Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO dan produk turunannya termasuk minyak goreng, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei mempertimbangkan mengajukan banding.
Pengacara Lin Che Wei, Handika Honggowongso mengatakan pihaknya akan mempertimbangkan langkah banding dalam kurun waktu tujuh hari setelah vonis satu tahun penjara yang dijatuh hakim terhadap kliennya.
Satu di antara pertimbangan pihaknya dalam menentukan banding atau tidak, yaitu adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara Majelis Hakim.
Sebagaimana disampaikan dalam persidangan, salah satu poin dissenting opinion tersebut bahwa Lin Che Wei hanya sebagai mitra diskusi Kementerian Perdagangan dalam mengatasi kelangkaan minyak goreng.
"Kami mengapresiasi betul putusan Majelis Hakim terutama yang membuat putusan dissenting opinion, yang intinya menegaskan bahwa Lin Che Wei hanya sebgai mitra diskusi untuk memberikan saran yang sifatnya tidak mengikat untuk mengatasi krisis minyak goreng," ujar Handika saat ditemui usai persidangan pada Rabu (4/1/2023).
Baca juga: Divonis Bersalah, 5 Terdakwa Kasus Korupsi Minyak Goreng Kompak Pertimbangkan Ajukan Banding
Pertimbangan itu dianggap Handika telah sesuai dengan bukti-bukti di dalam persidangan.
Sebab itu, pihaknya akan mencermati seluruh putusan untuk menyikapinya.
"Kami akan kaji dan pertimbangankan secara seksama seluruh isi putusan sebagai bagian dari kalkulasi untuk menentukan sikap apakah akan banding atau menerima putusan," katanya.
Sebagai informasi Majelis Hakim sempat memiliki dissenting opinion atau perbedaan pendapat di dalam persidangan putusan terhadap Lin Che Wei.
Baca juga: Lin Che Wei Divonis 1 Tahun Penjara dalam Kasus Minyak Goreng, Majelis Hakim Sempat Berbeda Pendapat
Perbedaan pendapat tersebut disampaikan Hakim Anggota 2, Muhamad Agus Salim.
Di dalam persidangan, dirinya menyampaikan sembilan poin terkait perbedaan pendapat yang dimksud.
Pertama, fakta hukum yang dianggap membuktikan bahwa Lin Che Wei tidak pernah melakukan pengurusan Persetujuan Ekspor (PE) terhadap crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, termasuk minyak goreng.
Kedua, Lin Che Wei dianggap tidak memperoleh keuntungan pribadi dalam menangani kelangkaan minyak goreng sebagai anggota tim asistensi Kemenko Perekonomian.
Ketiga, Hakim menganggap Lin Che Wei tidak terbukti menyalah gunakan wewenangnya sebagai tim asistensi Kemenko Perekonomian.
Baca juga: Dissenting Opinion Hakim: Lin Che Wei Tak Terima Keuntungan Pribadi Terkait Kelangkaan Minyak Goreng
"Terdakwa terbukti tidak pernah menyalah gunakan wewenangnya sebagai tim asistensi Kemenko Perekonomian memberikan rekomnendasi persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya," ujar Salim dalam sidang putusan pada Rabu (4/1/2023).
Ketiga, perbuatan Lin Che Wei dalam ulaya penanganan kelangkaan minyak goreng dianggap Hakim pasif.
Sebab, Lin Che Wei baru bertindak setelah adanya permintaan dari Menteri Perdagangan pada saat itu, Muhammad Lutfi.
"Kalaupun inisiasi zoom meeting, merupakan perintah dari Mendag tentang komitmen dari para pelaku usaha," katanya.
Kelima, zoom meeting yang diikuti Lin Che Wei bersifat terbuka. Kalaupun ada permintaan yang disampaikan dari pelaku usaha, disampaikan kepada pejabat yang berwenang, yaitu Mendag atau Dirjen Daglu.
Keenam, bahwa terdakwa Lin Che Wei diikuti dalam pembahasan oleh Mendag Lutfi sebatas menyampaikan analisa atau solusi dalam kelangkaan minyak goreng. Artinya kajian dan saran Lin Che Wei bukan keputusan dari pejabat yang berwenang.
Ketujuh, rekomendasi atau usulan Lin Che Wei terkait domestic market obligation (DMO) yang kurang dari 20 persen tidak mempunyai daya mengikat, maka rekomendasi tersebut tidak mengandung kesalahan dan tidak mengandung terjadinya kesalahan kausa atau sebab.
Kedelapan, terdakwa tidak menerima honor dari pemerintah yang meminta jasanya, maka tidak tepat jika terdakwa disamakan derajatnya dengan pejabat negara yang memiliki wewenang. Sementara sebagai swasta, terdakwa dianggap tidak pernah menyalahgunakan jabatannya sebagai founder IRAI.
Kesembilan, Lin Che Wei tidak bisa diklasifikasikan sebagai turut serta karena sudah ada perbuatan yang terjadi sebagai tindak pidana yang dilakukan oran lain. Oleh karena itu, perbuatan terdakwa dianggap tidak terbukti dan bukan sebagai pelaku turut serta sebagaimana pasal 55 KUHP.
Sebelumnya, lima terdakwa kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak goreng telah divonis hukuman penjara oleh Majelis Hakim pada hari ini, Rabu (4/1/2023) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kelimanya sama-sama diputuskan bersalah karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Majelis Hakim pun menjatuhkan vonis berbeda-beda bagi masing-masing terdakwa, mulai dari satu tahun hingga tiga tahun penjara.
Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi hukuman tiga tahun penjara
Kemudian Master Parulian dijatuhi hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Lalu Lin Che Wei, Stanley MA, dan Pierre divonis satu tahun penjara.
Selain itu, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman berupa denda.
Masing-masing dijatuhi hukuman denda Rp 100 juta atau penjara dua bulan.
"Menjatuhkan pidana penjara terdakwa tiga tahun dan denda 100 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti pidana kurungan dua bulan," ujar Hakim Ketua, Liliek Prisbawono Adi di dalam persidangan.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Sebelumnya, JPU telah menuntut Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei hukuman delapan tahun penjara.
Lin Che Wei juga dituntut untuk membayar denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara ini memutuskan satu menyatakan Lin Che Wei terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah," kata jaksa penuntut umum ketika membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis (22/12/2022).
Selain Lin Che Wei, jaksa juga menuntut agar mantan Dirjen Daglu Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Indrasari diyakini juga terbukti bersalah terkait ekspor minyak goreng.
"Menjatuhkan pidana penjara berupa tujuh tahun dikurangi masa tahanan dan denda sebesar Rp 1 miliar," kata jaksa.
Sementara tiga terdakwa lainnya yakni, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang, dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Togar juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp4,5 triliun paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA, dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Stanley juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp860 miliar.
Sedangkan terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Dia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10 triliun paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Dalam perkara ini, para terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.