TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum sampai satu bulan setelah penetapan tersangka kasus tambang ilegal, Bareskrim Polri sudah melimpahkan berkas perkara Ismail Bolong dan dua tersangka lainnya ke Kejaksaan Agung.
Mengulik lagi kasus tambang ilegal, Ismail Bolong telah telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Rabu (7/12/2022).
Selain Ismail Bolong, Bareskrim juga menetapkan status tersangka pada BP alias Budi dan RP alias Rinto.
Lanjut berkas perkara Ismail Bolong Cs dilimpahkan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri alias Tahap I pada Rabu (14/12/2022).
Kemudian berkas tersebut diterima oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung pada 16 Desember 2022.
Total ada enam jaksa peneliti yang ditugaskan untuk mempelajari berkas perkara tersebut.
Terkini berkas perkara Ismail Bolong Cs dikembalikan karena belum lengkap.
Tanggal 20 Desember 2022 berkas dinyatakan belum lengkap, Bareskrim diminta melengkapi berkas sesuai petunjuk jaksa.
Belum Lengkap, Kejaksaan Agung Kembalikan Berkas Perkara Ismail Bolong dkk ke Bareskrim
Berkas perkara tambang ilegal yang menyeret Ismail Bolong resmi dikembalikan Kejasaan Agung alias P16 ke tim penyidik Bareskrim Polri.
Pengembalian tersebut karena jaksa peneliti menyatakan bahwa berkas perkara yang dilimpahkan belum lengkap.
Tak hanya Ismail Bolong, berkas perkara atas kedua tersangka lain, yaitu Budi dan Rianto juga dianggap belum lengkap oleh jaksa peneliti.
"Pada 20 Desember 2022, Jaksa Peneliti menyampaikan bahwa berkas perkara atas nama tersangka IB, tersangka BP, dan tersangka RP dinyatakan belum lengkap," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan resminya pada Rabu (21/12/2022).
Berkas perkara Ismail Bolong dkk sebelumnya telah dilimpahkan Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri alias Tahap I pada Rabu (14/12/2022).
Kemudian berkas tersebut diterima oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung.
"Pada 16 Desember 2022, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum telah menerima pelimpahan berkas perkara dari Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal Kepolisan Negara Republik Indonesia atas nama 3 orang tersangka," kata Ketut.
Total ada enam jaksa peneliti yang ditugaskan untuk mempelajari berkas perkara tersebut.
"Telah ditunjuk enam orang JPU yang mempelajari berkas perkara."
Bareskrim Limpahkan Berkas Perkara Tambang Ilegal Ismail Bolong ke Kejaksaan Agung
Bareskrim Polri melimpahkan berkas perkara tambang ilegal yang menjerat Ismail Bolong Cs sebagai tersangka ke Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan pada Senin (19/12/2022).
Diketahui, ada tiga tersangka yang dilimpahkan berkas perkaranya ke Kejaksaan Agung. Selain Ismail Bolong, dua tersangka lain berinisial BP dan RP.
"Update kasus tambang ilegal di Kalimantan Timur. Kamis 15 Desember, penyidik dittipider bareskrim polri telah mengirimkan berkas perkara atas nama IB, BP, RP ke JPU Kejagung," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam konferensi pers virtual, Senin (19/12/2022).
Ramadhan menjelaskan bahwa nantinya pihak Kejaksaan Agung RI bakal meneliti berkas perkara tersebut terlebih dahulu. Jika dinyatakan lengkap, berkas itu bisa dilanjutkan ke persidangan.
"Bila berkas dinyatakan lengkap oleh JPU, penyidik Polri akan melakukan pelimpahan tahap II baik tersangka maupun barang bukti sehingga perkara tersebut bisa segera disidangkan," tukasnya.
Penanganan Kasus Ismail Bolong Dinilai Mengecewakan hingga Muncul Istilah Jeruk Makan Jeruk
Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) menyoroti kasus tambang ilegal yang menyeret Ismail Bolong Cs sebagai tersangka.
Dalam penanganan kasus Ismail Bolong oleh Polri, MAKI merasa ada kejanggalan.
Bahkan MAKI mengaku sedikit kecewa dengan penanganan kasus Ismail Bolong tersebut.
Menurut MAKI kasus Ismail Bolong lebih cocok ditangani oleh KPK.
Alasannya, independensi dan keleluasaan penyidikan sangat dibutuhkan dalam kasus ini, terutama soal uang setoran ke petinggi Polri.
MAKI bahkan menyinggung istilah jeruk makan jeruk jika kasus ini ditangani Polri.
Sementara apabila ditangani KPK, MAKI meyakini bisa independen dan lebih mendalami soal uang setoran ke petinggi Polri.
MAKI Cium Kejanggalan di Kasus Ismail Bolong
Kasus tambang ilegal yang menyeret mantan anggota polisi, Ismail Bolong sedang ditangani Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
Penanganan oleh Dittipidter itu dinilai janggal oleh Masyarakat Anti Korupsi (MAKI).
Sebab mulanya, kasus ini dilaporkan kepada Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.
"Terkait Ismail Bolong ini, setahu saya justru pertama-tama dilaporkan ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim pada Bulan September 2022," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman pada Minggu (18/12/2022).
Pada saat itu, menurut Boyamin, semestinya isu yang menjadi sorotan ialah dugaan setoran kepada oknum petinggi Polri.
Akan tetapi, dia menduga adanya penyempitan perkara hanya dalam urusan penambangan ilegal.
"Mestinya prosesnya terkait dengan isu setoran-setoran pada oknum. Nah karena ini hanya dikunci di isu tambang ilegal, maka kemudian agak mengecewakan," ujarnya.
Kasus Ismail Bolong Lebih Cocok Dilimpahkan ke KPK
Kasus ini pun dianggap Boyamin lebih cocok untuk dilimpahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasannya, independensi dan keleluasaan penyidikan yang dibutuhkan dalam kasus ini.
"Ketika ditangani polisi kan istilahnya jeruk makan jeruk. Kalau ditangani KPK mestinya lebih independen dan bisa lebih mendalami dugaan setoran setoran," katanya.
Pada awalnya, KPK sempat disebut-sebut akan menjadi lembaga penegak hukum yang mengusut perkara ini.
Sebab, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyampaikan akan berkoordinasi dengan lembaga anti-rasuah itu untuk mengusut mafia tambang yang ada di Indonesia.
"Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain," katanya pada Minggu (6/11/2022) saat merespons isu mafia tambang ilegal dari video Ismail Bolong.
KPK pun sudah menyatakan siap membantu sang Menko Polhukam dalam mengungkap praktik mafia tambang.
"Menanggapi pernyataan Menkopolhukam Bapak Mahfud MD, terkait rencananya menggandeng KPK dalam mengungkap perkara mafia tambang di Indonesia, kami tentu menyambutnya dengan baik," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Selasa (8/11/2022).
Namun kemudian, Ismail Bolong ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Bareskrim Polri.
"Perlu kita sampaikan IB (Ismail Bolong) sudah resmi jadi tersangka dan secara ini juga kami menyampaikan pak IB sudah resmi ditahan," kata pengacara Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada wartawan pada Rabu (7/12/2022).
Penetapan tersangka sekaligus penahanan itu dilakukan penyidik Dittipidter Bareskrim Polri setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Ismail Bolong.
Peran Ismail Bolong Cs
Terungkap peran tiga tersangka kasus tambang ilegal di Kaltim.
Ismail Bolong mantan anggota Satuan Intel dan Keamanan Polres Samarinda berperan mengatur kegiatan penambangan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan kegiatan tambang ilegal yang dijalani oleh ketiga tersangka telah berlangsung sejak awal November 2021.
Adapun lokasinya bertempat di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kalimantan Timur.
"Lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara ini hasil penambangan ilegal, yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB," kata Nurul.
Baca juga: Gali Bukti Kasus Tambang Ilegal Ismail Bolong, Polri Siap Gandeng KPK dan PPATK
Lebih lanjut, Nurul mengungkapkan, peran masing-masing ketiga orang tersebut yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini.
Pertama, tersangka BP sebagai kuasa direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional penambangan batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan sampai penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Kemudian, tersangka RP merupakan kuasa direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Selanjutnya, tersangka IB atau Ismail Bolong berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain.
"Selain itu, IB menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," ujarnya.
Ismail Bolong Terancam 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Miliar
Adapun penyidik Dittipidter Bareskrim Polri menjerat Ismail Bolong dengan Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Saat ini Ismail Bolong sudah ditahan selama 20 hari pertama sejak Rabu (7/12/2022), untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Ismail Bolong Diperiksa 13 Jam dan Dicecar 62 Pertanyaan
Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing menyatakan kliennya ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri selama lebih dari 13 jam yang dimulai Selasa (6/12/2022) hingga Rabu dini hari (7/12/2022).
"Pak IB diperiksa selama 13 jam itu ada 62 pertanyaan. Pak IB sudah resmi jadi tersangka dan ditahan per kemarin (Rabu, 7/12/2022), jam 1.45 WIB," ujar Johannes.
Johanes mempertanyakan soal penetapan tersangka kliennya karena baru diperiksa sebanyak satu kali.
Johannes menyebut penyidik beralasan jika sebelum melakukan pemeriksaan, penyidik sudah melakukan gelar perkara terkait kasus tersebut.
"Memang tentu ada keberatan kami bahwa proses dalam jadi tersangka itu sudah gelar resmi bahwa sekali dua kali dipanggil tentu kan harus diperiksa menurut mereka sudah digelar saya tanya ini kan masih diperiksa kenapa kok sudah jadi tersangka," ucapnya.
"Mereka sampikan bahwa sudah digelar perkara ketika saya juga mempersoalkan itu mereka bilang ini adalah kewenangan dari penyidik. Ketika dititik itu yasudah," sambungnya.
Ismail Bolong Bantah Beri Suap ke Kabareskrim Polri
Ismail Bolong membantah pernah bertemu Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
"Beliau menyampaikan bahwa sejak menjadi anggota sampai berhenti di bulan Juli kemarin, Pak Ismail Bolong itu tidak pernah bertemu dengan Kabareskrim jadi tolong di catat. Kalau dikenal secara pribadi ya kenal karena pimpinan sebagai pimpinan di Bareskrim," kata kuasa hukum Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Johannes juga membantah terkait tudingan jika kliennya memberi suap kepada Komjen Agus untuk melancarkan bisnisnya tersebut.
"Jadi bahwa pak Ismail Bolong menyampaikan dengan sesungguh-sungguhnya tidak pernah menjanjikan sesuatu yang diberikan kepada siapapun itu," ucapnya.
"Jadi jangan jadinya bertemu apalagi katanya sampai menjanjikan sesuatu itu tidak benar," sambungnya.
Johannes L Tobing menegaskan kliennya ditetapkan tersangka kasus perizinan tambang dan bukan sebagai terduga pelaku suap terhadap Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Johannes menegaskan pemanggilan kliennya sebagai saksi terkait dugaan tambang ilegal bukan terkait setoran atau gratifikasi atau suap kepada petinggi Polri.
"Jadi tidak ada mengenai suap, tidak ada. Jadi saya clear-kan, tidak ada pak Ismail Bolong ditangkap karena katanya memberikan suap kepada petinggi Polri, itu tidak ada loh," ujar Johannes di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (7/12/2022).
Setelah Kabareskrim, Giliran Kubu Ismail Bolong yang Tantang Ferdy Sambo, Ada Apa ?
Tersangka kasus tambang batu bara ilegal, Ismail Bolong sempat disebut memberikan suap kepada petinggi Polri termasuk ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Terkait itu, Pengacara Ismail Bolong yakni Johannes Tobing membantah soal tudingan tersebut.
Dia bahkan menantang Ferdy Sambo untuk membuktikan soal hal tersebut.
"Jadi kalau Ferdy Sambo yang bicara berarti harus Ferdy Sambo yang membuktikan. Kalau kita lawyer (pengacara) ini. Siapa dia yang mendalilkan, harus dia membuktikan, terus nanti dia kalau bohong gimana, kalau dia prank gimana," kata Johannes saat dikonfirmasi, Sabtu (10/12/2022).
Johannes mengungkapkan pernyataan Ferdy Sambo itu bisa tercermin dalam keterangannya dipersidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Lihatin saja, kan bisa nilai itu persidangannya asli atau tidak, benar atau tidak, bohong atau tidak," ucapnya.
Johannes kembali menegaskan jika kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka hanya terkait kasus tambang ilegal.
"Kita kan penasihat hukum, harus membawa bukti. Kalau katanya-katanya terus bagaimana cara membuktikan itu kalau katanya-katanya," ujar Johannes.
Heboh Pengakuan Ismail Bolong
Sebelumnya, heboh di ruang publik, Ismail Bolong melalui video mengaku menyetor uang sebesar Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Uang tersebut disetorkan Ismail Bolong karena dirinya telah melakukan kegiatan penambangan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur pada Juli 2020 hingga November 2021
“Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin,” kata Ismail.
“Dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.”
Ismail mengatakan, kegiatan pengepulan batu bara ilegal dilakukannya atas inisiatif pribadi, bukan perintah dari pimpinan.
Diduga saat itu, Ismail masih menjadi anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim.
“Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan,” ujarnya.
Dari pengepulan dan penjualan batu bara illegal tersebut, Ismail Bolong mengaku memperoleh keuntungan sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar setiap bulan.
Baca juga: Tersangka, Ismail Bolong Dijerat 3 Pasal, Terancam 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Miliar
Meski mengatakan perbuatannya dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinan, Ismail mengaku telah berkoordinasi terkait kegiatan tersebut dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, dengan total Rp 6 miliar.
“Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali,” ujarnya.
“Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.”
Setelah viral, Ismail Bolong sempat mengklarifikasi videonya itu.
Dia mengaku tak kenal Kabareskrim, tak pernah menyetor uang ke Kabareskrim dan pengakuan itu dibuat karena ada intimidasi dari Hendra Kurnaiwan. (tribun network/thf/Tribunnews.com)