News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komnas HAM Ungkap Hasil Temuan Peradilan Kasus Mutilasi 4 Warga di Mimika yang Libatkan Anggota TNI

Penulis: Gita Irawan
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang prajurit TNI AD yang menjadi tersangka dugaan kasus mutilasi di Mimika, Papua, tengah diperiksa. Komnas HAM RI mengungkapkan hasil temuan awal pemantauan sidang di Pengadilan Militer III-19 Jayapura terkait kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga yang melibatkan anggota TNI di Kabupaten Mimika.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas HAM RI mengungkapkan hasil temuan awal pemantauan sidang di Pengadilan Militer III-19 Jayapura terkait kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga yang melibatkan anggota TNI di Kabupaten Mimika.

Ketua Komnas HAM RI Atnike Nova Sigiro mengungkapkan sejumlah hasil temuan pemantauan dan analisis fakta yang dilakukan pihaknya.

1. Sidang dapat dihadiri dan diikuti oleh keluarga korban dan masyarakat secara langsung dengan pengamanan dari Kepolisian dan TNI.

Namun, kata Atnike, proses persidangan tidak berjalan dengan efektif karena minimnya kesiapan perangkat pengadilan.

Baca juga: Oknum Perwira TNI AD Tersangka Mutilasi di Mimika Meninggal Dunia, Ini Penjelasan Kapendam XVII

Perangkat yang dimaksud antara lain jadwal sidang yang tidak jelas dan kurang transparan atau tidak sesuai dengan jadwal yang tertera di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara/SIPP.

Hal tersebut, menyebabkan keluarga korban kesulitan untuk mengetahui jadwal pasti guna mengikuti dan memastikan seluruh tahapan persidangan berjalan dengan baik.

Kemudian, pemeriksaan saksi pelaku sipil yang dihadirkan melalui daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet.

Hal tersebut, kata Atnike, berbeda dengan saksi dari keluarga korban yang bersedia hadir dari Kabupaten Mimika ke Jayapura guna memberikan kesaksiannya secara langsung.

Selanjutnya, pemeriksaan barang bukti dilakukan secara daring menjadi tidak efektif karena permasalahan jaringan internet.

Kemudian ruang sidang kurang proposional untuk mengakomodasi jumlah keluarga korban dan masyarakat yang ingin mengikuti proses persidangan dengan jumlah pengunjung sidang sekitar 50 sampai 100 orang, khususnya bagi lansia dan kelompok rentan yang terpaksa berdiri di luar ruangan.

2. Proses Peradilan Abaikan Aksesibilitas

"Kedua, Proses peradilan mengabaikan aksesibilitas bagi keluarga untuk mengikuti seluruh tahapan persidangan," kata Atnike dalam Keterangan Pers Humas Komnas HAM RI pada Sabtu (21/1/2023).

"Terpisahnya proses peradilan sangat tidak efisien secara waktu dan biaya khususnya bagi keluarga yang diperiksa sebagai saksi," sambung dia.

Baca juga: Jajaran Otmil IV-20 Jayapura Dengarkan Aspirasi Keluarga Warga Korban Mutilasi di Mimika

3. Proses Pertanggungjawaban Pidana tidak Maksimal

Proses pertanggungjawaban pidana tidak maksimal karena proses hukum para terdakwa dari anggota militer dan sipil diadili secara terpisah, saksi pelaku sipil juga tidak dapat dihadirkan secara langsung dalam persidangan terdakwa anggota TNI.

Selain itu, kata Atnike, tersangka sipil hingga saat ini belum menjalani proses persidangan melalui pengadilan umum dan informasi terakhir berkas perkara masih di pihak Kejaksaan Negeri Timika.

4. Keluarga Korban tidak Puas

Keluarga korban tidak puas dengan konstruksi dakwaan Oditurat Militer Tinggi Makassar terhadap terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Daki.

Hal tersebut karena menempatkan Pasal 480 KUHP sebagai dakwaan premier, Pasal 365 KUHP sebagai dakwaan pertama subsidair, sedangkan Pasal 340 KUHP sebagai dakwaan pertama lebih subsidair.

"Hal ini berimplikasi pada putusan yang sangat ringan bagi pelaku sehingga kasus serupa dimungkinkan dapat terulang kembali," kata Atnike.

5. Proses Persidangan Terdakwa Mayor Helmanto Terkesan Maraton

Keluarga korban dan pengacara korban menilai proses persidangan terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Daki terkesan dilakukan maraton.

Padahal, kata dia, proses tahapan persidangan harus memberikan waktu yang cukup agar seluruh fakta dapat diuji dengan detil.

6. keluarga Korban Minta Jaminan Perlindungan

"Keenam, keluarga korban menyampaikan bahwa mereka memerlukan jaminan perlindungan dan pemulihan dari LPSK selama proses persidangan kasus ini berlangsung," kata Atnike.

Baca juga: KontraS Duga Terjadi Penyiksaan dalam Kasus Mutilasi di Mimika, Ada Bagian Tubuh Belum Ditemukan

Atnike menjelaskan pada 2 November 2022, Komnas HAM RI telah menyelesaikan laporan akhir pemantauan dan penyelidikan atas peristiwa pembunuhan dan mutilasi empat warga yang melibatkan oknum anggota Brigif R/20/IJK/3 di Kabupaten Mimika.

Komnas HAM RI juga telah menyampaikan rekomendasi kepada TNI terkait tindak lanjut penanganan peristiwa tersebut.

Sebagai upaya tindak lanjut rekomendasi terkait penegakan hukum, lanjut Atnike, Komnas HAM RI melakukan pemantauan tahapan proses persidangan.

"Hal ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab Komnas HAM RI untuk memastikan seluruh proses persidangan berjalan dengan baik dan dapat memenuhi rasa keadilan, utamanya bagi keluarga korban," kata Atnike.

Selain itu, Komnas HAM melakukan pemantauan tahapan proses persidangan juga dalam rangka melaksanakan fungsi pemantauan dan penyelidikan sesuai amanat Pasal 89 ayat (3) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan sebagai bentuk respon cepat.

Konferensi pers Komnas HAM RI, Selasa (20/9/2022) (kiri), seorang tersangka yang merupakan anggota TNI menjalani rekonstruksi kasus pembunuhan disertai mutilasi di Mimika, Papua, Sabtu (3/9/2022) (kanan). (Tribunnews.com/Gita Irawan, AFP/SEVIANTO PAKIDING)

Berdasarkan hal tersebut, Komnas HAM RI melalui Kantor Perwakilan Provinsi Papua, kata Atnike, terus melakukan serangkaian proses pemantauan persidangan kasus pembunuhan dan mutilasi di Mimika yang digelar dalam tiga persidangan terpisah di PM III-19 Jayapura pada 10, 19 dan 20 Januari 2023.

Tiga persidangan tersebut yakni:

Pertama, sidang perkara nomor 404-K/PM.III-19/AD/XII/2022 menghadirkan 4 orang terdakwa a.n. Pratu Rahmat Amin Sese, Pratu Rizky Oktav Muliawan, Pratu Robertus Putra Clinsman dan Praka Pargo Rumbouw, dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan.

Kedua, sidang perkara nomor 395-K/PM.III-19/AD/XI/2022 menghadirkan 1 orang terdakwa, Pratu Rahmat Amin Sese, terkait kepemilikan dan penyalahgunaan senjata api ilegal dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.

"Ketiga, sidang perkara nomor 37-K/PMT.III/AD/XII/2022 menghadirkan 1 orang terdakwa a.n. Mayor Helmanto Fransiskus Daki, dengan agenda pembacaan tuntutan," kata Atnike.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini