai, botol plastik, botol AMDK kemasan plastik, kaleng minuman, hingga deodoran semprot.
Berdasarkan hasil brand audit sampah plastik, didapatkan juga data tiga besar dari lima merek botol air mineral dengan kemasan PET oleh tim KPC dan Tribunnews Bogor.
Untuk kategori botol AMDK, posisi pertama pun dipegang oleh sampah botol plastik merek A, mengalahkan merek perusahaan AMDK lainnya dengan jumlah yang mencapai 69 persen.
Sedangkan AMDK merek L berada di posisi kedua dengan jumlah 28 persen dan AMDK merek P menempati posisi ketiga dengan jumlah 2 persen.
Untuk kategori Air Kemasan Mineral (PP), Merek Y menempati posisi pertama dengan jumlah 37,5 %, Merek S di posisi kedua dengan jumlah 31,6 %, dan Merek V menempati posisi ketiga dengan jumlah 22,8 %.
Hasil dari survei brand audit oleh Tribunnews Bogor dan KPC Ciliwung ini sejalan dengan data persampahan di Indonesia. Berdasarkan data yang ada, gelas plastik (berikut sedotan) dan botol air mineral mendongkrak volume sampah plastik sebesar 11,6 juta ton, atau 17% dari total produksi sampah nasional pada 2021. Jumlah tersebut meningkat dua kali lipat dari satu dekade sebelumnya.
Di samping itu, produksi AMDK gelas plastik tercatat mencapai 10,4 miliar setiap tahunnya. Hal ini membuat market leader AMDK berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik per tahun.
Selain gelas plastik, sampah industri AMDK juga berasal dari produksi botol plastik yang mencapai 5,5 miliar botol per tahun.
Bahkan, timbulan sampah botol plastik tercatat mencapai angka 83 ribu ton atau hampir separuh timbulan sampah plastik industri AMDK. Separuh dari timbulan sampah botol ini merupakan sampah dari market leader AMDK.
Upaya Pemkot Bogor tangani sampah plastik
Hasil survei brand audit sampah plastik yang dilakukan Tribunnews Bogor dan tim KPC di Bantaran Sungai Ciliwung Wilayah Kota Bogor turut dipaparkan dalam peringatan hari jadi ke-7 media Tribunnews Bogor, yang dilanjutkan dengan diskusi lingkungan bertema Ciliwung Milik Kita pada hari Selasa (4/10/2022).
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto yang hadir dalam acara diskusi ini mengatakan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor terus berupaya meminimalisir sampah plastik di Kota Bogor.
"Di Bogor sebetulnya sudah ada fondasi kuat yang dilakukan sebelum kepemimpinan saya. Ini pun terus dilakukan terutama oleh pemerintah dengan komunitas. Itu menjadi modal kita,” kata Bima Arya.
Ia melanjutkan, upaya untuk memperkuat fondasi itu terus dilakukan, salah satunya lewat pembentukan Satgas Naturalisasi Ciliwung, yang menjadi tonggak penting untuk mengurangi sampah plastik di Kota Bogor
Untuk memperkuat langkah ini, Pemkot Bogor juga telah menerapkan Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Bogor Nomor 61 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik. Terbukti, menurut Bima Arya, saat ini, sekitar 1,6 persen sampah plastik berkurang di Kota Bogor.
"Data menunjukan 1,6 persen sekitar 1,2 ton berkurang. Kemudian kita hilirisasi," tambahnya.
Di saat yang bersamaan, Bima Arya tak menyangkal bahwa masih terdapat tantangan dalam pengelolaan sampah di Kota Bogor, mulai dari pemanfaatan sampah hingga kerja sama antar otoritas daerah. Hal ini juga tak terlepas dari wilayah Sungai Ciliwung yang membentang dari Kabupaten Bogor sampai Jakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor, Deni Wismanto yang turut hadir pun mengatakan bahwa saat ini sampah yang berhasil ditangani di Kota Bogor baru mencapai angka 76%.
"Kalau melihat sampah di Kota Bogor ini hampir setiap harinya itu 600 ton. Kalau kita tidak mengakomodirnya, tentu ini akan menjadi permasalahan. Persoalan sampah yang sebanyak itu memang tidak bisa tangani. Di Kota Bogor itu baru 76 persen yang bisa kita tangani," kata Deni.
Namun Deni menjelaskan, berbagai strategi terus dilakukan oleh Pemkot Bogor bersama DLH. Upaya itu saat ini diwujudkan dengan hadirnya ratusan bank sampah yang ada di Kota Bogor.
Bima Arya pun menyebut bahwa Pemkot Bogor senantiasa memutar otak agar sampah plastik dapat terus berkurang di Kota Bogor, termasuk lewat upaya daur ulang.
“Upayanya adalah membuat bank sampah. Nah di Kota Bogor ada 300 lebih, namun yang aktif baru sekitar 100 lebih. Itu kita lakukan pembinaan terus. Sisanya ke mana? Sisanya harus ada upaya pengurangan sampah sesuai strategi kebijakan nasional dan daerah," tambah Deni.
Produsen perlu ikut bertanggung jawab daur ulang sampah plastik
Masih berkaitan dengan hasil survei brand audit di Sungai Ciliwung Bogor, tak sedikit pihak yang mengemukakan dorongan agar botol dan gelas plastik diperbesar sebagai solusi dari persoalan sampah plastik yang kian melanda.
Menurut mereka, dengan memperbesar (size up) botol dan gelas plastik, sampah akan lebih mudah dikelola supaya tidak tercecer, sehingga juga akan lebih muda didaur ulang.
Di kesempatan yang sama, Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, berdasarkan Peta Jalan Pengurangan Sampah KLHK 2020-2029, memang ada sejumlah item plastik berukuran kecil yang sudah tidak boleh lagi diproduksi pada 2029.
Sebagaimana diketahui, KLHK menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada 2030 yang disusun dalam peta perjalanan (road maps) melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019. Dalam road maps tersebut, disebutkan pula beberapa pihak yang harus terlibat dalam upaya pengurangan sampah.
Salah satu langkah untuk memenuhi target pengurangan tersebut dilakukan dengan mendorong produsen AMDK untuk mengubah desain produk mini menjadi lebih besar (size up) ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampah.
Lalu, terdapat produk plastik yang secara bertahap sudah harus dihentikan produksinya, antara lain kemasan saset kecil, sedotan plastik di restoran, café dan hotel.
Lebih lanjut, Ujang Solihin menyebut bahwa produsen AMDK pun harus mulai bertanggungjawab dengan menarik kembali botol-botol plastik untuk didaur ulang di bank-bank sampah.
Selain itu, produsen juga diwajibkan untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).
Namun, para produsen besar dan market leader AMDK tampak masih mengabaikan upaya pemerintah untuk mengurangi sampah plastik dengan memasarkan produk kemasan ukuran di bawah 1 liter. Bahkan, mereka terang-terangan mengeluarkan produk AMDK botol baru dengan ukuran mini 220 ml.
Sebagai solusi lebih lanjut bagi permasalahan sampah plastik ini, Ujang Solihin menyebut bahwa pada prinsipnya, Peta Jalan KLHK juga mengatur tiga hal yang sifatnya mandatori atau wajib dan dapat mengikat produsen. Yang pertama adalah reduce atau mengurangi timbulan sampah.
Untuk mengurangi timbulan sampah, di dalam aturan juga terdapat beberapa jenis item yang di phase out atau dihentikan. Contohnya adalah pemberhentian pengeluaran produk saset dibawah 50 ml atau 50 gram pada tahun 2029.
Ia menjelaskan bahwa selain membatasi timbulan sampah dari produk gelas dan botol plastik mereka, produsen juga wajib melakukan daur ulang dan pemanfaatan kembali produk yang sudah digunakan konsumen.
"Peta jalan itu ada tiga hal yang diatur. Reduce, Recycle, dan Reuse. Jika kemasannya dimanfaatkan kembali, botol minuman dari kaca dapat disanitasi dan dipakai lagi,” pungkasnya.
Sementara itu perwakilan dari Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Idham Arsad, mengungkapkan bahwa pihaknya pun sudah membuat peta konsep untuk mengurangi sampah. Sejauh ini, GAPMMI sudah menyusun hal itu lewat keanggotaannya.
"Produsen mempunyai kewajiban menarik kemasannya sebanyak 30 persen di tahun 2029. Sejauh ini di GAPMMI mungkin sekitar 20 anggota menyusun peta jalan pengurangan sampah," katanya.
Idham melanjutkan, pihaknya sebetulnya sudah memiliki inisiatif terkait pengurangan sampah ini dan sudah mulai dilakukan oleh masing-masing perusahaan.
"Tapi, di luar itu sebetulnya inisiatif masing-masing perusahan jalan. Mereka sudah lakukan dan kerja sama dengan bank sampah. Banyak juga kerjasama dengan pelapak dan pemulung. Jadi, kalau kita lihat kan ada 4 juta pemulung dan kerja sama dengan asosiasinya IPMI. Kemudian pelapak, industri daur ulang. Itu yang lakukan. Misalnya botol akan kita tarik melalui kerja sama tadi," ungkapnya.