Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Tim Asistensi Menko Perekonomian, Lin Che Wei, berharap majelis hakim membuat putusan yang tepat dalam perkara dugaan korupsi penerbitan persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Dia berharap perkara ini jangan sampai membuat takut orang-orang yang berniat baik membantu pemerintah dalam mengatasi kesulitan.
“Saya memohon majelis hakim mempertimbangkan putusan yang akan dibuat, terutama mengingat saya melakukan hal ini semua semata-mata untuk membantu negara yang berada dalam keadaan darurat,” kata Lin Che Wei dalam nota pembelaan (pleidoi) yang diterima Tribunnews.com, Rabu (28/12/2022).
Pleidoi dibacakan Lin Che Wei di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (27/12/2022).
Lin Che Wei sepakat dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) bahwa ada masalah serius bagi Indonesia sebagai negara penghasil dan eksportir terbesar sawit karena tidak pantas rakyatnya kesulitan mendapatkan minyak goreng.
Namun, dia menekankan perlu dicari penyebab sebenarnya terhadap problem tersebut, jangan sampai mengambinghitamkan pihak-pihak yang justru berniat membantu.
“Saya mengapresiasi keberanian Kejaksaan untuk membongkar kasus kasus mega Korupsi, tetapi keberanian tersebut harus juga didukung legal basis, fakta hukum dan ketelitian,” ujarnya.
Lin Che Wei meminta majelis hakim bisa menjadi hakim yang adil dalam perkara ini sehingga tidak menjadi sinyal negatif yang membuat jera pihak-pihak yang berniat baik membantu pemerintah, termasuk government relation officers, penasihat kebijakan (policy advisor), dan pelaku usaha.
“Pihak-pihak yang mencoba membantu dalam keadaan krisis sebagian besar adalah produsen minyak goreng yang berorientasi ekspor yang tidak mempunyai jalur distribusi seekstensif produsen minyak goreng yang berorientasi lokal. Meskipun mereka memproduksi minyak goreng secara besar, namun mereka tidak menguasai jalur distribusi dalam negeri, sehingga tidak serta merta barang tersebut tersedia di level retailer,” ujar Lin Che Wei yang menjadi terdakwa bersama empat terdakwa lainnya, termasuk dari kalangan pelaku usaha.
Baca juga: Korupsi Ekspor Minyak Goreng, Lin Che Wei Cs Dituntut 8 hingga 12 Tahun Penjara
Dalam pembelaannya lebih lanjut, Lin Che Wei meyakini apa yang dilakukannya dalam membantu Kementerian Perdagangan mengatasi kelangkaan minyak goreng bukanlah tindakan pidana.
Dia tidak punya motif ekonomi maupun niat jahat untuk merugikan negara.
“Sebagai manusia tentu saja saya mempunyai banyak kelemahan dan kesalahan, namun saya yakin semua yang saya lakukan selama periode Januari sampai Maret 2022 tidak ada yang layak untuk dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena saya bukan mafia,” katanya.
Lin Che Wei menegaskan, dia tidak pernah bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas menerbitkan persetujuan ekspor sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Kapasitasnya hanya sebagai Tim Asistensi Menko Perekonomian yang menjadi mitra diskusi Menteri Perdagangan.
“Saya menolak untuk mendapatkan wewenang stick and carrot. Saya juga menolak untuk terlibat di dalam persetujuan ekspor,” imbuhnya.
Lin Che Wei tidak pernah mempromosikan diri maupun lembaga riset yang dipimpinya, IRAI, sebagai perusahaan yang memberikan jasa pengurusan izin ekspor kepada perusahaan sawit dan minyak goreng.
Lin Che Wei juga mengaku tidak pernah menawarkan jasa pengurusan persetujuan ekspor untuk Wilmar Group, Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
“Saya tidak pernah memberikan rekomendasi persetujuan ekspor CPO untuk pihak Wilmar, Musim Mas maupun Permata Hijau. Berdasarkan fakta persidangan dari pihak Wilmar, Musim Mas, dan Permata Hijau Group, terbukti bahwa mereka tidak pernah mempunyai kontrak apapun dengan saya menyangkut pengurusan persetujuan ekspor,” tuturnya.
Lin Che Wei juga tidak pernah mengusulkan syarat persetujuan ekspor CPO untuk diubah dan dikembalikan seperti peraturan sebelumnya untuk memudahkan pelaku usaha.
Usulan untuk mengubah syarat persetujuan ekspor dalam Permendag 8/2022 agara dikembalikan ke Permendag 2/2022 berasal dari pelaku usaha, sebagai kesaksian Thomas Muksim dari Wilmar Group.
Lebih lanjut, Lin Che Wei mengaku tidak pernah mengusulkan agar realisasi distribusi domestic market obligation (DMO) sebagai syarat persetujuan ekspor CPO diganti dengan program Pledge (komitmen).
Menurut dia, JPU telah salah dengan mengasumsikan DMO minyak goreng identik dengan Program Darurat Migor yang dirancang untuk menggantikan program DMO minyak goreng.
“Kesalahan terbesar dari Jaksa Penuntut Umum adalah menganggap saya mengusulkan agar perusahaan tidak melaksanakan realisasi distribusi DMO, dan syarat dari persetujuan ekspor dapat dilakukan hanya dengan melalui Pledge. Kemendag tidak pernah menjadikan tabel pledge realisasi distribusi minyak goreng sebagai dasar dalam memberikan persetujuan ekspor, karena Kemendag memiliki data sendiri yang dilaporkan oleh pelaku usaha melalui sistem INATRADE. Sebagaimana dimaksud dalam Permendag 2/2022 dan Permendag 8/2022, untuk penerbitan persetujuan ekspor berdasarkan pada realisasi distribusi DMO minyak goreng, bukan berdasarkan pada pledge realisasi distribusi minyak goreng,” sanggahnya.
Baca juga: Sidang Korupsi Minyak Goreng: Eks Dirjen Daglu Mengaku Tolak Beberapa Usulan Lin Che Wei
Terakhir, Lin Che Wei juga mempertanyakan tuduhan JPU bahwa apa yang telah dilakukannya telah menyebabakan kelangkaan minyak goreng.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi termasuk ahli di persidangan, kelangkaan minyak goreng justru disebabkan peraturan harga eceran tertinggi (HET) yang tidak disertai perangkat aturan-aturan yang mendukung dan ekosistemnya.