TRIBUNNEWS.COM - Terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dinilai salah menafsirkan soal perintah 'hajar' dari Ferdy Sambo.
Perintah yang berujung dengan kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J memiliki perbedaan tafsir pada masing-masing terdakwa Ferdy Sambo dan Bharada E.
Dalam versi Ferdy Sambo memerintah untuk 'hajar' sedangkan Bharada E menerima perintah 'tembak'.
Kuasa Hukum Bharada E, Ronny Talapessy, menilai perbedaan tafsiran itu hanyalah alibi dari pihak Ferdy Sambo.
Ia mengaku heran, bila Ferdy Sambo melakukan perintah 'hajar' mengapa setelah kejadian itu justru ada perusakan barang bukti.
Tak hanya itu, Bharada E juga dijanjikan sejumlah uang setelah tewasnya Brigadir J untuk melancarkan skenario Ferdy Sambo.
Baca juga: Febri Sebut Bharada E Tak Paham Perintah Hajar dari Ferdy Sambo, Ahli Pidana: Perlu Ahli Bahasa
"Logikanya begini, seandainya klien saya salah mengartikan perintah tersebut kenapa barang bukti dirusak? Mengapa dijanjikan uang? Kenapa harus memerintah merusak TKP atau merusak CCTV dan mengaburkan peristiwa."
"Mengaburkan TKP pasca kejadian adalah tindakan pembunuhan berencana," kata Ronny, dalam program Kabar Petang TvOne, Selasa (27/12/2022).
Namun, menurut Ronny hal tersebut wajar jika dijadikan alibi bagi pihak terdakwa Ferdy Sambo agar bisa meringankan hukuman.
"Saya sudah tanyakan langsung pada Ferdy Sambo ketika menjadi saksi, saya menanyakan arti perintah hajar itu."
"Ferdy Sambo sendiri yang menjawab, bahwa 'saya tidak mengerti apakah hajar itu pukul, tendang atau tembak, tetapi yang mau saya sampaikan saya mau bertanggung jawab'," kata Ronny menirukan jawaban Ferdy Sambo di persidangan.
Menurutnya, pihak Ferdy Sambo ingin meluruskan pernyataan yang sudah disampaikan dalam persidangan.
Ronny pun memperkirakan, pihak Ferdy Sambo akan menghadirkan ahli bahasa di persidangan lanjutan nantinya.
"Saya kira mereka akan hadirkan ahli bahasa, silakan itu pembelaan," tuturnya.
Kubu Ferdy Sambo Singgung Richard Tak Pahami Perintah 'Hajar'
Sebelumnya, di persidangan hari Selasa (27/12/2022) kemarin, Pengacara Ferdy Sambo, Febri Diansyah menyinggung soal perintah yang diberikan kepada Bharada E.
Di dalam persidangan, Febri terlebih dulu bertanya mengenai pertanggungjawaban dari orang yang memberi dan menerima perintah dalam sebuah peristiwa.
Saksi ahli pidana pun menjelaskan bahwa pihak yang menerima perintah tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
"Orang yang disuruh melakukan itu hanyalah alat semata dari orang yang menyuruh lakukan," ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Andalas, Elwi Danil.
Namun kemudian Febri menanyakan jika terjadi salah tafsir oleh penerima perintah.
"Bagaimana jika ada misinterpretasi dari orang yang menggerakkan dengan yang digerakkan. Siapa yang harus bertanggung jawab?" tanyanya.
Elwi pun menjelaskan bahwa dalam kasus seperti itu, maka pemberi perintah hanya bertanggung jawab atas apa yang diperintahkannya.
"Kalau seandainya orang yang digerakkannya melakukan perbuatan melebihi, maka dialah yang bertanggung jawab," katanya.
Kemudian Febri secara gamblang mengaitkan dengan perkara kematian Brigadir J.
Dia menyebut bahwa penerima perintah, yang dalam hal ini Bharada E tak melakukan sebagaimana yang diperintahkan Ferdy Sambo.
"Contoh orang yang menggerakkan mengatakan 'hajar'. Tapi yang digerakkan melakukan penembakkan, bahkan berulang kali hingga menyebabkan kematian. Sejauh mana pertanggung jawaban orang yang mengatakan hajar?"
Sebagai ahli hukum pidana, Elwi pun menyarankan agar ahli bahasa turut dihadirkan di dalam persidangan kasus ini.
Sebab, menurutnya perlu diperjelas terlebih dahulu makna dari kata 'hajar' yang dimaksud.
"Apakah dipukul, dianiaya, ditembak. Harus minta penjelasan ahli bahasa," ujarnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Ashri Fadilla)