TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim akan membacakan vonis terhadap tiga mantan petinggi lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap atau ACT pada hari ini Selasa (24/1/2023).
Ketiganya adalah Ahyudin dan Ibnu Khajar selaku mantan Presiden ACT serta Senior Vice Presiden dan Anggota Dewan Presidium ACT, Hariyana Hermain.
Sidang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00 WIB. "Membacakan putusan," tulis jadwal sidang SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mereka bertiga didakwa menggelapkan dana donasi.
Jaksa menyebutkan penggelapan yang dilakukan petinggi ACT itu terkait dana donasi dari Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air JT-610.
Bagaimana perjalanan kasus dugaan penyelewengan dana ACT?
Dirangkum Tribunnews.com, berikut perjalanan kasus dugaan penyelewengan dana ACT:
ACT Dituduh Selewengkan Dana hingga Minta Maaf
Awalnya, muncul dugaan penilapan uang donasi oleh petinggi ACT melalui laporan jurnalistik Tempo berjudul "Kantong Bocor Dana Umat".
Tagar #JanganpercayaACT menjadi trending topic di Twitter pada Senin (4/7/2022) ketika itu.
Baca juga: Kasus Dugaan Penyelewengan Dana Donasi, 3 Mantan Petinggi ACT Bakal Divonis Hari ini
Bahkan, gaji CEO ACT dikabarkan mencapai Rp 250 Juta per bulan.
ACT lalu menyampaikan permohonan maaf setelah diduga melakukan penyelewengan dana.
“Kami sampaikan permohonan maaf atas pemberitaan ini, kami ucapkan terima kasih ke majalah Tempo."
"Di atas semua pemberitaan itu jadi manfaat bagi kita semua,” ujar Presiden ACT Ibnu Khajar dalam konferensi pers di Menara 165, Jakarta Selatan, Senin (4/7/2022), seperti diberitakan Tribunnews.com.
Ibnu menjelaskan, ACT telah melakukan restrukturisasi organisasi sejak Januari 2022, utamanya dalam menghadapi dinamika lembaga serta situasi sosial ekonomi pascapandemi.
ACT terdiri dari 78 cabang di Indonesia, serta 3 representative di Turki, Palestina, dan Jepang.
ACT pun melakukan banyak perombakan kebijakan internal.
"Sejak 11 Januari 2022 tercipta kesadaran kolektif untuk memperbaiki kondisi lembaga."
"Dengan masukan dari seluruh cabang, kami melakukan evaluasi secara mendasar,” jelasnya.
Duduk Perkara Kasus
Polemik itu kemudian berlanjut, dan akhirnya setelah melakukan rangkaian penyidikan, Bareskrim Polri menetapkan Presiden ACT Ibnu Khajar dan Pendiri ACT Ahyudin sebagai tersangka dugaan kasus penggelapan dana donasi.
Selain mereka, Bareskrim Polri juga menetapkan dua tersangka lain taitu Hariyana Hermain selaku salah satu pembina ACT dan Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku Ketua Dewan Pembina ACT.
Hanya saja untuk berkas perkara atas nama Novariadi Imam Akbari selaku Sekretaris ACT periode 2009-2019 dan Ketua Dewan Pembina ACT 2019-2022, masih dalam proses kelengkapan berkas oleh jaksa atau P-21.
Keempat tersangka diduga menyelewengkan dana bantuan Boeing atau Boeing Comunity Invesment Found (BCIF) terhadap ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 lalu.
Adapun dana BCIF yang disalurkan dari Boeing mencapai Rp138 miliar. Namun belakangan, dana itu mayoritasnya dipergunakan untuk kepentingan pengurus ACT.
Selain itu, ACT juga mengelola donasi masyarakat dengan nilai fantastis. Lembaga filantropi tersebut mengumpulkan donasi hingga Rp2 triliun dalam kurun waktu 15 tahun.
Selanjutnya, ACT diduga memangkas 20 sampai 30 persen dari total uang donasi yang diterima yaitu sekitar Rp450 miliar. Hal itu berdasarkan surat keputusan internal yang dibuat para pengurus.
Dalam kasus ini, 843 rekening yang terkait tersangka kasus Aksi Cepat Tanggap (ACT) diblokir oleh pihak kepolisian.
Rekening-rekening itu masih dilakukan pendalaman oleh pihak kepolisian.
Kemensos Cabut Izin Pengumpulan Uang dan Barang oleh ACT
Kementerian Sosial (Kemensos) mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang diberikan kepada Yayasan ACT tahun 2022.
Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendy, Selasa (5/7/2022).
“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut," ujar Muhadjir melalui keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022), dilansir Tribunnews.com.
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi "Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan".
Sedangkan, dari hasil klarifikasi, Presiden ACT lbnu Khajar mengatakan bahwa menggunakan rata-rata 13,7 persen dari dana hasil pengumpulan uang atau barang dari masyarakat sebagai dana operasional yayasan.
"Pemerintah responsif terhadap hal yang sudah meresahkan masyarakat dan selanjutnya akan melakukan penyisiran terhadap izin-izin yang telah diberikan kepada yayasan lain dan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang kembali," jelas Muhadjir.
Pendiri ACT ditahan
Bareskrim Polri memutuskan menahan empat tersangka dugaan kasus penggelapan donasi masyarakat di lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Keempat tersangka itu adalah Ahyudin selaku Pendiri ACT, Ibnu Khajar sebagai pengurus ACT, Hariyana Hermain selalu Senior Vice President Operational Global Islamic Philantrophy, dan Novariadi Imam Akbari selaku sekretaris ACT periode 2009 hingga 2019 dan saat ini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina ACT.
Keempatnya bakal ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Whisnu Hermawan menyampaikan bahwa penahanan dilakukan setelah penyidik melakukan gelar perkara, Jumat (29/7/2022).
"Penyidik memutuskan untuk melakukan proses penahanan terhadap 4 tersangka tersebut," kata Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/7/2022).
Ia menuturkan bahwa penyidik menahan keempat tersangka karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti.
Hal itu terbukti dugaan adanya sejumlah dokumen yang hilang di kantor ACT.
"Penyidik mengkhawatirkan adanya barang bukti yang dihilangkan. Karena terbukti minggu lalu kami melaksanakan geledah di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut," ungkap dia.
Dituntut 4 tahun penjara
Tiga petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dituntut empat tahun penjara terkait perkara penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Diketahui, ketiga terdakwa itu adalah eks Presiden ACT Ahyudin; Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT Heriyana Hermain.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan amar tuntutan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12).
Dakwaan jaksa
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia.
Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.
"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.
"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.
Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.
ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut
Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 atau senilai Rp2 miliar per ahli waris dengan total dana sekitar Rp138 miliar dari Boeing.
Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.
"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.