Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu perkembangan proses penanganan kasus dugaan gratifikasi atau pemberian uang koordinasi terkait tambang batubara ilegal Aiptu (purn) Ismail Bolong di Kalimantan Timur, oleh penyidik Bareskrim Polri.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan, sementara kasus dugaan pemberian uang koordinasi atau bekingan kegiatan tambang batubara ilegal yang dilakukan mantan Anggota Satuan Intelkam Polresta Samarinda itu masih ditangani Mabes Polri.
"Wah itu kan domainnya Bareskrim dulu ya," kata Karyoto dalam keterangannya, Selasa (29/11/2022).
Menurut dia, KPK akan terbuka apabila penyidik Mabes Polri mau bekerja sama untuk mengusut atau menindaklanjuti laporan hasil penyelidikan (LHP) Divisi Propam Polri terkait dugaan pemberian uang koordinasi tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
Maka dari itu, Karyoto berkata bahwa KPK masih menunggu dan melihat perkembangan kasus tersebut yang ditangani internal Bareskrim Polri.
Baca juga: Ferdy Sambo Jawab Tudingan Lepas Kasus Tambang Ilegal Ismail Bolong: Proses Propam Sudah Selesai
"Kalau ada kerja sama dengan kita (KPK), tentunya diproses secara biasa. Ada laporan, diproses. Ya kita lihat sampai sejauh mana," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Polhukam Mahfud MD menyatakan bakal melakukan koordinasi dengan KPK untuk menindaklanjuti video pengakuan Ismail Bolong yang memberi uang koordinasi dalam kegiatan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
"Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain," kata Mahfud.
Baca juga: Bareskrim Ancam Jemput Paksa dan Jadikan Ismail Bolong Buronan Jika Tak Hadir Pemeriksaan Hari Ini
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo pun sudah menguak soal keterlibatan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dalam tambang ilegal di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Hal itu sesuai pernyataan mantan anggota polri Ismail Bolong.
Kemudian, Ferdy Sambo turut membenarkan bahwa adanya penanda tanganan terhadap surat laporan hasil penyelidikan terkait tambang ilegal yang menyeret nama Komjen Agus Andrianto.
"Ya sudah benar itu suratnya," ujar Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Selasa (22/11/2022).
Baca juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit: Ismail Bolong Sedang Diburu, Proses Pidana Harus Ada Alat Bukti Kuat
Namun demikian, Sambo enggan merinci secara detail terkait dugaan kasus tambang ilegal yang melibatkan Kabareskrim Polri.
Ia hanya meminta untuk menanyakan hal tersebut kepada petugas yang memiliki kewenangan.
"Tanya ke pejabat yang berwenang, kan surat itu sudah ada," ucap Sambo.
Selain itu, mantan Karopaminal Divisi Propam, Hendra Kurniawan juga membenarkan terkait laporan pemeriksaan penyelidikan terkait dugaan tambang ilegal yang berada di Desa Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara.
"(LHP penyelidikan) Betul ya betul," ujar Hendra di PN Jakarta Selatan, Kamis (24/11/2022).
Kemudian, ia mengaku memeriksa orang-orang yang terlibat dalam dugaan setoran uang tambang ilegal di Kalimantan Timur.
LHP itu bernomor R/ND-137/III/WAS.2.4./2022/ Ropaminal tertanggal 18 Maret 2022 dan ditandatangani Hendra Kurniawan.
Dalam hal tersebut, Hendra mengaku langsung yang memeriksa orang yang terlibat dalam tambang ilegal di Kalimantan Timur, yakni salah satunya Ismail Bolong.
"Betul ya saya (periksa Ismail Bolong)," kata Hendra sambil tersenyum.
Hendra tak bicara banyak mengenai hal ini. Dia hanya menegaskan LHP itu tidak fiktif.
"Tanyakan pada pejabat yang berwenang aja ya. Kan ada datanya, nggak fiktif," kata Hendra.
Sementara Kepala Bareskrim Komjen Agus Andrianto menanggapi pengakuan Sambo dan Hendra Kurniawan yang menandatangani LHP Divisi Propam terkait dugaan pemberian gratifikasi oleh Ismail Bolong.
Menurut dia, Ferdy Sambo dan Hendra saja menutupi kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat.
“Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup. Maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi,” kata Agus pada Jumat (25/11/2022).
Menurut dia, berita acara pemeriksaan perkara (BAP) juga bisa direkayasa dan dibuat dengan penuh tekanan.
Bahkan, ia mencontohkan kasus BAP Irjen Teddy Minahasa yang dicabut semua terkait kasus bisnis narkoba.
"Liat saja BAP awal seluruh tersangka pembunuhan alm Brigadir Yoshua, dan teranyar kasus yang menjerat IJP TM yang belakangan mencabut BAP juga,” ujar dia.