Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Skenario Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo akhirnya terbongkar setelah Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E mengubah keterangannya.
Hal ini diungkapkan oleh Ferdy Sambo saat menjadi saksi mahkota dalam sidang perkara penghalangan penyidikan atau obstruction of justice atas terdakwa Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, dan Arif Rachman Arifin.
Ferdy Sambo menyebut dirinya ditelepon oleh Kadiv TIK Polri Irjen Pol Slamet Uliandi jika Bharada E mengubah keterangan soal kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
"Akhirnya cerita ini terbongkar, terbongkarnya karena apa?" tanya Hakim ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
"Jadi di tanggal 5 Agustus, saya ditelepon rekan saya pejabat utama di Mabes Polri, menyampaikan ‘Bro, ini Richard merubah keterangan!’” jawab Ferdy Sambo.
“Siapa tadi yang memberitahu saudara?” tanya lagi Hakim.
“Bintang dua di Mabes Polri,” jawab Sambo.
“Namanya?”
Baca juga: Jaksa Tanya Ferdy Sambo Mengapa Sering Menangis, Sambo Bilang Ingat Pelecehan Putri di Magelang
“Kadiv TIK Irjen Slamet,” kata Sambo.
Bharada E, kata Ferdy Sambo, disebut Irjen Slamet mengubah keterangannya jika Ferdy Sambo yang menembak Brigadir J.
"Ini Richard merubah keterangan, saya bilang ‘Ubah keterangan apa?’ Dia sudah membuat pernyataan dan dipanggil pimpinan Polri, di Timsus bahwa senjata dia kamu ambil dan kemudian kamu yang nembak semua Yosua’. Saya kaget ‘kok bisa kaya gitu’," kata Sambo.
Lantas, Ferdy Sambo meminta bukti Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Bharada E untuk melihatnya.
“Saya bilang, saya tidak akan hadir kalau saya belum lihat berita acara pemeriksaannya. Kan waktu itu Richard sudah ditahan. Kamu tunjukan ke saya baru saya akan ikut,” ujar Ferdy Sambo.
Lalu, pada 6 Agustus 2022, Irjen Slamet ke rumah Ferdy Sambo di Jalan Saguling, Pancoran, Jakarta Selatan untuk menunjukan BAP Bharada E.
Setelah melihatnya, Ferdy Sambo langsung digelandang untuk ditempatkan di tempat khusus (patsus).
“Pagi jam 5 setelah selesai pemeriksaan dia datang, saya baca BAP, bener berita acara itu,” ungkap Ferdy Sambo.
“Saudara baca? Ada tandatangan? tanya hakim lagi.
“Ada tandatangannya,” jawab Ferdy Sambo.
“Itu yang kemudian diakui bohong di persidangan kami. Saya sampaikan kalau keterangan dia seperti ini saya siap tanggungjawab. Kemudian saya dibawalah, dan di patsuskan hari itu,” ujar Ferdy Sambo.
Hakim kemudian melanjutkan pertanyaan soal kapan Sambo mengakui peristiwa pelecehan seksual yang dialami istrinya, Putri Candrawathi ke tim khusus (timsus) bentukan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
“Kapan saudara akui ada pelecehan seksual itu?” tanya Hakim.
“Tanggal 8, tiga hari setelah itu,” kata Sambo.
“Apa yang menyebabkan saudara akhirnya mengakui?” beber hakim.
“Karena saat itu di Timsus menyampaikan, semua akan dijadikan tersangka (yang ada) di rumah Duren Tiga,” kata Ferdy Sambo.
“Siapa saja itu?” tegas hakim.
“Istri saya, Ricky, Kuat, Richard dan saya,” papar Ferdy Sambo.
Saat itu, Sambo mengakui dijanjikan timsus jika mengakui peristiwa yang sebenarnya, Putri Candrawathi bakal dibantu.
“Istrimu akan kami bantu yang penting kamu ngomong yang sebenarnya,” kata Sambo menirukan bujuk rayu Timsus.
“Nah saya gak kuat yang mulia,” kata Ferdy Sambo.
“Jadi sebenarnya lima yang akan jadi tersangka ya? Kemudian mereka? tanya lagi Hakim sambil menunjuk ketiga terdakwa.
“Gak ada yang mulia,” jawab Sambo.
“Saudara gak tau?” tanya lagi Hakim.
“Ya karena mereka semua dianggap ikut skenario,” pungkasnya.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.