Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perjalanan keketuaan atau presidensi Republik Indonesia (RI) di G20 tidak mudah.
Bahkan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengatakan, Presidensi Indonesia di G20 tahun 2022 mungkin merupakan presidensi yang paling sulit, di mana dunia sedang menghadapi multiple crisis.
Pandemi belum tuntas, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, dan juga terjadinya krisis pangan, energi, dan keuangan.
Berikut Tribunnews merangkum perjalanan Presidensi G20 RI dalam Kaleidoskop 2022.
Presidensi G20
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Kasus Pembunuhan yang Jadi Sorotan di Tahun 2022, 6 Oknum TNI Mutilasi Warga Papua
Indonesia secara resmi memegang Presidensi G20 atau Group of twenty pada 2022.
Ini merupakan pertama kalinya Indonesia memegang tongkat estafet ketua atau Presidensi G20 dalam forum kerja sama multilateral tersebut.
Forum yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU), seluruhnya memiliki kelas pendapatan menengah hingga tinggi, baik dari negara berkembang hingga negara maju yang menyumbang 80 persen PDB dunia.
Negara-negara yang tergabung dalam forum ini adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brazil, Republik Tiongkok, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Prancis, Rusia, Saudi Arabia, Turki, dan satu organisasi regional, yaitu Uni Eropa.
Namun dalam perjalanannya, Indonesia menjumpai multiple krisis yang salah satunya sebab pecahnya perang di Ukraina.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Pasang Surut Hubungan Jokowi dengan Surya Paloh dan Wacana Reshuffle Kabinet
Perang Rusia - Ukraina
Saat Indonesia memegang Presidensi G20, Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Perang masih berlanjut hingga hari ini. Konflik ini dimulai pada Februari 2014 setelah Revolusi Martabat Ukraina, dan awalnya berfokus pada status Krimea dan bagian dari Donbas, yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Ukraina.
Namun dalam perjalanannya perang ini menjadi adu kekuatan dua kubu dengan kekuatan ekonomi besar dunia antara kekuatan Barat yakni Amerika Serikat dan Sekutunya, serta Rusia dan China.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Saat Jokowi Pasang Badan, Uni Eropa pun Semakin Merana
Presiden Jokowi ke Rusia dan Ukraina
Sebagai pemegang presidensi dan juga negara non blok, Indonesia diharapkan bisa menjadi jembatan perdamaian bagi pihak-pihak yang bersekutu.
Presiden RI Joko Widodo beserta Ibu Negara Iriana Joko Widodo memulai rangkaian kunjungan luar negeri ke empat negara, yakni Jerman, Ukraina, Rusia, dan Persatuan Emirat Arab, pada Minggu, 26 Juni 2022.
Kunjungan untuk memulai misi perdamaianan ke Rusia dan Ukraina dilakukan setelah Presiden lebih dahulu berkunjung ke Jerman untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7.
Presiden mengajak Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin membuka ruang dialog dalam rangka perdamaian, di mana Indonesia menyatakan kesiapan untuk menjembatani komunikasi Rusia - Ukraina.
Baca juga: Kaleidoskop 2022 Peristiwa di Dunia: Tragedi Itaewon, Penembakan Thailand, Runtuhnya Jembatan India
“Kunjungan ini bukan hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga penting bagi negara-negara berkembang untuk mencegah rakyat negara-negara berkembang dan berpenghasilan rendah jatuh ke jurang kemiskinan ekstrem dan kelaparan,” kata Jokowi dalam keterangannya.
Dalam kunjungan di masing-masing negara, Presiden Jokowi secara khusus mengundang Presiden Rusia dan Ukraina untuk hadir di KTT G20.
Presiden juga meminta jaminan keamanan Rusia bagi ekspor pangan Ukraina, sebab terganggunya rantai pasok pangan dan pupuk yang bisa berdampak kepada ratusan juta masyarakat dunia, terutama di negara berkembang.
KTT G20
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)/Summit, merupakan klimaks dari proses pertemuan G20, yaitu rapat tingkat kepala negara/pemerintahan. KTT diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022.
Pertemuan ini terselenggara di saat dunia mengalami kehancuran yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, dan tantangan lainnya termasuk perubahan iklim, yang menyebabkan kemerosotan ekonomi, peningkatan kemiskinan, memperlambat pemulihan global, dan menghambat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Lika-liku Pengesahan RKUHP Jadi UU Meski Tuai Protes
Hampir semua kepala negara-negara anggota G20 hadir secara langsung dalam penyelenggaraan ini. Kementerian Luar Negeri menyatakan 17 pemimpin G20 hadir pada saat KTT.
Total kehadiran para pemimpin, termasuk Presiden RI, adalah 36 orang dari total 41 peserta.
Brazil dan Mexico menginformasikan bahwa Presiden mereka tidak dapat hadir.
Mexico diwakili oleh Menlu Mexico, sementara untuk Brazil dilakukan Presiden Brazil secara virtual.
Pada 8 November 2022, Kementerian Luar Negeri menerima nota diplomatik dari Kedubes Rusia di Jakarta yang menyampaikan bahwa Presiden Putin tidak dapat hadir di Bali (in person).
Di samping itu Presiden Ukraina yang juga diundang dalam KTT G20 oleh Presiden Jokowi, berpartisipasi secara virtual.
Pertemuan di saat krisis multidimensi yang tak tertandingi ini, menghasilkan Deklarasi Bali.
Salah satu isinya mendorong G20 untuk mengambil tindakan yang nyata, tepat, cepat dan perlu, menggunakan semua alat kebijakan yang tersedia, untuk mengatasi tantangan bersama, termasuk melalui kerja sama kebijakan makro internasional dan kolaborasi nyata.
Berkat suksesnya penyelenggaraan KTT, Indonesia mendapat pujian dari negara-negara G20, serta negara yang diundang hadir dalam acara tersebut.