TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saksi ahli hukum pidana, Elwi Danil menyebut motif tindak pidana bisa meringankan hukuman bagi si pelaku.
Hal ini disebutkan Elwi Danil saat menjadi saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Awalnya, tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Rasamala Aritonang bertanya terkait motif tindak pidana dengan kaitannya dengan elemen pembunuhan berencana.
Elwi mengatakan suatu tindak pidana itu tidak lahir dengan sendirinya tanpa dilatar belakangi motif dari si pelaku tindak pidana.
"Perlu mengetahui latar belakang atau motif melakukan tindakan tersebut? apakah motif menjadi bagian penting untuk dibuktikan dalam keadaan tenang dalam kaitannya elemen pembunuhan berencana?" tanya Rasamala di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
"Menurut pendapat saya motif itu adalah sesuatu hal yang perlu untuk diungkap, karena motif itu akan melahirkan kehendak, untuk kemudian kehendak itu yang akan melahirkan kesengajaan," ucap Elwi.
"Kenapa saya katakan demikian, karena memang motif itu bukan bagian inti. Bagian intinya adalah unsur dengan sengaja, unsur kesalahan. Akan tetapi kesengajaan itu bukan satu hal yang ada begitu saja, bukan sesuatu yang turun dari langit. akan tetapi ada peristiwa yang melatarbelakangi perbuatan dengan sengaja," sambung Elwi.
Elwi mengilustrasikan beberapa tindak pidana pencurian ayam namun bisa dijatuhkan hukuman yang berbeda dengan melihat motif tindak pidana tersebut.
"Karena demikian pentingnya motif itu untuk diungkap, tidak saja dalam pembuktian akan tetapi juga berkaitan untuk menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada pelaku," ucapnya.
Baca juga: Febri Bantah Pertemuan Ferdy Sambo dengan Ricky dan Richard di Saguling soal Rencana Membunuh Yosua
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Baca juga: Dalam Kasus Brigadir J, Sikap Ferdy Sambo dan Bharada E Dinilai Sebagai Bentuk Jiwa Korsa Menyimpang
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.