Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) disebut tidak pernah melaporkan progres penggunaan dana bantuan sosial dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) selalu pemberi bantuan untuk korban pesawat Lion Air JT610.
ACT sendiri merupakan pihak ketiga yang ditunjuk oleh Boeing memberikan bantuan sosial tersebut.
Keterangan itu terungkap dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Sampai dengan saat ini Yayasan ACT belum mengirimkan progress pekerjaan kepada Boeing terkait dengan implementasi pengelolaan dana sosial," kata jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan, Selasa (15/11/2022).
Padahal dalam perjanjian kerjasama atau klausul yang ada pada protokol Boeing, sejatinya ACT harus melaporkan progres penggunaan dana donasi itu.
"Namun, berdasarkan klausul yang ada pada protokol Boeing, Yayasan ACT wajib melaporkan hasil pekerjaannya," kata jaksa.
Menurut jaksa, terdapat 68 ahli waris yang menyetujui kalau ACT sebagai pengelola dana dari Boeing untuk pembangunan fasilitas sosial.
Baca juga: ACT Klaim Ditunjuk Langsung dari Boeing untuk Kelola Dana Sosial Keluarga Korban Lion Air JT-610
Di mana setiap ahli waris atau setiap proyek yang dikerjakan oleh ACT itu bernilai USD144.500 atau jika dirupiahkan sekitar Rp2 Miliar, sehingga total dana sosial yang diterima oleh ACT dari BCIF sebesar Rp138 Miliar.
Sementara dalam klausul tersebut ada satu ahli waris yang mengajukan dua proyek sosial sehingga total ada 70 proyek yang harusnya dikerjakan oleh ACT.
"Proyek yang dikelola oleh Yayasan ACT terkait dengan dana sosial/CSR dari boeing berjumlah 70 proyek dari 68 ahli waris," ujar jaksa.
Sebagai informasi, BCIF merupakan bagian dari program Boeing untuk memberikan dana sosial terkait kecelakaan Lion Air 610 kepada ACT.
ACT rencananya menggunakan dana itu untuk pembangunan fasilitas sosial, namun pada perjalannya, dari dana yang diterima sebesar Rp138,5 Miliar, dana yang terimplementasi digunakan oleh ACT untuk program sosial itu hanya Rp20.5 Miliar.
Sedangkan sisanya atau senilai Rp117,98 Miliar diduga diselewengkan oleh para petinggi ACT termasuk pendiri sekaligus mantan Presiden ACT Ahyudin; Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar serta Dewan Pembina ACT Hariyana Hermain.
Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa pasal 374 subsider 372 KUHP juncto pasal 55 ayat ke 1 ke 1 KUHP soal Tindak Pidana Penggelapan dan/atau Penggelapan Dalam Jabatan dan/atau Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Tindak Pidana Yayasan.