“Dengan adanya pemahaman masyarakat terhadap RKUHP diharapkan dapat memberi efek signifikan atas kelancaran proses pembahasan Rancangan Undang-Undang KUHP di Dewan Perwakilan Rakyat RI,” katanya.
Terkait dengan partisipasi publik atas RKUHP, Yasonna mengungkapkan bahwa pada 2021, pemerintah telah melaksanakan dialog publik yang diselenggarakan di 12 kota di Indonesia setelah mengalami penundaan pada 2019.
“Tahun 2022, pemerintah akan kembali melaksanakan dialog publik di 11 kota di Indonesia dalam rangka partisipasi publik yang bermakna,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa kunci keberhasilan perumusan undang-undang terletak pada sosialisasi yang perlu dilakukan secara masif.
“Itulah yang kita lakukan sekarang ini,” kata Yasonna.
Pasal Bermasalah
Sementara, Koalisi masyarakat sipil menilai, ada 12 aturan bermasalah dalam draf tersebut.
1. Pasal terkait living law atau hukum yang hidup di masyarakat.
Koalisi menganggap pasal itu membuka celah penyalahgunaan hukum adat.
“Keberadaan pasal ini dalam RKUHP menjadikan pelaksanaan hukum adat yang sakral, bukan lagi pada kewenangan masyarakat adat sendiri melainkan berpindah ke negara (yakni) polisi, jaksa, dan hakim,” demikian keterangan itu, mengutip Kompas.com pada 15 Desember 2022.
Tak hanya itu, koalisi menganggap aturan itu mengancam perempuan dan kelompok rentan lainnya.
“Sebagaimana diketahui, saat ini di Indonesia masih ada ratusan perda diskriminatif terhadap perempuan, dan kelompok rentan lainnya,” demikian isi keterangan itu.
2. Pasal soal hukuman mati
Koalisi masyarakat sipil menilai aturan itu tak sesuai dengan hak hidup seseorang.