News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Besok, Giliran Bharada E Hadirkan Ahli Meringankan dalam Sidang Pembunuhan Brigadir J

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Endra Kurniawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer (Bharada E) akan menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta pada Senin (26/12/2022) besok. Agenda sidang Bharada E akan hadirkan ahli meringankan.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akan kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Senin (26/12/2022).

Sidang yang rencananya digelar di ruang utama itu dikhususkan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

Hal itu dikonfirmasi langsung oleh Pejabat Humas PN Jakarta Selatan Djuyamto.

"Ya betul besok ada sidang untuk R. Eliezer," kata Djuyamto saat dikonfirmasi, Minggu (25/12/2022) malam.

Adapun untuk agendanya, Kuasa Hukum Bharada E Ronny Talapessy menyatakan, giliran pihaknya menghadirkan ahli meringankan atau a de charge.

Baca juga: Status Justice Collaborator Bharada E Diragukan, LPSK: Richard Eliezer Konsisten Selama Sidang

Kendati demikian, Ronny belum membeberkan identitas ahli yang akan dihadirkan pihaknya tersebut.

"Besok kita hadirkan ahli dari kita," singkat Ronny.

Pada persidangan sebelumnya, terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sudah menghadirkan ahli meringankan terlebih dahulu.

Dalam sidang yang digelar, Kamis (22/12/2022) itu, kedua terdakwa menghadirkan Ahli Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Mahrus Ali.

Mahrus menyatakan, dalam tindak pidana dugaan kekerasan seksual sejatinya harus dibuktikan dengan alat bukti minimal hasil visum dari korban.

Bukti visum itu diperlukan untuk kepentingan jaksa penuntut umum (JPU) membuktikan tindak pidana yang terjadi.

"Satu-satunya bukti yang biasa dihadirkan oleh Jaksa biasanya visum, tetapi kalau visum ga ada gimana? Pertanyaan saya begini, visum itu gak ada terkait dengan tantangan yang lebih berat yang dihadapi Jaksa untuk membuktikan," kata Mahrus dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

Akan tetapi, jika dalam proses pembuktian hasil visum tersebut tidak dilakukan, bukan berarti tindak kejahatannya menjadi tidak ada.

"Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan," kata Mahrus.

Sebab kata dia, dalam kasus dugaan kekerasan seksual kerap kali korban yang diduga mengalami tersebut tidak mau melapor.

Baca juga: Ferdy Sambo: Keterangan Richard Eliezer Tanggal 5 Agustus Bohong, Saya Jadi Dipatsuskan

Beberapa faktor disebut Mahrus menjadi pemicu, salah satunya soal rasa takut karena adanya tekanan dari pihak-pihak lain.

"Karena gini yang mulia, dalam perspektif victimology korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor, banyak faktor," kata dia.

Oleh karenanya, dia menegaskan, hasil visum memang menjadi alat bukti paling utama dalam tindak pidana dugaan kekerasan seksual.

Namun jika tidak ada bukti visum tersebut, bukan berarti tindak kejahatannya menjadi hilang atau tidak ada.

Salah satu upaya yang bisa dibuktikan yakni kata dia, dengan hasil tes psikologi yang dilakukan terhadap korban.

"Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya? Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, ga ada setelah diperiksa itu ketawa-tawa ga ada, maka gimana cara membuktikan? Hadirkan saksi psikologi untuk menjelaskan itu," tukas dia.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Baca juga: Ferdy Sambo: Keterangan Richard Eliezer Tanggal 5 Agustus Bohong, Saya Jadi Dipatsuskan

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini