Kalau tetap dinaikkan, Saleh khawatir akan ada asumsi di masyarakat bahwa dana haji dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur.
"Tentu asumsi ini kurang baik didengar. Sebab, pengelolaan keuangan haji semestinya sudah semakin terbuka dan profesional," kaga dia.
"Kalau di medsos, sudah banyak yang bicara begitu. Katanya, ongkos haji dipakai untuk infrastruktur. Semestinya, BPKH dan kemenag menjawab dan memberikan klarifikasi. Biar jelas dan semakin transparan".
Lebih lanjut, Saleh menilai tentu tidak bijak jika kenaikan ongkos haji dilakukan di masa akhir pemerintahan Presiden Jokowi, apalagi diketahui bahwa selama periode pertama dan kedua ini, Jokowi selalu berorientasi pada upaya meringankan beban masyarakat.
Baca juga: Soal Kenaikan Bipih 2023, Komisi VIII DPR: Perubahan Biaya Haji yang Mendadak Rugikan Jemaah
"Tentu mestinya tidak terkecuali dalam hal BPIH ini. Saya yakin Jokowi juga ingin agar masyarakat dimudahkan. BPIH tidak membebani," tuturnya.
Sebelumnya Kementerian Agama mengusulkan rerata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69.193.733,60.
Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mencapai Rp98.893.909,11.
Usulan ini disampaikan Menag Yaqut Cholil Qoumas saat memberikan paparan pada Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR, Kamis (19/1/2023).
“Usulan ini atas pertimbangan untuk memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji. Formulasi ini juga telah melalui proses kajian,” tegas Menag.
Adapun biaya tersebut dibebankan langsung kepada jemaah berupa:
Pertama, Biaya Penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33.979.784,00,
Kedua, Akomodasi Makkah Rp18.768.000,00.
Ketiga, Akomodasi Madinah Rp5.601.840,00.
Keempat, Living Cost Rp4.080.000,00.
Baca juga: Biaya Ibadah Haji Rp69 Juta Baru Usulan, Ditetapkan Paling Lambat 14 Februari