News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bom di Bandung

Soal Bom Bunuh Diri Astana Anyar, BNPT: Akibat Program Deradikalisasi yang Opsional

Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Tim Analisis dan Evaluasi Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rahmat Sori Simbolon

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pekan lalu terjadi bom bunuh diri Polsek Astana Anyar di Bandung, Jawa Barat.

Bom menewaskan 1 polisi dan korban pelaku serta sejumlah orang terluka.

Setelah diidentifikasi, polisi menemukan bahwa pelaku adalah seorang residivis atau pelaku tindak pidana serupa di masa lalu.

Pengulangan tindak pidana serupa, khususnya terorisme, disebut Koordinator Tim Analisis dan Evaluasi Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rahmat Sori Simbolon sebagai akibat dari pelaku yang tidak menerima program deradikalisasi.

“Sehingga dia itu keluar dengan bebas murni. Tanpa ada remisi, cuti sebelum bebas, tidak mendapatkan hak-haknya karena dia tidak mengikuti yang namanya deradikalisasi,” ujarnya dalam acara Quo Vadis Pemberantasan Terorisme di Indonesia menurut KUHP Baru: Suatu Catatan Akhir Tahun pada Senin (12/12/2022).

Baca juga: Dua Polisi Korban Ledakan Bom Bunuh Diri di Mapolsek Astana Anyar masih Dirawat di RS

Hal itu dapat terjadi sebab deradikalisasi di Indonesia masih merupakan sebuah program opsional atau pilihan.

“Karena dari persepektif hukum Indonesia, deradikalisasi itu adalah program perminatan. Tawaran kepada mereka untuk ikut," ujarnya.

Tak hanya program deradikalisasi yang menjadi sorotan, pemisahan sel di lapas pun dinilai penting untuk diperhatikan.

Sebab para pelaku terorisme rentan menyebarkan paham radikal kepada narapidana umum.

Kemudian bukan tak mungkin memunculkan narapidana terorisme (napiter) KW.

“Istilahnya napiter KW. Ini istilah yang diciptakan petugas lapas di Nusakambangan sana. Di mana ada napi umum menjadi radikal dan menjadi anggota mereka, akhrinya melakukan perbuatan terorisme,” kata Rahmat.

Padahal salah satu tujuan pemberantasan terorisme adalah mengurangi radikalisme.

Oleh sebab itu, Rahmat berharap pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat menjadi momentum untuk semakin menguatkan deradikalisasi di Indonesia.

“Ini adalah pekerjaan berat. Terlebih lagi KUHP ini ke depannya pasti akan banyak kesempatan untuk bisa digunakan dalam hal deradikalisasi” katanya.

Sebelumnya, bom bunuh diri telah dilakukan seorang pelaku berjenis kelamin laki-laki, saat anggota kepolisian di Polsek Astanaanyar sedang melakukan apel pagi pada Rabu (7/12/2022), pukul 08.20 WIB.

Pelaku kemudian menerobos barisan apel sambil menunjukkan senjata tajam yang membuat para anggota kepolisian langsung menghindar.

Saat itulah pelaku melakukan bom bunuh diri di lokasi.

Identitas sang pelaku pun disebut Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo merupakan mantan narapidana teroris (napiter) bernama Agus Sujatno alias Agus Muslim.

"Hasil pemeriksaan sidik jari dan kemudian kita lihat dari face recognition, Identik identitas Agus Sujatno biasa dikenal Agus Muslim," kata Listyo di Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022).

Listyo menyebut jika Agus pernah ditangkap terkait aksi terorisme di Cicendo, Bandung, Jawa Barat dan sudah sempat ditahan selama empat tahun penjara.

"Yang bersangkutan pernah ditangkap karena bom Cicendo. Sempat dihukum empat tahun. September 2021 lalu bebas. Kegiatan bersangkutan kita ikuti," ungkapnya.

Kemudian berdasarkan olah tempat kejadian perkara (TKP), didapati tumpukan kertas.

Kertas tersebut berisi protes penolakan pelaku aksi terorisme terhadap Rancangan KUHP (RKUHP) yang baru disahkan oleh DPR pada Selasa (6/12/2022).

"Di TKP kita temukan ada belasan kertas yang bertuliskan protes penolakan terhadap Rancangan KUHP yang baru saja disahkan," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini