Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Subvarian XBB punya potensi membahayakan karena dapat menginfeksi masyarakat ketika kondisi mereka sedang rawan.
Hal ini diungkapkan oleh epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith, Australia, dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH,
Konteksnya adalah kondisi sebagian besar penduduk yang belum memperoleh vaksin booster.
Apalagi, anak-anak berusia di bawah 6 tahun belum boleh divaksin sama sekali.
Baca juga: Jubir Pemerintah Sebut Ada Kenaikan Kasus Covid-19, Disinyalir karena Subvarian XBB
“Vaksin booster masih menjadi PR karena belum terlaksana memadai, mentok di 27 persen. Ini berbahaya. Terutama risiko pada kelompok-kelompok rawan,” ungkap Dicky pada keterangan resmi, Kamis (10/11/2022).
Oleh karenanya, lanjut dia, vaksin booster harus digenjot. Sebab, subvarian XBB muncul di tengah modal imunitas yang semakin tergerus.
Dicky menduga naiknya angka kematian kemungkinan besar dipicu kasus XBB.
Subvarian ini memiliki kemampuan menulari dan menerobos pertahanan tubuh yang telah terbentuk oleh vaksinasi maupun infeksi sebelumnya.
Kekhawatirannya bertambah karena subvarian ini menyerang kalangan muda, bahkan yang sempat tertular COVID-19 hingga dua kali.
Baca juga: Kemenkes Prediksi Lonjakan Kasus Subvarian Omicron XBB Terjadi di Akhir Tahun
Kalau sudah begitu, kondisi mereka lebih rawan karena sudah seperti komorbid atau lansia yang daya tahan tubuhnya berkurang.
“Ketika modal imunitas yang dicapai dengan booster terlambat dilakukan, kemungkinan angka kematian bisa lebih tinggi,” ujarnya.
Untuk itu, Dicky berpesan pemerintah dan masyarakat perlu waspada.
Metode 3T harus kembali digalakkan ssperti testing untukmenemukan kasus infeksi).
Kemudian tracing dengan menelusuri kasus dan treatment untuk menindaklanjuti yang tertular.
Masyarakat juga harus kembali menjalankan prosedur kesehatan secara ketat.
Apabila ingin pandemi cepat selesai, perlu penanganan konsisten serta respons setara bagi semua daerah.
Jika tidak demikian, virus niscaya leluasa menginfeksi dan cepat beradaptasi dengan penanganan yang telah dilakukan.
“Karena adanya subvarian baru ini akan sangat bergantung pada seberapa besar cakupan vaksinasi (booster) yang protektif di masyarakat,” tegasnya.
Namun protokol kesehatan abai dan modal imunitas tak tercapai, akhir pandemi bisa mundur.
"Bahkan bisa saja muncul hal buruk, lahirnya varian lain,” pungkasnya.