TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebuah grup percakapan WhatsApp dibuat beberapa hari setelah Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J tewas ditembak di rumah dinas Ferdy Sambo Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Para anggota grup itu di antaranya adalah para tersangka yang kini duduk sebagai terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua, termasuk Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi.
Keberadaan grup WhatsApp itu diungkapkan oleh Adi Setya selaku ahli digital forensik yang dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Adi yang merupakan bagian dari Direktorat Tindak Pidana Siber Polri itu diminta keterangan sebagai ahli untuk Ferdy Sambo dkk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (19/12/2022).
Baca juga: Ferdy Sambo Dinilai Gagal Paham soal Syarat Pelaporan Pelecehan Seksual, Padahal Perwira Polri
Terungkapnya soal grup tersebut terungkap dari sebuah handphone yang disita penyidik.
Dalam kesaksiannya Adi menyebut grup WA tersebut dibuat oleh Ricky Rizal dan diberi nama 'Duren Tiga'.
Grup itu dibuat pada 11 Juli 2022 atau tiga hari usai Yosua tewas. Selain Ferdy Sambo dkk, dalam grup itu ada nama kontak 'Tuhan Yesus'.
Mulanya, pengacara Ricky Rizal menanyakan kepada Adi terkait kebenaran grup ’Duren Tiga’ dan nama-nama kontak yang berada dalam grup tersebut.
"Saudara Ahli tadi menjelaskan ada grup WhatsApp Duren Tiga ya? Pertanyaan kami siapa saja yang ada di dalam grup WhatsApp tersebut?" tanya pengacara Ricky Rizal.
"Anggota grup WhatsApp dengan nama 'Duren Tiga' tertampil di layar," ujar Adi.
"Sebutkan saja kalau tidak bisa ditampilkan di layar," kata pengacara.
"Pertama kontak WhatsApp atas nama Richard, kedua atas nama Ricky Wibowo, ketiga atas nama Damson Koban, berikutnya atas nama Deden, kemudian kontak atas nama Irjen Ferdy Sambo, kontak WhatsApp atas nama Putri Candrawathi, kontak WhatsApp atas nama Diryanto, kontak WhatsApp atas nama Om Kuat," kata Adi.
"Kontak WhatsApp atas nama SMD, kontak WhatsApp atas nama Tuhan Yesus, kontak WhatsApp atas nama Alfanzo, kontak WhatsApp atas nama Sadam, kontak WhatsApp atas nama Gusti Sejati, kontak WhatsApp atas nama Prayogi Diktara, kontak WhatsApp atas nama AR 19 dan kontak WhatsApp atas nama WTK 46," tambah Adi.
"Di dalam ada terdakwa ini 5 orang?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Iya," jawab Adi.
Adi menyebut handphone yang disita penyidik itu adalah milik Richard Eliezer.
Baca juga: Irfan Widyanto Tahan Tangis di Depan Ferdy Sambo, Terdiam dan Akui Ingin Marah pada Eks Jenderal
"Ini kan Ahli mentranskrip kan ya. Dari HP siapa saja? WhatsApp itu saudara transkripkan ke dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan itu dari HP siapa?" tanya pengacara.
"Barang bukti nomor 280 dari STP atas nama Richard," jelas Adi.
Jaksa kemudian menanyakan apakah ada percakapan di dalam grup WhatsApp itu.
"Sudah tidak ada," jawab Adi.
"Terdeteksi enggak kapan dibikin?" tanya jaksa.
"Grup ini dibuat pada tanggal 11/7/2022 oleh akun WA dengan nama Ricky Wibowo," kata Adi.
"Ada penghapusan percakapan?" tanya jaksa mempertegas.
"Kalau di sini hanya rentang waktu singkat akun WhatsApp atas nama Richard masuk ke dalam grup tersebut tidak lebih dari satu hari, dia di-add pada jam 5 pagi tanggal 11 kemudian di-remove dari grup tersebut pada jam 8 tanggal 11, jadi enggak sampai 1 hari," jelas Adi.
Grup 'Duren Tiga' ini diduga berbeda dengan grup Anak Buah Sambo (ABS) yang berisi para ajudan mantan Kadiv Propam itu.
"Nama grup ABS (Anak Buah Sambo)?" tanya jaksa memperjelas grup WhatsApp yang dimaksud.
"Nama grupnya Duren Tiga," kata Adi.
"Di dalam grup Duren Tiga itu berapa orang?" tanya jaksa lagi.
"Lebih dari 7," kata Adi.
Selesai grup yang dibuat pada kejadian Duren Tiga, ahli juga mengungkap adanya komunikasi antara kontak WhatsApp atas nama Richard Eliezer dengan Ferdy Sambo.
Percakapan itu terjadi pada 19 Juli 2022. Isi percakapannya terkait soal keadaan Richard Eliezer hingga kondisi keluarganya.
"Apakah ada percakapan Sambo dan RE (Richard Eliezer)?" tanya jaksa.
"Komunikasi dilakukan pada tanggal 19/7/2022 pukul 3.48 am," kata Adi.
Adi kemudian memaparkan isi percakapan tersebut.
Baca juga: Bharada Richard Eliezer Sebut Brigadir Yoshua Masih Merintih Usai Ditembaknya
"Yang pertama adalah dari akun WA Irjen Ferdy Sambo mengirimkan kalimat 'kamu sehat, ya? kemudian, 'Bapak Kapolri menyampaikan kalau ada yang enggak nyaman, laporkan saya segera, biar saya laporkan Bapak Kapolri'.
Kemudian dijawab akun WA atas nama Richard 'siap, sehat Bapak. Siap, baik Bapak' kemudian ditanggapi oleh akun WA Ferdy Sambo 'buat tenang keluarga di Manado, ya, Cad. WA saya kalau ada yang enggak enak di hati kamu'," papar Adi.
"Kemudian dijawab oleh akun WA Richard: 'Siap. Baik, Bapak' kemudian ditanggapi lagi oleh akun WA Ferdy Sambo…," sambung Adi.
"Artinya ahli ini sesuai dengan BAP?" kata jaksa memotong.
"Iya," pungkas Adi.
Brigadir Yosua diketahui tewas dibunuh di Duren Tiga pada 8 Juli 2022.
Terdakwa pembunuhannya ialah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal.
Yosua ditembak Eliezer sebanyak 3-4 kali atas perintah Sambo.
Menurut Eliezer, Sambo turut menembak yang mengakhiri nyawa Yosua. Namun Sambo membantah tudingan Eliezer. Ia mengaku tak menembak Yosua.
Ia pun berdalih perintah yang disampaikan kepada Eliezer ialah 'hajar', bukan 'tembak'.
Adapun latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Yosua saat berada di Magelang pada Kamis, 7 Juli 2022.
Namun, dugaan tersebut telah dibantah oleh pihak keluarga Yosua.
Motif Pelecehan Seksual Sulit Dibuktikan
Ahli Kriminologi Muhammad Mustofa yang dalam sidang kemarin juga dihadirkan sebagai saksi ahli juga menilai motif pelecehan seksual sulit dibuktikan sebagai motif pada kasus pembunuhan Brigadir J.
Dia mengatakan demikian karena melihat rentang waktu dan tempat dugaan pelecehan dan pembunuhan, hingga hanya satu alat bukti yakni dari kesaksian istri Sambo, Putri Candrawathi, saja.
Pernyataan itu disampaikan Mustofa menjawab pertanyaan jaksa dalam lanjutan persidangan pembunuhan berencana Brigadir J itu.
"Tadi perihal motif, sudah dijelaskan ada berbagai macam motif. Motif mengenai harkat martabat, persaingan bisnis, dendam. Ahli kan sudah menerima terkait garis besar kejadian pada 8 Juli tersebut. Menurut ahli, dari berbagai motif ini bisa enggak motif pelecehan seksual itu menjadi motif dari perkara ini, yang utama?" tanya Jaksa.
"Bisa sepanjang dicukupi dengan bukti-bukti. Karena dari kronologi yang ada adalah pengakuan Nyonya FS," jawab Mustofa.
"Lalu dari waktu?" tanya Jaksa.
Baca juga: Putri Candrawathi: Semua Uang di Rekening Yosua Milik Saya dan Ferdy Sambo
"Dari waktu juga barangkali terlalu jauh ya. Karena yang menarik begini, bagi seorang perwira tinggi polisi, dia tahu kalau peristiwa perkosaan itu membutuhkan bukti dan saksi. Satu alat bukti tidak cukup. Dan harus ada visum. Tapi tindakan-tindakan itu tidak dilakukan," kata Mustofa.
"Artinya kalau tidak ada alat bukti berarti tidak bisa menjadi motif?" tanya Jaksa.
"Tidak bisa," jawab Mustofa.
"Dalam perkara ini tidak ada motif seperti itu?" kata Jaksa.
"Tidak ditemukan," tutur Mustofa.
"Tidak ada buktinya? Menurut ahli gimana? Bisa gak itu?" tanya Jaksa.
"Yang jelas adalah ada kemarahan yang dialami oleh pelaku, yang berhubungan dengan peristiwa di Magelang tapi tidak jelas," jelas Mustofa.
"Artinya tidak ada alat bukti yang mengarah ke situ? Berarti tidak dapat dijadikan motif? Begitu?" tanya Jaksa.
"Tidak bisa," sebut Mustofa.
Pastikan Pembunuhan Berencana
Mustofa juga menyebut kasus pembunuhan Brigadir J pasti berencana.
"Dapatkah seorang pelaku pada saat dengar istrinya diperkosa kemudian masih sempat melakukan tindakan-tindakan lain dalam artian bermain badminton ataupun menunda pembicaraan dengan si pemerkosanya padahal pemerkosanya itu adalah ajudannya sendiri?" tanya Jaksa.
"Dalam pembunuhan tidak berencana, biasanya pembunuhan merupakan reaksi seketika. Jadi tidak ada jeda waktu lagi menyaksikan istrinya diperkosa, dia lakukan tindakan misalnya tembakan terhadap pelaku (pemerkosa). Tidak ada jeda waktu untuk berpikir melakukan tindakan-tindakan lain," terang Mustofa.
"Artinya saudara menilai bahwa itu pasti berencana?" tanya Jaksa.
"Pasti berencana," terang Mustofa.
Jaksa penuntut umum kemudian melanjutkan pertanyaan soal peristiwa Ferdy Sambo sempat memanggil terdakwa Ricky Rizal disuruh untuk menembak usai diklaim mendapat laporan dugaan pelecehan oleh Putri Candrawathi.
Namun Bripka Ricky tidak mau melakukan. Akhirnya Sambo meminta Richard Eliezer alias Bharada E dan disanggupi.
Jaksa menambahkan lokasi penembakan ditentukan oleh Sambo di Duren Tiga 46, Jakarta.
Untuk berangkat ke sana, kata Jaksa, Putri Candrawathi mengajak terdakwa Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal, Richard dan Yosua.
"Menurut ahli, bisa jelaskan apakah perlakuan dari para terdakwa dalam hal ini sekarang dapat dijelaskan apakah itu merupakan perencanaan atau bagaimana?" sambung Jaksa.
"Berdasarkan ilustrasi tadi dan juga berdasarkan kronologi yang diberikan penyidik kepada saya. Saya melihat memang di sana terjadi perencanaan," jelas Mustofa.
Selain itu, Mustofa juga memaparkan pandangannya terkait alasan Bharada E bersedia melakukan penembakan.
"Kemudian mengapa Richard bersedia melakukan, karena di dalam posisi hubungan kerja dia paling bawah. Bharada kan pangkat paling rendah, sementara yang memerintahkan pangkat sangat tinggi dan kemudian barangkali dia juga paling junior di sana (rumah) sehingga kemungkinan melakukan penolakan menjadi lebih kecil. Apalagi masih baru, takut kehilangan pekerjaan, dan seterusnya," terang Mustofa.
"Dan memang ada perencanaan," imbuh Mustofa.
Ferdy Sambo & Putri Bantah Keterangan Saksi Ahli
Terkait keterangan saksi ahli itu, baik Sambo dan istrinya yakni Putri Candrawathi membantah.
Sambo mengklaim kekerasan seksual berupa pemerkosaan yang dilakukan Brigadir J terhadap istrinya benar terjadi di Magelang.
"Kejadian di Magelang yang tadi ahli menyampaikan bahwa itu tidak mungkin terjadi, saya pastikan itu terjadi dan tidak mungkin saya berbohong masalah kejadian tersebut karena itu menyangkut istri saya," ujar Sambo.
Selain itu, Sambo juga menyayangkan perihal konstruksi perkara yang diberikan penyidik kepada Mustofa selaku kriminolog.
"Bantahan terhadap, mohon maaf, dari ahli kriminolog karena sangat disayangkan apabila konstruksi yang dibangun oleh penyidik adalah konstruksi yang tidak secara menyeluruh diberikan kepada ahli sehingga hasilnya juga tidak akan komprehensif dan justru subjektif," kata Sambo.
"Di mana penyidik ini menginginkan semua dalam rumah itu harus jadi tersangka. Sekali lagi mohon maaf," sambung dia.
Sementara Putri saat diberi kesempatan memberi tanggapan keterangan ahli oleh hakim mengungkapkan hal yang senada dengan Sambo.
"Kepada terdakwa PC, bagaimana terhadap keterangan lima orang saksi ini, apakah benar semua atau salah semua atau tidak tahu menahu?" ujar Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso.
"Mohon izin Yang Mulia, untuk bapak Prof Mustofa sebagai Ahli Kriminolog mohon maaf sebelumnya pak, bahwa saya tidak pernah mengetahui suami saya, bapak Ferdy Sambo akan ke Duren Tiga dan juga tidak mengetahui peristiwa penembakan tersebut. Karena saya sedang berada di dalam kamar tertutup dan sedang beristirahat," ujar Putri.
"Saya juga menyayangkan kepada bapak selaku Ahli Kriminolog hanya membaca BAP dari satu sumber saja. Karena saya berharap bapak bisa memahami perasaan saya sebagai korban seorang perempuan korban kekerasan seksual, pengancaman dan penganiayaan. Terima kasih," sambung Putri.(tribun network/riz/igm/abd/rhm/dod)