News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Catatan Akhir Tahun Aliansi Perempuan Bangkit 2022, Ajukan 9 Tuntutan untuk Pemerintah

Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Perempuan Bangkit Menggugat berunjuk rasa di kawasan Monas, Jakarta, Minggu (22/12/2019). Dalam aksinya tersebut mereka menuntut pemerintah segera mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Masyarakat Adat menjadi Undang-Undang. Warta Kota/henry lopulalan

Berdasarkan alasan-alasan diatas Aliansi Perempuan Bangkit menuntut:

Pertama, agar pemerintah dan DPR menghentikan produksi berbagai kebijakan dan peraturan perundangan yang menegasikan hak asasi rakyat dan tidak memberdayakan masyarakat secara sosial ekonomi dan budaya baik dalam prosesnya yang tidak partisipatif maupun materi pokoknya seperti misalnya dalam membahas dan mengesahkan KUHP, Omnibus Law, dan UU Minerba serta tidak memperhatikan hak masyarakat atas lingkungan dan sumber daya alam serta mengabaikan hak masyarakat adat.

Dalam kaitan ini Aliansi Perempuan Bangkit mendesak pemerintah dan DPR untuk segera mengesahkan UU Perlindungan Hak Masyarakat Adat.

Kedua, Aliansi Perempuan Bangkit sangat berkeberatan dan memprotes keras terhadap ketentuan dalam KUHP tentang akan diberlakukannya hukum adat dan tradisi setempat (living law).

Beragamnya tradisi, adat, dan nilai 330 suku yang ada di Indonesia akan menimbulkan banyak komplikasi dalam pelaksanaan dan pembuktiannya, dan tujuan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat pun akan sulit dicapai.

Ketentuan tersebut melanggar prinsip-prinsip negara hukum yang dinyatakan secara tegas dalam UUD 1945.

Aliansi Perempuan Bangkit menentang pasal-pasal tentang penghinaan kepada Presiden, lembaga negara, dan pejabat pemerintah serta hak menyatakan pendapat (pawai, demonstrasi, unjuk rasa) karena bertentangan dengan hak berkumpul dan berpendapat yang dijamin oleh UUD 1945 serta berbagai konvensi Internasional yang telah diratifikasi.

Demikian pula pasal-pasal yang melanggar hak privasi misalnya pasal-pasal tentang perzinahan, kohabitasi serta prinsip integritas tubuh khususnya tubuh perempuan (larangan aborsi).

Ketentuan bahwa pasal-pasal tersebut adalah delik aduan sangat bertentangan dengan tujuan utama hukum pidana, yakni menjaga kepentingan umum karena menggantungkan pelaksanaan hukum pidana pada seseorang yang merasa dirugikan dan atau yang mengadu.

Dengan demikian jelas bahwa upaya untuk menjaga kepentingan umum tersebut tidak terpenuhi.

Demikian pula dengan pasal penghinaan presiden yang juga merupakan delik aduan selain merupakan ancaman serius terhadap demokrasi dan upaya pembungkaman hak rakyat untuk menyatakan pendapat juga tidak memenuhi tujuan hukum pidana dan bertentangan dengan esensi kepentingan umum itu sendiri.

Aliansi Perempuan Bangkit juga merasa prihatin atas diberlakukannya pasal-pasal yang berkaitan dengan perzinahan dan kohabitasi, pemerintah dan DPR tampaknya sekedar mengadopsi ide dasar ratusan perda diskriminatif yang oleh Komnas Perempuan dan para peneliti lainnya dinyatakan sangat bertentangan dengan konstitusi, anti keragaman gender dan seksualitas, serta mengancam hak hidup dan kehidupan kelompok seksual minoritas yang merupakan warga sah NKRI.

Namun, selama ini perda-perda tersebut dibiarkan saja oleh Menteri Dalam Negeri sebagai pihak yang berwenang melakukan bureaucratic review.

Aliansi Perempuan Bangkit menuntut agar DPR melakukan legislatif Review penjelasan pasal 1 KUHP atas keberlakuan perda-perda ini dan mencabut atau menyatakan perda-perda ini tidak berlaku.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini