TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setidaknya ada sembilan pasal dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) perlu direvisi agar tidak multitafsir.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Yan Permenas mengatakan hal itu di gedung DPR RI, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Selasa (22/11/2022).
Menurut Yan Permenas, sembilan pasal tersebut di antaranya: pasal 40, pasal 26, dan pasal 29.
Pasal-pasal tersebut menurut Yan Permenas perlu ketegasan dan lebih rigid lagi agar tidak menimbulkan permasalahan dalam penegakannya.
Namun, Yan Permenas mengaku usulnya tersebut bisa bertambah bila UU ITE masuk dalam pembahasan dalam rapat antara pemerintah dengan DPR nantinya.
DPR Bacakan Surpres Revisi UU ITE
Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa DPR sudah menerima Surat Presiden (Surpres) revisi Undang-Undang (RUU) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penerimaan Surpres itu dibacakan dalam rapat paripurna ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023.
"Perlu kami beritahukan bahwa pimpinan DPR sudah menerima surat dari Presiden nomor: R58 tanggal 16 Desember tentang rancangan UU perubahan kedua UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE," kata Puan dalam rapat di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (17/11/2022(.
Selain surpres RUU ITE, Puan membaca juga surat kedua dari pemerintah, yakni surat bernomor R45 tentang RUU Persetujuan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah India mengenai kerja sama pertahanan.
Baca juga: DPR Bacakan Surpres Revisi UU ITE yang Telah Dikirim Pemerintah Tahun Lalu
Baca juga: Pembahasan Revisi UU ITE Tunggu Komisi I DPR Selesaikan RUU PDP
Berikutnya, DPR juga menerima Surpres Nomor R46, R52, R54, R55, R57, R59.
"(Surat itu) perihal permohonan pertimbangan atas pencalonan duta besar Indonesia untuk negara sahabat," ucap Puan.
Lebih lanjut, DPR juga disebut menerima surat R48 perihal pembahasan RUU tentang pengesahan Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir (Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons).(*)