TRIBUNNEWS.COM - Kuasa Hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Martin Simanjuntak, tidak terima atas tuntuan yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Putri Candrawathi.
Menurutnya, tuntutan delapan tahun yang diberikan kepada Putri Candrawathi tidak sebanding dengan apa yang dia lakukan.
Apalagi Putri adalah aktor intelektual dari kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Putri Candrawathi sebelumnya terancam Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia diancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau minimal 20 tahun penjara.
Tapi ternyata, ia hanya mendapatkan tuntutan delapan tahun penjara.
Tentu hal ini menyita perhatian publik dan mengecewakan keluarga Brigadir J.
Baca juga: Belum Pernah Dihukum dan Sopan, Pertimbangan Meringankan Jaksa Tuntut Putri Candrawathi
"Di pasal 340 itu kan ada ancamannya dengan hukuman pidana paling lama 20 tahun, penjara seumur hidup, atau hukuman mati."
"Dalam hal ini Putri Candrawati sudah terbukti dalam fakta persidangan bahwa dia adalah salah satu aktor intelektual yang menghendaki dan mengingini hilangnya nyawa Yosua."
"Masa orang yang memiliki niat jahat, membunuh secara berencana, yang mana membunuh itu adalah hak absolut milik Tuhan lantas hanya dihargai tuntutan delapan tahun?"
"Besok-besok orang akan membunuh orang secara berencana, ada masalah dikit dibunuh mau, begitu negara kita? mau nggak? kalau saya nggak mau."
"Lebih baik saya tidak tinggal di negara lain," kata Martin sesaat setelah sidang tuntutan Putri Candrawathi digelar di PN Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023) dikutip dari Kompas Tv.
Baca juga: Ratapan Ibunda Brigadir J Putri Candrawati Dituntut 8 Tahun: Saya Sebagai Ibu Semakin Hancur
Martin menyayangkan tuntutan para JPU.
"Kalau begitu cara mainnya, jadi killing field (medan pembunuhan) kita. Dikit-dikit bunuh, dikit-dikit bunuh," tegas Martin.
Menurut Martin, dari fakta-fakta yang disampaikan JPU, sudah sangat jelas Putri ini aktor intelektual pembunuhan berencana ini.
"Fakta yang disajikan oleh JPU sudah sangat jelas Putri ini aktor intelektual. Dia mengingikan kematian Yosua."
"Dan kalau kita berbicara lebih ekstrim lagi dia mengendalikan pemerkosaan, sekarang JPU ya menyimpulkan bukan pemerkosa tapi perselingkuhan."
"Coba kalau informasi palsu begitu disampaikan kepada suaminya, berarti siapa yang jahat? Putri Candarwathi," tegas Martin.
Baca juga: Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun Penjara, Rosti Ibu Brigadir J Menangis Sebut Putri Bukan Manusia
Pembelaan Hanya Asumsi Kuasa Hukum PC
Martin juga menanggapi soal adanya keterangan yang disebutkan Kuasa Hukum Putri Candrawathi, tidak sesuai dengan fakta persidangan.
Menurutnya hal itu hanyalah halusinasi para kuasa hukum.
Memang, kata Martin, mereka dibayar untk membela kliennya, bukan membela kebenaran.
"Tadi ada 15 poin yang disebutkan (Kuasa Hukum Putri Candrawathi yang mengatakan ada keterangan yang) tidak sesuai dengan fakta persidangan ataupun keterangan dari para saksi,"
"Itu yang disampaikan hanya asumsi-asumsi, mereka bekerja juga dengan cara halusinasi."
"Coba lihat bukti yang mereka sampaikan sebanyak 35 bukti itu, ada nggak yang relevan? nggak ada."
"Itu semua jadi bahan tertawaan, itu memang sudah tugas mereka kok, mereka dibayar untuk meringankan kliennya ataupun membela kliennya, Saya tidak mau komentari itu," jelas Martin.
Baca juga: Bacakan Tuntutan Putri Candrawathi, Jaksa Kutip Ayat di Alkitab: Jangan Membunuh
Kuasa Hukum PC Sebut JPU Galau
Sudah diberikan tuntutan delapan tahun penjara, Febri Diansyah, Kuasa Hukum Putri Candrawathi masih tidak terima.
Bahkan Febri menyebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak konsisten dalam menyusun berkas tuntutan kliennya.
Ia juga menyebut jika jaksa galau dalam membuat tuntutan itu.
"Jika dibandingkan dengan tuntutan terhadap terdakwa sebelumnya, terlihat JPU galau dan tidak konsisten dengan motif terjadinya tindak pidana," kata Febri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1/2023).
Febri menilai jaksa mengesampingkan adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi.
Padahal menurutnya dugaan pelecehan seksual itu sudah menjadi fakta persidangan.
Katanya lagi, dugaan itu sudah berdasarkan pendapat beberapa ahli dan saksi.
"Fakta sidang yang terang benderang tentang adanya Kekerasan Seksual diabaikan," sebut Febri.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Abdi Ryanda Shakti)