Laporan Wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia menuntut Pemerintah untuk menerbitkan Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang (UU) Cipta Kerja.
Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menilai, Perppu Pembatalan itu yang dibutuhkan rakyat Indonesia saat ini.
"Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia menilai bahwa yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia saat ini adalah Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja," kata Mirah, dalam keterangan pers tertulis, Sabtu (31/12/2022).
Mirah kemudian menjelaskan, ada dua alasan perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Yakni alasan formil dan materiil.
Baca juga: Pengamat Nilai Omnibus Law versi BUMN Terobosan Tepat dan Perlu Didukung
Terkait alasan formil, Mirah menjelaskan, karena Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 telah memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dengan kewajiban kepada Pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun.
Selain itu, lanjut Mirah, Mahkamah Konstitusi juga menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
"Serta larangan menerbitkan peraturan pelaksana baru sebagai turunan UU Cipta Kerja," ujarnya.
Sementara itu terkait alasan materiil, kata Mirah, dampak buruk Omnibus Law UU Cipta Kerja khususnya kluster ketenagakerjaan, telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin.
"Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah, dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia," katanya.
Lebih lanjut, Mirah menegaskan, jangan karena Pemerintah dan DPR gagal memenuhi Putusan Mahkamah Konstitusi untuk melakukan perbaikan dalam dua tahun, kemudian justru memaksakan pemberlakuan Undang Undang Cipta Kerja melalui Perppu.
Dalih Jokowi Terbitkan Perppu: Kebutuhan Mendesak hingga Dampak Perang Rusia-Ukraina
Sebelumnya, penerbitan Perppu Cipta Kerja diumumkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Istana Kepresidenan pada Jumat siang.
Baca juga: Bikin Omnibus Law Versi BUMN Menteri Erick Pangkas dari 45 Menjadi Tiga Peraturan Menteri
Airlangga mengungkapkan pertimbangan diterbitkannya Perppu tentang Cipta Kerja lantaran kebutuhan mendesak.
Ketua Umum Golkar itu menjelaskan kebutuhan mendesak yang dimaksud yaitu terkait ekonomi global, inflasi, resesi, hingga konflik antara Rusia-Ukraina.
"Pertimbangannya adalah pertama kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait dengan ekonomi, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi, dan juga terkait dengan geopolitik perang Ukraina dan Rusia, serta konflik lainnya yang belum selesai."
"Dan pemerintah menghadapi krisis pangan, keuangan, dan perubahan iklim," kata Airlangga dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sekretariat Presiden.
Selain itu, Airlangga mengklaim terbitnya Perppu telah sesuai Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009, yaitu memenuhi syarat kegentingan yang memaksa.
Airlangga juga mengatakan adanya Perppu ini mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Cipta Kerja sesuai putusan MK seperti soal ketenagakerjaan upah minimum tenaga alih daya, harmonisasi peraturan perpajakan, hingga hubungan pemerintah pusat dan daerah.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkapkan terbitnya Perppu menggugurkan status inkonstitusional bersyarat UU Cipta Kerja yang diputuskan oleh MK.
"Perppu itu setara dengan undang-undang di peraturan hukum kita. Kalau ada alasan mendesak, bisa," ujarnya.