"Berbeda," jawab Radite.
Mendengar jawaban itu, Hakim lantas mencecar soal kinerja dari Radite yang ternyata, persoalan dokumen yang bisa luput dari tugasnya selaku Wakil Kepala Detasemen C Biro Paminal Divisi Propam Polri.
"Persoalannya begini, saudara ini ketika diperiksa dalam BAP, apakah saudara ini diceritakan atau saudara mencari tahu?" tanya hakim.
"Kami diberikan penjelasan," jawab Radite.
"Saudara hanya menjadi orang yang diam saja dan tidak melihat keterkaitan dengan penjelasan tadi, atau saudara menelisik penjelasan itu dari mana?" tanya hakim lagi.
"Tidak (tidak menelisik penjelasan penyidik)" ucap Radite.
Karena hal itu, Radite dianggap bekerja secara pasif dan tidak memeriksa kembali hingga membuat kesimpulan sendiri.
"Ini persoalannya, karena pemeriksaan disini disuruh baca, tidak melakukan cross check tiba-tiba muncul pernyataan yang tadi dipertanyakan. Makanya tadi ditunjukkan seperti ini akan berbeda lagi. Narasi sudah diceritakan, ketika ditanyakan seperti ini kan enggak tahu, jadi tolong kapasitas seperti biasa saja, tugasnya apa, itu yang ditanyakan," tegas hakim.
"Paling tidak saudara mendengar informasi kroscek kemudian analisa berkaitan dengan tugas saudara ya. dan itu pun tidak boleh berpendapat, ada aturan-aturannya. Makanya kalau tadi disimpulkan pertanyaannya, dikatakan saudara anda melanggar," sambung hakim.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.