Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Kabag Gakkum Provos Divisi Propam Polri, Kombes Susanto Haris ternyata yang mengambil baju dinas milik Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J usai proses autopsi jenazah di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Hal itu terungkap dalam kesaksian terdakwa dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice Arif Rachman Arifin.
Arif Rahman dihadirkan oleh jaksa penuntut umum dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada Eliezer, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf, Senin (28/11/2022).
Baca juga: AKBP Arif Rahman Ngaku Ditegur Ferdy Sambo Gara-gara Lihat CCTV
Mulanya, Arif mengaku tidak mengetahui secara pasti kalau jenazah yang sedang diautopsi merupakan almarhum Brigadir J.
"Setelah selesai (autopsi) karena Kombes Susanto mau mengambil baju yang bersangkutan, baru saya tahu kalau ternyata itu adalah ajudannya Bapak Ferdy Sambo," kata Arif dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Dari situ, Arif baru mengetahui kalau ternyata jenazah tersebut merupakan ajudan Ferdy Sambo atau lebih tepatnya Brigadir Yoshua.
Hal itu terkuak dari baju dinas Brigadir Yoshua yang diambil oleh Kombes Susanto.
"Tahu dari mana?" tanya hakim.
"Karena Pak Susanto bilang mau ambil baju dinas," jawab Arif.
"Baju dinas siapa?" tanya hakim.
"Almarhum Yoshua," kata Arif.
Mendengar jawaban dari Arif, majelis hakim lantas menanyakan soal pengetahuan Arif yang sudah tiga jam berada di lokasi autopsi.
Kata Arif, dirinya sempat menanyakan kepada penyidik, namun penyidik mengaku tidak mengetahui insiden yang sebenarnya terjadi.
"Jadi selama lebih dari 3 jam menunggu, saudara tidak tanya-tanya ada peristiwa apa, dan bagaimana?" cecar hakim kepada Arif.
"Sempat bertanya kepada penyidik, tapi penyidik belum tahu kejadiannya seperti apa," jawab Arif.
Tak hanya itu, Arif Rahman Arifin juga menyatakan kalau dirinya diminta untuk membeli peti jenazah.
Perintah itu kata Arif datang dari mantan atasannya yakni Agus Nurpatria usai Yoshua diautopsi di Rumah Sakit Polri Kramat Jati.
"Kemudian ketika saudara tahu jenazah itu Yoshua, ajudan dari FS apa yang saudara ketahui selanjutnya?" tanya lagi hakim Wahyu.
"Kemudian Kombes Agus (Nurpatria) saya laporkan sudah mau selesai untuk autopsi, beliau meminta saya untuk mencarikan peti jenazah," ucap Arif.
Dari situ, Arif mengaku mendapat perintah dari Agus Nurpatria yang merupakan atasannya saat itu di Biro Paminal Polri untuk mencarikan peti jenazah terbaik.
Kata Arif, dirinya langsung membeli peti jenazah tersebut di Rumah Sakit Polri.
"Saya carikan di rumah sakit, saya lapor ada beberapa pilihan kemudian Kombes Agus menyampaikan carikan yang terbaik," kata Arif.
"Kami carikan, kemudian kami poto beliau (Agus Nurpatria) acc, saya bayarkan kemudian disiapkan yang mulia," sambungnya.
"Saudara beli di mana?" tanya majelis hakim Wahyu.
"Di rumah sakit," jawab Arif.
Setelahnya, Agus Nurpatria memberikan pesan kepada Arif untuk menyerahkan peti jenazah itu ke Kabag Gakkum Provost Div Propam Polri Kombes Susanto Haris.
Sebab, Susanto menjadi salah satu pihak yang turut mengurusi jenazah Yoshua hingga dikirimkan ke keluarganya di Jambi.
"Disampaikan bahwasanya nanti tolong dikawal sama Kombes Susanto sampe bandara karena mau diberangkatkan ke Jambi. Kemudian selesai, autopsi (jenazah Yoshua) masuk ke peti," kata Arif.
Sebagai informasi, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.