TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Rini Handayani mengungkapkan tiga provinsi di Pulau Jawa menjadi wilayah yang paling banyak angka dispensasi pernikahan anak.
Data tersebut berdasarkan catatan Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung Republik Indonesia.
"Memang yang tertinggi itu di Jawa. Memang penduduknya padat kabupaten kotanya rangking seperti itu. Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, kemudian masih ada beberapa daerah di Sumatera," ujar Rini di Kementerian PPPA, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (20/1/2023).
Rini mengungkapkan wilayah di Pulau Jawa memiliki angka dispensasi pernikahan anak, karena banyaknya penduduk.
Baca juga: Pernikahan Anak Tinggi di Ponorogo, Kemenko PMK: Orang Tua Harus Cegah Anak dari Pergaulan Bebas
Baru-baru ini mencuat kabar tingginya kasus pernikahan anak akibat hamil di luar nikah di Ponorogo, Jawa Timur.
Dirinya menjelaskan Ponorogo sebenarnya bukan daerah yang tinggi angka pernikahan anak untuk wilayah Jawa Timur.
Bahkan di Jawa Timur, Ponorogo hanya berada di urutan 29 kabupaten kota dengan angka dispensasi pernikahan anak.
"Kalau kita lihat data dari Badilag. Data pengecualian nikah dini. Ponorogo di urutan 29 di Jawa Timur," kata Rini.
Mencuatnya tingginya angka pernikahan anak ke publik, menurut Rini, dapat menyadarkan masyarakat mengenai bahaya pernikahan anak.
"Kami bersyukur ini terangkat, untuk publik mendapatkan informasi. Sehingga lebih memperkecil angka perkawinan anak," pungkas Rini.
Pentingnya Pendidikan Seksual
Seksolog dr Boyke Dian Nugraha SpOG MARS mengatakan kasus tingginya pernikahan anak menjadi pertanda jika pendidikan seksual sangat penting.
Menurutnya penting mengenalkan bahaya melakukan hubungan intim di usia yang terlampau muda lewat pendidikan seksual.
Baca juga: Viral Pernikahan Anak di Bawah Umur di Bantaeng Sulsel, Keduanya Masih SMP
"Tidak dimasukkan tentang pendidikan seksual. Bahayanya apa, bahwa kalau sampai melakukan hubungan seks di usia muda bisa terjadi kehamilan yang tidak diinginkan," ujarnya.
Dr Boyke pun menegaskan penting untuk menghapus mitos yang beredar seputar pendidikan seksual.
"Seakan-akan kita memberikan pendidikan seksual untuk mengajarkan cara-cara berhubungan seks. Padahal bukan, itu bagian pendidikan kesehatan dan pendidikan budi pekerti," tegas dr Boyke.
Di dalam pendidikan seksual nantinya akan diajarkan bagaimana cara melindungi diri. Apa saja dampak berhubungan seksual dan risiko penyakit yang ditularkan.
Hubungan seksual bisa saja berakibat pada kehamilan yang tidak diinginkan hingga tertular penyakit kelamin seperti AIDS-HIV dan masih banyak lagi.
"Itu yang kita ajarkan, bukan cara berhubungan seksual," paparnya lagi.
Dr Boyke pun berpesan pada remaja untuk fokus pada masa depan.
"Masa depan kamu itu masih jauh. Jangan sampai minta dispensasi untuk bisa menikah di bawah usia yang disarankan undang-undang, jangan," tegasnya.
Menurutnya masih banyak cita-cita yang dicapai oleh para remaja, begitu pula dengan para siswi.
Selain itu ia pun mengingatkan bahwa melakukan hubungan seksual di luar pernikahan berisiko alami kehamilan yang tidak diinginkan.
Lalu, jika terjadi kehamilan di usia yang tidak matang, perempuan bisa berisiko alami komplikasi. Ini dikarenakan organ reproduksi yang belum tumbuh secara sempurna.
Baca juga: 4 Upaya Cegah Pernikahan Anak
Belum lagi risiko bayi yang alami prematur, dan sebagainya.
Dr Boyke pun mengingatkan risiko terjadinya penyakir kanker mulut rahim yang akan mengancam dan masih banyak lagi.
Pada orangtua, ia pun turut berpesan untuk membuka diskusi perihal pendidikan seksual secara terbuka pada anak.
DPR Prihatin
Terpisah, Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengaku prihatin dengan munculnya kasus pernikahan anak.
"Angka 191 yang diramaikan itu baru di Ponorogo. Padahal di propinsi dan kota-kota lain pun kita mengalami kasus yang sama. Sebut saja di kota pelajar, Yogyakarta, untuk tahun 2022 lalu angkanya mencapai 556 anak. Lalu di dapil saya Kota Bandung, sampai September 2022 saja sudah ada 125 anak yang terdata mengajukan dispensasi pernikahan. Ini tentu kondisi yang sangat memprihatinkan," kata Ledia.
Berdasarkan laporan dari kantor pengadilan agama di berbagai wilayah, angka pengajuan dispensasi nikah anak di Indonesia memang masih tinggi.
Sedikit contoh selama 2022 Kota Samarinda mencatat angka 681 ajuan, Banda Aceh 507 ajuan, Blitar 489 ajuan, kabupaten Bojonegoro 486 ajuan, Majalengka 467 ajuan, Kabupaten Batang 380 ajuan, Pekalongan 292 ajuan, Jepara 240 ajuan, Klaten 206 ajuan, Cianjur 177 ajuan, kabupaten Enrekang Sulsel 98 ajuan, Kolaka Utara Sulteng 52 ajuan, Lombok Tengah 47 ajuan.
Ledia mengingatkan bahwa pernikahan dini punya potensi besar pada muramnya masa depan anak bangsa.
"Pernikahan itu selaiknya kan dipersiapkan dengan sepenuh kematangan. Kematangan fisik, psikis, emosi termasuk ekonomi. Sementara ajuan dispensasi nikah mereka yang masih di bawah umur ini justru abai terhadap hal tersebut. Maka ancaman meningkatnya angka kemiskinan, perceraian hingga kematian ibu dan bayi membayangi masa depan generasi kita," ujar Ledia.
Apalagi dua alasan yang paling banyak melatarbelakangi pengajuan dispensasi nikah ini adalah hamil di luar nikah dan alasan keterbatasan ekonomi.
"Alasan hamil di luar nikah ini menjadi tamparan keras bagi kita semua karena menabrak norma agama, budaya dan Pancasila yang berketuhanan yang maha esa. Artinya ada persoalan mendasar yang harus diselesaikan, bukan sekadar dengan membahas batas usia pernikahan tapi pada persoalan bagaimana pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan pancasila dan penguatan ketahanan keluarga ternyata tidak terimplementasi dengan baik," sesal Ledia.
Sekretaris Fraksi PKS ini menegaskan bahwa upaya preventif agar angka pernikahan dini ini bisa diminimalisir harus dikuatkan dan menjadi fokus perhatian bersama antara pemerintah atau pihak eksekutif, legislatif, pendidik, keluarga dan masyarakat umum.
Menurutnya pendidikan agama, pendidikan karakter, pendidikan Pancasila harus dikuatkan dan disosialisasikan lebih intens tidak hanya kepada pelajar tapi juga pada guru, orangtua, dan pemuka masyarakat.
Karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya terletak pada pihak sekolah dan pendidik saja.
Pergaulan bebas yang membuat anak hamil di luar nikah misalnya bisa jadi bukan semata karena anak salah gaul tetapi mungkin juga karena orangtua yang abai pada nilai agama atau kurang pengawasan, begitu juga pada masyarakat yang mulai menipis kepedulian pada sekitar sehingga berpikir yang penting bukan keluarga saya, atau pada guru yang sibuk dengan beban tugas mengajar.
"Anak yang hamil di luar nikah itu kan ada progres awalnya. Bukan ujug-ujug. Bukan perkosaan. Tapi dari intensitas pergaulan yang longgar. Karenanya, ketika kita ingin angkanya bisa diturunkan, preventifnya yang harus ditingkatkan. Bagaimana anak dididik dengan pemahaman agama yang baik, dengan pendidikan karakter Pancasila, termasuk dengan keteladanan dari orangtua, guru dan orang dewasa di sekitarnya," tegas Anggota DPR dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini.(Tribun Network/ais/fah/wly)