News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan

Komnas HAM: Tak Hanya Brimob yang Tembak Gas Air Mata Kedaluwarsa

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

LPSK ungkap hasil temuan di Tragedi Kanjuruhan: menerangkan saat gas air mata ditembakkan ke abeberapa area Stadion Kanjuruhan, termasuk di tengah lapangan, membuat tidak hanya penonton yang menyelamatkan diri tapi juga aparat. (Tangkap layar akun Youtube Kompas TV)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan hasil temuan atas Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022.

Salah satu temuannya yaitu ihwal penggunaan gas air mata dalam penguraian massa saat kericuhan di dalam stadion terjadi.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, banyak pasukan yang melakukan tembakan gas air mata.

Penembak bukan cuma dari pihak Brigade Mobil (Brimob) Polri.

"Bahwa yang melakukan penembakan gas air mata tidak hanya Brimob, tapi juga personel Shabara," ujar Beka di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (2/11/2022).

Beka menuturkan, pelontar gas air mata yang digunakan Brimob merupakan laras licin panjang. 

Amunisinya yakni selongsong kaliber 37 dan 38, press ball super pro kaliber 44 serta antirayet agl. Semua amunisinya kedaluwarsa.

"Adapun amunisi gas air mata yang digunakan merupakan stok tahun 2019 dan sudah expired atau kedaluwarsa," tutur Beka.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Komnas HAM: Perintah Penembakan Gas Air Mata dari Diskresi Masing-masing Pasukan

Pihak match komisioner juga tidak melarang petugas yang membawa gas air mata. 

Padahal, ujar Beka, mereka mengetahui petugas membawa gas yang dilarang FIFA itu.

"Selain itu match komisioner juga menyatakan tidak mengetahui bahwa penggunaan gas air mata itu dilarang," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini