Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Pidana sekaligus Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Andalas Elwi Danil menyebutkan bahwa pelaku materil harus bertanggung jawab jika bertindak melebihi perintah yang diberikan pelaku intelektual.
Keterangan tersebut dijelaskan Elwi Danil saat menjadi saksi A De Charge atau saksi yang meringankan hukuman dalam lanjutan sidang terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
"Saudara ahli kalau dalam konteks bagaimana jika ada kesalahpahaman dari orang yang menggerakkan dengan orang yang digerakkan atau orang dalam konteks saya ada pelaku material dan intelektual," kata Penasihat Hukum Ferdy Sambo bertanya kepada Alwi di persidangan.
"Pelaku intelektual bicaranya a tetapi pelaku materil menafsirkannya b. Bagaimana jika ada kesalahpahaman siapa yang harus bertanggung jawab?" sambungnya.
Alwi pun menjawab dalam konteks ilustrasi seperti itu ada dalam ketentuan Pasal 55 Ayat 2.
Bahwa orang yang menggerakkan hanya bertanggung sebatas apa yang dia gerakkan beserta akibat dari apa yang dia gerakkan
"Yang bertanggung jawab sepenuhnya kalau seandainya orang yang digerakkan itu melakukan suatu perbuatan melebihi dari apa yang digerakkan atau dianjurkan maka dialah yang bertanggung jawab. Bukan menggegerkan yang bertanggung jawab tapi yang digerakkan," jelasnya.
Kemudian Penasihat Hukum Ferdy Sambo kembali bertanya contohnya perintah hajar tapi orang yang digerakkan melakukan penembakan. Bahkan bukan hanya penembakan tetapi berulang kali hingga mengakibatkan kematian.
"Dalam konteks ilustrasi tersebut sejauh mana penangung jawab penembak dan bagaimana pidana orang yang mengatakan hajar tersebut," tanya Penasihat Hukum Ferdy Sambo.
Alwi pun menjawab kalau ilustrasinya seperti itu maka menurut pendapatnya yang harus dituduhkan pemahaman kata hajar. Apa yang disebut dengan kata hajar.
Baca juga: Febri Sebut Bharada E Tak Paham Perintah Hajar dari Ferdy Sambo, Ahli Pidana: Perlu Ahli Bahasa
"Apakah hajar itu dipukul, ditembak, dianiaya atau bagaimana. Tentu hal ini harus diminta penjelasan ahli bahasa apa yang disebut dengan kata hajar itu," tutupnya.
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo mengklaim dirinya tak menyangka bahwa perintah ‘hajar cad’ yang ditujukan kepada Yoshua diartikan dengan menembak oleh Richard Eliezer.
Menurutnya, perintah Bharada E untuk menghajar Brigadir J tidak menggunakan senjata api.
Hal itu diungkapkan Ferdy Sambo saat bersaksi untuk terdakwa Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022).
"Saya saat itu tidak terpikir hajar menggunakan tangan, kaki, atau senjata. Tetapi kemudian terjadilah penembakan itu," kata Sambo.
Meski akhirnya Brigadir J dihajar dengan tembakan, Sambo menyatakan siap bertanggung jawab ke Bharada E.
Ia pun mengakui bahwa tindakan melindungi Bharada E itu merupakan hal yang salah.
Baca juga: Febri Diansyah Sindir Bharada E: Seorang yang Pernah Berbohong Pantas Jadi Justice Collaborator?
"Saya sudah sampaikan di awal bahwa saya mencoba dengan kepercayaan diri untuk mohon maaf melindungi Richard dengan cara tidak benar. Ya itu memang kesalahan saya, yang itu akan saya pertanggung jawabkan," ucap Sambo.