TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit menjadi saksi untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Chandrawathi, Selasa (29/11/2022) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas perkara pembunuhan Brigadir J.
Dalam momen tersebut, Ridwan Soplanit mengungkapkan uneg-unegnya pada Ferdy Sambo.
Terang-terangan Ridwan Soplanit bertanya pada Ferdy Sambo mengapa dirinya dikorbankan.
Mengapa Ridwan Soplanit dan sejumlah polisi lainnya ikut diseret dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Dampaknya kini karir para polisi yang terseret itu kian suram.
Ridwan Soplanit mengaku dirinya kena hukuman demosi 8 tahun, dipindah ke Yanma Polri dan gagal sekolah.
Merespons pertanyaan Ridwan Soplanit, Ferdy Sampo pun meminta maaf secara langsung.
Momen ini terjadi di sela-sela persidangan lanjutan perkara tegasnya Brigadir J.
Karier di Polri Terhambat Gara-gara Ferdy Sambo, Ridwan Soplanit: Kenapa Kami Dikorbankan?
Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit kembali dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Ridwan dihadirkan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi secara langsung dalam ruang sidang.
Di persidangan, Ridwan turut mengungkapkan perasaannya kepada Ferdy Sambo.
Kata dia, akibat terseret kasus tewasnya Nofriansyah Yoshua Hutabarat kariernya di Polri harus terhambat.
Hal itu bermula atas pertanyaan majelis hakim PN Jakarta Selatan kepada Ridwan soal sanksi apa yang diterimanya karena kasus ini.
"Saudara mendapatkan hukum apa?" tanya majelis hakim Wahyu Iman Santosa dalam persidangan.
"Demosi yang mulia," kata Ridwan.
"Demosi selama?" tanya lagi hakim Wahyu.
"8 tahun yang mulia," kata Ridwan.
Dari situ majelis hakim menanyakan apa kesalahan Ridwan Soplanit dalam kasus ini sehingga harus menerima demosi atau pemberhentian kenaikan pangkat di Polri.
Kata Ridwan, dirinya disebut tidak profesional saat menjalankan tugas yang saat itu merupakan pimpinan tim olah TKP pertama di rumah dinas.
"Atas kesalahan apa?" tanya lagi hakim.
"Kurang profesional yang mulia," jawab Ridwan.
"Di mana letak tidak profesional?" timpal Hakim Wahyu.
"Mulai dari oleh TKP yang mulia, kemudian barang bukti diambil alih oleh pihak lain," jawab Ridwan.
Akibatnya kata Ridwan, saat ini dirinya harus ditempatkan di Divisi Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Tak hanya itu, Ridwan juga mengaku tak bisa melanjutkan sekolah dinasnya untuk melanjutkan ke pangkat yang lebih tinggi.
"Dan saudara akhirnya terhambat untuk melanjutkan karir saudara?" tanya majelis hakim.
"Betul yang mulia," jawab Ridwan.
"Akibat peristiwa ini?" tanya lagi hakim memastikan.
"Betul yang mulia," jawab Ridwan.
Dalam kesempatan ini, akhirnya, Ridwan Soplanit meminta kesempatan untuk berbicara kepada Ferdy Sambo.
Secara garis besar, Ridwan menyesal kenapa Ferdy Sambo harus melibatkan dirinya dalam perkara ini.
"Mungkin sebelum saya beralih yang lain. Pertanyaan saya ke pak Sambo, kenapa kami harus dikorbankan dalam masalah ini?" ucap Ridwan.
Diketahui, dalam perkara ini ada puluhan anggota polri yang terkena sanksi etik profesi dan sebagian besarnya dipindahkan posisinya serta bahkan ada beberapa yang diputus pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Ridwan Soplanit Mengaku Tak Berani Tolak Skenario Ferdy Sambo karena Takut Dicopot dari Polri
Mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Ridwan Soplanit mengungkap, ketakutannya kalau dia tidak mengikuti skeanrio dari mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo soal kasus tewasnya Yoshua.
Ketakutan itu diungkap Ridwan dalam sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (29/11/2022). Ridwan dihadirkan oleh jaksa dalam kapasitasnya sebagai saksi.
Mulanya, Ridwan menyatakan kalau dirinya diperintah Ferdy Sambo untuk membuat berita acara interogasi (BAI) Putri Candrawathi.
Di situ, Ferdy Sambo mengarahkan dengan skenario seolah-olah terjadi pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi oleh Yoshua.
"Kemudian saya panggil untuk masalah pelecehan saya panggil Kanit PPA saya, kemudian saya panggil beberapa penyidik saya untuk berbicara terkait dengan kronologis yang dibawa oleh AKBP Arif saat itu," kata Ridwan dalam persidangan.
Baca juga: Terbongkar Laporan Polisi hingga Berita Acara Interogasi Dibuat Sesuai Pesanan Ferdy Sambo
Setelahnya, Ridwan langsung menemui atasnya yakni Kapolres Jakarta Selatan yang saat itu dijabat oleh Kombes Pol Budhi Herdi Susianto.
Kepada Budhi Herdi, Ridwan turut melaporkan apa yang menjadi perintah dari Ferdy Sambo.
"Saya sampaikan 'mohon izin komandan, ini ada AKBP Arif diperintahkan Pak FS untuk buat BAI karena Bu Putri saat itu kondisinya belum bisa ke Polres karena alasannya saat itu lagi trauma', akhirnya didatangi oleh AKBP Arif terkait dengan lembaran kronologis tersebut," kata dia.
"Kemudian dibuatkan BAI saat itu. Setelah satu jam kita diperintahkan Kapolres kita ke Saguling untuk membawa BAI tersebut ke Saguling," ucap Ridwan.
Mendengar pernyataan itu, majelis hakim menanyakan kepada Ridwan, apakah kedatangan dari Arif ke Polres Jaksel tanpa diikutkan Putri Candrawathi.
"Saat itu dibuat di Polres Jaksel, tanpa kehadiran Bu Putri? hanya mendengarkan penjelasan Arif?" tanya hakim Wahyu.
"Kronologisnya yang dibawa. Yang AKBP Arif sampaikan bahwa itu kronologis dari Bu Putri yang disampaikan kepada beliau," ujar Ridwan Soplanit.
"Wajar ga begitu?" tanya lagi hakim.
"Untuk itu saya menyampaikan ke Kapolres untuk hal tersebut," jawab Ridwan di persidangan.
"Ya wajar ga BAI dibuat tanpa kehadiran orangnya?" tanya Hakim menegaskan.
"Tidak wajar yang mulia," dijawab Ridwan.
Dari situ lantas majelis hakim menanyakan kenapa Ridwan Soplanit tidak menolak hal tersebut.
Singkatnya, proses BAI ke Polres Jakarta Selatan itu kata Ridwan tidak sesuai dengan prosedur yang ada, namun dirinya mengaku takut karena ada sanksi pemecatan.
"Maksudnya saudara sebagai Kasat, dan saudara Arif datang mewakili PC. Nah itu suatu ga lazim dan jelas di luar prosedur. Kenapa anggota saudara langsung buatkan padahal saudara jelas katakan menolak?" tanya hakim menegaskan.
"Ya saat itu Pak Arif sampaikam bahwa ini perintah Pak FS. Kemudian saya dengarkan seperti itu, saya juga laporkan ke pimpinan saya," kata Ridwan.
"Enggak, saudara kan sempat menolak, saudara melaporkan pimpinan, tetapi anggota saudara tetap kerjakan. Artinya enggak sinkron. Seberapa besar ketakutan anggota saudara sama saudara FS saat itu?" timpal Hakim Wahyu.
"Ya saat itu Pak FS sebagai Kadiv Propam," jawab Ridwan.
"Coba gambarkan, kenapa itu di luar prosesur tetap dijalankan? Apa sih yang dirasakan oleh Polres Jaksel saat itu?" cecar Hakim.
"Ya karena kita berhadapan dengan seorang Kadiv Propam, Yang Mulia, dan kita melihat memang dari awal di TKP kan perangkat dari Propam juga mereka sudah ada di situ, sehingga memang yang kita bayangkan kota dalam pengawasan Kadiv Propam Mabes," jawab Ridwan.
"Terburuknya, kalau saudara sempat nolak apasih selain dicopot?" tanya lagi hakim.
"Dicopot yang mulia," tukas Ridwan.
Ferdy Sambo Minta Maaf ke Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan di Persidangan
Ferdy Sambo melontarkan permohonan maaf kepada Mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Soplanit di persidangan pada Selasa (29/11/2022).
Permintan maaf itu disampaikannya sebagai respon atas pernyataan Ridwan bahwa Sambo telah mengorbankan dia dan rekan-rekannya dalam perkara dugaan pembunuhan berencana.
"Terkait dengan pernyataan kenapa saya harus mengorbankan para penyidik, saya ingin menyampikan permohonan maaf kepada adik-adik saya," kata Sambo di dalam persidangan.
Dia meminta maaf atas keterangan bohong yang disampaikannya pada awal penyidikan oleh Polres Metro Jakarta Selatan.
"Karena saya sudah memberikan keterangan tidak benar di awal-awal," ujarnya.
Dalam permohonan maafnya, Sambo juga mengungkapkan, telah berupaya menyampaikan kepada Komisi Kode Etik Polri agar para penyidik Polres Jakarta Selatan tak dihukum.
"Pada sidang kode etik, di semua pemeriksaan saya sudah sampaikan adik-adik ini enggak salah. Saya yang salah."
Sayangnya, mereka tetap dijatuhi sanksi etik karena dianggap mengetahui peristiwa pembunuhan ini.
Oleh sebab itu, dia menyatakan perasaan menyesal atas kejadian tersebut.
"Saya bertanggung jawab karena mereka seperti ini menghadapi proses mutasi. Sehingga saya setiap berhubungan penyidik dan adik-adik saya, saya pasti akan merasa bersalah," kata Sambo.
Tak hanya Sambo, Putri Candrawathi pun turut melontarkan permohonan maaf atas sanksi yang telah diterima para penyidik Polres Metro Jakarta Selatan.
"Saya dan keluarga memohon maaf kepada bapak-bapak anggota Polri yang hadir hari ini sebagai saksi. Mereka harus menghadapi semua ini dan harus mendapatkan hambatan dalam berkarir," kata Putri di dalam persidangan. (tribun network/thf/Tribunnews.com)