TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah anggota Polri yang termakan skenario Ferdy Sambo terkait kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mengungkap nasib mereka saat ini.
Seperti eks Kasubnit I Subdit III Bareskrim Polri Irfan Widyanto yang kini menjadi terdakwa obstruction of justice dalam kasus kematian Brigadir J.
Irfan Widianto mengaku dirinya sedih karena akibat perbuatan Ferdy Sambo karirnya di kepolisian pun hancur.
Padahal apa yang dilakukan dirinya saat itu hanya menjalankan perintah atasan.
"Saya menjalankan perintah namun ternyata ada perintah tersebut disalahartikan," ucap Irfan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022).
"Maksudnya disalahartikan?" tanya hakim.
Baca juga: Sosok Perempuan Menangis Dibongkar, Giliran Ferdy Sambo Minta Bharada E Harus Dipecat
"Menurut saya, itu perintah yang wajar dan normal namun kenapa saya yang dipidanakan," jawab Irfan heran.
Irfan mengaku sedih karena dirinya tak bisa melanjutkan karir di kepolisian.
"Karir saya masih panjang," jawab Irfan.
Tak hanya Irfan Widyanto, Mantan Kabag Gakkum Polri Kombes Susanto Harris juga menyampaikan kekecewaannya karena ikut terseret kasus tewasnya Brigadir J.
Dengan nada terisak, dia mengaku kesal kepada Ferdy Sambo yang merupakan Jenderal Polisi.
"Kecewa, kesal, marah. Jenderal kok bohong, susah jadi jenderal. Keluarga kami, kami paranoid (cemas) nonton TV, media sosial," kata Susanto dalam persidangan.
Baca juga: Jeritan Hati Mantan Anak Buah Terseret Skenario Kasus Ferdy Sambo, Anak, Istri, Keluarga Menderita
Tak hanya itu, akibat terseret kasus ini, karirnya di kepolisian juga akan hancur.
Padahal Susanto mengaku sudah mengabdi di Korps Bhayangkara selama 30 tahun lamanya.
"Jenderal kok tega menghancurkan kami, 30 tahun saya mengabdi hancur di titik nadi terendah pengabdian saya," tutur dia.
Sebagai informasi, akibat terseret kasus ini Susanto dimutasi ke Yanma Mabes Polri dan didemosi selama 3 tahun dan ditempatkan khusus selama 29 hari.
"Belum yang lain-lain yang mulia, anggota-anggota hebat Polda Metro, Jakarta Selatan, bayangkan, kami Kabag Gakkum yang biasa memeriksa polisi yang nakal, kami diperiksa! Bayangkan bagaimana keluarga kami!," kata Susanto.
Baca juga: Pengacara Bharada E Heran Ferdy Sambo Bicara soal Perselingkuhan dalam Persidangan
Begitu juga dengan mantan Karo Provos Divisi Propam Polri Benny Ali.
"Ya kita ketahui yang kita ketahui. Kita terbawa-bawa, karena beritanya ternyata dari yang saya dapatkan selama ini, ternyata di prank," kata Benny dalam persidangan.
Benny juga mengaku istrinya pun merasa syok atas kasus ini.
"Ya kalau saya mungkin enggak. Tetapi sampai saat ini, istri saya itu shock, mau sidang ini shock," ucap Benny.
Benny mengaku, mendapat prank atau merasa tertipu dalam kasus ini selama satu bulan sejak penembakan.
Dirinya baru mengetahui kalau kasus yang sebenarnya terjadi yakni pada 8 Agustus 2022 sementara Yoshua tewas sejak 8 Juli 2022.
Baca juga: Ferdy Sambo Bantah Info Intelijen Kamaruddin Simanjuntak Soal Perempuan Menangis di Rumah Bangka
"Itu yang saya terima itu ya ini, terjadi seperti itu. Yang kita dapatkan seperti itu. Ternyata beda," ucap dia.
"Itu saya tahunya tanggal 5 Agustus mulai ribut di medsos. Tanggal 8 kalau enggak salah ada pernyataan resmi bahwa ini semuanya rekayasa," kata.
Tak hanya Benny, kekecewaan juga pernah diungkapkan Mantan Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nur Patria.
Mulanya Ferdy Sambo menjelaskan bahwa peristiwa tersebut merupakan tembak-menembak antara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.
Dijelaskan pula kepadanya bahwa peristiwa tembak-menembak itu diawali oleh pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap isteri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Namun menjelang dirinya ditempatkan khusus (Patsus) ke Pelayanan Mabes (Yanma) Polri, dia mendapati kenyataan yang berbeda.
Rupanya tidak terdapat insiden tembak-menembak, melainkan penembakan terhadap Brigadir J.
Informasi tersebut diperolehnya dari mantan Kepala Biro Paminal Divisi Propam Polri, Hendra Kurniawan.
"Waktu itu sebelum dipatsus, Pak Hendra sempat bilang ke saya: Gus, kita dikadalin," ujar Agus saat menjadi saksi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (28/11/2022).
Mendengar informasi itu, Agus pun langsung reflek mengeluarkan sumpah serapah.
"Anjing, kampret, masa kita dikadalin, bang," katanya menceritakan ulang ucapannya kepada Hendra.
Saat itu, Agus merasa kecewa karena telah dibohongi atasannya, Ferdy Sambo terkait kronologi peristiwa di rumah dinas Duren Tiga.
"Saya kecewa," ujarnya.
Menyikapi hal tersebut, Ferdy Sambo mengaku menyesal karena telah membuat skenario palsu yang membuat sejumlah mantan anak buahnya mendapat sanksi etik hingga pemecatan.
"Saya sedih sekali melihat mereka masih panjang usianya tapi harus selesai pada saat itu, sekali lagi saya minta maaf kepada kawan-kawan senior," kata Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ferdy Sambo mengaku akan bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.
"Saya salah, saya siap tanggungjawab kan apa yang saya lakukan, tapi saya tidak akan pertanggungjawabkan apa yang saya tidak lakukan, mohon maaf kepada senior," ucap Ferdy Sambo dengan suara bergetar.
Tak hanya Ferdy Sambo, istrinya Putri Candrawathi pun menyampaikan permohonan maaf.
"Mohon izin menyampaikan sedikit. Untuk abang dan adek junior, saya mohon maaf apabila abang dan mas harus melewati semua ini," kata Putri.
Kalimat tersebut disampaikannya dengan volume yang semakin melemah.
Isak tangis pun terdengar di ujung kalimat permohonan maaf itu.
Kemudian setelah sedikit jeda, dia melanjutkan pernyataannya.
"Saya hanya meminta maaf dan doa saya selalu untuk abang dan adik junior," katanya.
Lalu sembari menangis, dia mengungkapkan rasa terima kasih kepada para saksi yang telah hadir.
"Saya beserta keluarga memohon maaf dan berterima kasih," ujarnya dengan lirih.
Diketahui, Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
(Tribunnews.com/ Naufal Lanten/ Rizki Sandi Saputra/ Ashri Fadilla)