News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rancangan KUHP

Wamenkumham Sebut Hasil Diskusi Masyarakat, Pemerintah, dan DPR Dimasukkan dalam RKUHP

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej usai menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas soal RKUHP di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/11/2022).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah masukan terkait Rancangan Kitab Undangan-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hasil diskusi antara masyarakat, pemerintah, dan DPR telah tertuang dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang kini sudah disetujui dalam persetujuan tingkat pertama untuk dimasukkan dalam RKUHP.

Demikian hal ini disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej usai menghadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas soal RKUHP di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (28/11/2022) kemarin.

“Teman-teman ICJR yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil itu aktif sekali melakukan diskusi dengan kami tim pemerintah, maupun dengan fraksi-fraksi di DPR, sehingga ada beberapa item yang kemudian kita masukkan dalam RKUHP dan kemudian itu telah disetujui dalam persetujuan tingkat pertama,” ujarnya.

Eddy, sapaan akrab Wamenkumham itu menuturkan bahwa sejumlah poin yang telah dibahas dan mengalami perubahan yaitu mulai dari hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law, pidana mati, hingga pencemaran nama baik.

Terkait pidana mati, ia mengatakan bahwa dalam RKUHP yang baru pidana mati dijatuhkan secara alternatif dengan masa percobaan.

Baca juga: Pimpinan DPR Pastikan RUU KUHP Segera Disahkan Jadi UU Dalam Rapat Paripurna

“Artinya, hakim tidak bisa langsung menjatuhkan pidana mati, tetapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun. Jika dalam jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati itu diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun,” paparnya.

Kemudian, pemerintah juga menambahkan pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah dengan sejumlah pembatasan.

Penghinaan terhadap pemerintah dalam pasal tersebut terbatas pada lembaga kepresidenan, sedangkan penghinaan terhadap lembaga negara hanya terbatas pada lembaga legislatif yaitu DPR, MPR, dan DPD, serta lembaga yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

“Baik dalam penjelasan pasal yang berkaitan dengan penyerahan harkat dan martabat Presiden, maupun penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, kami memberikan penjelasan seketat mungkin yang membedakan antara penghinaan dan kritik,” kata Eddy.

Dalam RKUHP tersebut, pemerintah juga menghapus pasal terkait pencemaran nama baik dan penghinaan yang tertuang dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Eddy berharap dengan memasukkan ketentuan UU ITE dalam RKUHP disparitas putusan dapat diminimalisasi.

“Untuk tidak terjadi disparitas dan tidak ada gap maka ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang ITE itu kami masukkan dalam RKUHP, tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian, dengan sendiri mencabut ketentuan-ketentuan pidana khususnya pasal 27 dan pasal 28 yang ada dalam undang-undang ITE,” imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini