TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan sejumlah catatan perbaikan bagi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang belum berjalan optimal.
Sebagian BUMD yang seharusnya menjadi salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD), belum mampu menjadikan daerahnya mandiri secara fiskal karena masih bergantung pada dana transfer pemerintah pusat.
Data KPK mencatat saat ini BUMD yang ada di seluruh wilayah Indonesia ialah 959 dengan total aset mencapai Rp854,9 triliun.
Sayangnya, sebanyak 274 BUMD mengalami kerugian, 291 BUMD sakit (rugi dan ekuitas negatif), 17 BUMD kekayaan perusahaannya lebih kecil daripada kewajibannya (ekuitas negatif), 186 BUMD memiliki posisi Dewan Pengawas dan Komisaris yang lebih banyak daripada Direksi, dan 60 persen BUMD tidak memiliki Satuan Pengawas Internal (SPI).
Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK Didik Agung Widjanarko menjelaskan, belum optimalnya BUMD tersebut juga terjadi di Kalimantan Timur yang notabene memiliki kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) melimpah.
Sumber itu salah satunya berasal dari sektor pertambangan—yang menyumbang lebih dari 40% perekonomian di Kaltim dengan komoditas utamanya ialah minyak, gas, dan batu bara.
Demikian disampaikan Didik dalam seminar 'Optimalisasi Pendapatan Daerah dari Sektor Pertambangan Melalui BUMD' yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube KPK RI, Rabu (16/11/2022). Acara tersebut juga rangkaian dari acara Road to Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia).
Baca juga: KPK Selisik Dugaan Korupsi Sistem Tap In Tap Out Transjakarta
“Dengan adanya peluang yang bisa digunakan, rekan-rekan daerah harus (memperbaiki) tata kelola BUMD. Kami siap mendukung, mendampingi, mengoptimalkan agar BUMD bisa bekerjasama dengan BUMN,” kata Didik, Rabu (16/11/2022).
Menuruk Didik, dengan tata kelola BUMD yang baik, maka pendapatan yang diperoleh akan jauh lebih besar.
Nantinya keuntungan itu dapat digunakan untuk melakukan pembangunan di daerah yang dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Perbaikan tata kelola BUMD di Kaltim bukan tanpa alasan.
KPK melihat banyak BUMD yang tak memperoleh keuntungan padahal ada kontribusi negara di BUMD melalui penyertaan modal daerah.