TRIBUNNEWS.COM - Jaksa Penuntut Umum (JPU) memberikan tanggapan nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum AKBP Arif Rachman Arifin.
Arif Rachman Arifin merupakan terdakwa perintangan penyidikan (obstraction of justice) di kasus tewasnya Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
JPU meminta Majelis Hakim untuk menolak seluruh dalil eksepsi yang diajukan Arif Rachman Arifin.
"Memohon pada Majelis Hakim yang mengadili perkara ini, menyatakan, satu menolak seluruh dalil eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum terdakwa Arif Rachman Arifin," kata jaksa, di PN Jakarta Selatan, Selasa (1/11/2022) dikutip dari youTube KompasTv.
JPU juga meminta agar Eks Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri itu tetap ditahan.
"Menyatakan terdakwa Arif Rachman Arifin tetap berada dalam tahanan," lanjut Jaksa.
Kepada majelis hakim, jaksa meminta agar pemeriksaan terhadap Arif Rahman tetap dilanjutkan.
JPU meminta perkara Arif Rahman dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi.
Menurut jaksa, surat dakwaan Arif Rahman telah cermat dan sesuai dengan aturan hukum.
Dalam hal ini, Majelis Hakim akan menentukan eksepsi diterima atau tidak pada sidang selanjutnya dengan agenda putusan sela.
Sidang putusan sela akan diadakan pada Selasa (8/11/2022) pekan depan.
"Menjatuhkan putusan sela, untuk itu sidang akan kita buka kembali satu pekan kedepan, Selasa tanggal 8 November 2022 " kata Ketua Majelis Hakim.
Sebagai informasi, Arif Rahman merupakan salah satu terdakwa dalam kasus obstruction of justice bersama enam terdakwa lainnya.
Mereka yakni, Ferdy Sambo; Agus Nurpatria; Hendra Kurniawan; Chuck Putranto, Baiquni Wibowo; dan Irfan Widyanto.
Ketujuh terdakwa itu dijerat Pasal 49 KUHP juncto Pasal 33 UU ITE atau Pasal 232 atau Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kuasa Hukum Minta Arif Rachman Dibebaskan dari Dakwaan
Dalam sidang sebelumnya, kuasa hukum Arif Rachman, Junaedi Saibih, meminta hakim untuk mengabulkan eksepsi dan membebaskannya dari dakwaan.
Surat dakwaan disebut prematur dan tidak sah sehingga harus dibebaskan dari dakwaan tersebut.
"Membebaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari segala dakwaan penuntut umum dan melepaskan terdakwa Arif Rachman Arifin dari tahanan," kata Djunaedi di PN Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2022) sebagaimana dilansir Tribunnews.
Pihaknya juga menilai dakwaan JPU tidak cermat dalam memaparkan keterlibatannya di kasus obstruction of justice.
Junaedi menuturkan, perbuatan kliennya dilakukan karena adanya ancaman dari Ferdy Sambo yang merupakan atasannya.
"Saudara penuntut umum tidak cermat menerapkan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam perbuatan terdakwa Arif Rachman."
"Tidak menguraikan kesamaan niat atas perbuatan fisik yang diperintahkan oleh saksi Ferdy Sambo," ujar Junaedi.
Junaedi menejaskan, Arif bersama Hendra Kurniawan menerima perintah Sambo seusai menyaksikan hasil rekaman CCTV yang telah terlebih dahulu disalin oleh Baiquni Wibowo.
Ferdy Sambo meminta keduanya untuk segera memusnahkan dan menghapus salinan rekaman CCTV yang diambil dari pos security Kompleks Duren Tiga tersebut.
Arif Rachman yang tidak berani dengan Ferdy Sambo akhirnya memusnahkan rekaman CCTV itu dengan cara mematahkan laptop Baiquni.
Tindakan itu pun dinilai kuasa hukum Arif Rachman telah sesuai aturan Peraturan Polisi (Perpol) Pasal 11 nomor 7 tahun 2022.
"(Perpol) setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang untuk melawan dan menentang atasan," kata Junaedi.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Abdi Ryanda Shakti)