TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja beberapa waktu yang lalu.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah mengatakan, substansi ketenagakerjaan yang diatur dalam Perppu merupakan penyempurnaan dari regulasi sebelumnya yakni UU 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Penyempurnaan substansi ketenagakerjaan yang terkandung dalam Perpu 2/2022 sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah dalam memberikan perlindungan adaptif bagi pekerja/buruh dalam menghadapi tantangan ketenagakerjaan yang semakin dinamis," ujar Ida melalui Siaran Pers Biro Humas Kemnaker, Rabu (4/1/2023), dikutip dari laman Kemnker.
Salah satu substansi ketenagakerjaan yang disempurnakan dan disesuaikan adalah penghitungan upah minimum.
Ketentuan upah minimum ini tertuang dalam Perppu Cipta Kerja Pasal 88C, Pasal 88D dan Pasal 88F.
Perubahan ketentuan upah minimum meliputi:
Baca juga: Perppu Cipta Kerja: Status Karyawan Tetap Apakah Dihilangkan?
1. Penegasan mengenai syarat penetapan upah minimum kabupaten/kota
Pada Perppu ini ditegaskan gubernur wajib menetapkan Upah Minimum Provinsi.
Gubernur juga dapat menetapkan UMK apabila hasil penghitungan UMK lebih tinggi daripada UMP.
"Kata 'dapat' yang dimaksud dalam Perpu harus dimaknai bahwa gubernur memiliki kewenangan menetapkan UMK apabila nilai hasil penghitungannya lebih tinggi dari UMP," kata Menaker.
Sementara itu, bagi kabupaten/kota yang belum mempunyai upah minimum dan akan menetapkan upah minimum, harus memenuhi syarat tertentu yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
2. Perubahan formula penghitungan upah minimum yang memasukkan 3 variabel
Upah minimum dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Formula penghitungan upah minimum termasuk indeks tertentu tersebut akan diatur dalam PP.
3. Pemberian kewenangan kepada Pemerintah dalam keadaan tertentu dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum berbeda
Ketentuan ini merupakan ketentuan baru yang dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi Pemerintah guna mengatasi keadaan tertentu yang berdampak pada kelangsungan bekerja dan kelangsungan usaha.
Keadaan tertentu yang dimaksudkan antara lain dalam hal terjadi bencana yang ditetapkan oleh Presiden, kondisi luar biasa.
Baca juga: Perppu Cipta Kerja: Apakah Perusahaan Bisa PHK Kapanpun Secara Sepihak?
Menaker menjelaskan, perubahan terkait substansi ketenagakerjaan tersebut mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan Pemerintah di beberapa daerah antara lain Manado, Medan, Batam, Makassar, Yogyakarta, Semarang, Balikpapan dan Jakarta.
Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.
"Berdasarkan hal-hal tersebut Pemerintah kemudian melakukan pembahasan mengenai substansi yang perlu diubah. Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, pelindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha," tegas Menaker.
(Tribunnews.com, Widya)