Sehingga, hilirisasi dari mineral ini bisa semakin memutar roda perekonomian dalam negeri.
“Sekarang sedang jalan. Tadi saya kan udah bilang 2024 kuartal II atau III kita akan produksi baterai kita sendiri. Kerja sama dengan CATL, LG, atau industri lain,” ujar Luhut pada acara Seminar Climate Change, Decarbonization, Sustainability & Green Economy yang diadakan oleh LPS di Bali, Rabu (9/11/2022) seperti dikutip dari Kontan.co.id.
Memang, pemerintah untuk mendorong pembangunan industri baterai kendaraan listrik memang baru mencuat ke permukaan setahun terakhir.
Bentuk paling riilnya berupa pendirian Indonesia Battery Corporation (IBC) atau PT Industri Baterai Indonesia pada Maret 2021.
Empat Badan Usaha Milik Negara itu yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), MIND ID (Persero), PT Pertamina (Persero) dan PLN (Persero) menjadi pemegang saham IBC dengan porsi kepemilikan masing-masing 25 persen.
Beban berat tersemat di pundak IBC; membangun dan mengembangkan industri baterai yang terintegrasi. Mulai dari penambangan bijih nikel hingga daur ulang baterai bekas.
Teknologi dan biaya investasi yang besar menjadi kendala buat Indonesia. Tapi, negeri ini punya modal utama lainnya; ketersediaan bahan baku berupa bijih nikel yang melimpah.
Merujuk data United States Geological Survei (USGS), cadangan nikel Indonesia mencapai 52 persen dari total cadangan nikel dunia.
Di sinilah posisi Antam menjadi strategis lantaran perusahaan pelat merah itu merupakan pemilik cadangan nikel terbesar kedua di Indonesia.