TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas anggota Polisi Ismail Bolong menjadi sorotan, setelah mengaku menyetor miliaran rupiah ke petinggi Polri lewat keuntungan tambang ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim).
Pengakuan Ismail Bodong mengingatkan pada kasus yang menjerat terpidana pencucian uang dan pembalakan liar Labora Sitorus.
Nama Labora mencuat setelah adanya laporan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebut transaksi keuangannya mencapai Rp 1,5 triliun pada 2013 silam.
Jumlah tersebut merupakan akumulasi transaksi dari tahun 2007 hingga 2012.
Kemudian kepolisian pun melakukan penyelidikan sampai akhirnya didapat bisnis haram yang dilakukan Labora.
Labora Sitorus memiliki bisnis penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal, selain itu ia pun melakukan bisnis jual beli kayu ilegal yang ia kelola lewat PT Seno Adi Wijaya dan PT Rotua yang dikelola keluarganya.
Labora sudah berdinas di Papua selama 27 tahun dan bisnisnya pun sudah berjalan bertahun-tahun, sehingga wajar bila transaksi di rekeningnya mencapai Rp 1,5 triliun.
Bareskrim Polri pun saat itu mengirimkan timnya ke Papua untuk mengusut kasus tersebut.
Bulan Mei 2013, Labora pun menjadi tersangka kasus Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal yang saat ini ditangani Polda Papua dan Bareskrim Polri.
Tidak terima menjadi tersangka, Labora pun mengadu ke Kompolnas.
Karena tidak memenuhi panggilan penyidik, Labora pun diciduk tim gabungan Bareskrim Mabes Polri dan Polda Papua usai menemui komisoner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Jakarta, Sabtu (18/5/2013) malam.
Labora kemudian mendekam di Tahanan Bareskrim Polri, Minggu (19/5/2016).
60 rekeningnya pun saat itu diblokir untuk kepentingan penyidikan.
Dalam kasus Labora ini dua Kapolres pun dicopot saat itu karena dianggap ikut menikmati uang haram dari Labora.