Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Tim jaksa penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) terus melakukan pengembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan tower base transceiver station (BTS) pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo periode 2020 hingga 2022.
Sejumlah tersangka sudah ditahan, sementara para saksi terus diperiksa.
Hari ini giliran Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong yang diperiksa dan dimintai keterangannya oleh tim jaksa penyidik Jampidsus Kejagung.
Baca juga: Staf Ahli Johnny G Plate Diperiksa Terkait Kasus Korupsi Tower BTS pada BAKTI Kominfo
Ia diperiksa bersama dua saksi lainnya yang berasal dari pihak swasta.
"Pemeriksaan ketiga saksi terkait dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi dalam penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020 s/d 2022," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangan resminya, Kamis (26/1/2023).
Sebelumnya pada Rabu (25/1/2023) tim penyidik Kejaksaan Agung juga sudah memeriksa staf ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Jhonny G Plate, Rosarita Niken Widiastuti sebagai saksi.
Turut diperiksa pada hari itu adalah Direktur Layanan Telekomunikasi dan Informasi untuk Masyarakat & Pemerintah, Danny Januar, dan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan.
Kemudian tim penyidik juga memeriksa Managing Partner ANG Law Firm, Asenar dan Direktur Utama PT Sansaine Exindo, Jemy Sutjiawan.
Pihak keluarga tersangka pun turut diperiksa terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada perkara ini.
Dia adalah istri dari Direktur Utama BAKTI Kominfo, Sakinah Juliani Utami.
Baca juga: Ini Dugaan Permufakatan Jahat Dirut BAKTI Kominfo di Tender Proyek BTS Menurut Kejagung
Dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kuntadi mengatakan salah satu tersangka itu merupakan Direktur Utama BAKTI Kemenkominfo Anang Achmad Latif (AAL).
"Dari 3 orang tersangka itu yang pertama AAL selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika," kata Kuntadi dalam keterangan video yang diterima Tribunnews.com, Rabu (4/1/2023).
Selanjutnya, kata Kuntadi, dua tersangka lainnya merupakan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia berinisial GMS dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 berinisial YS.
Kuntadi menjelaskan bahwa proyek pembangunan infrastruktur BTS 4G Bakti Kominfo ini semestinya untuk memberikan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Kuntadi menuturkan Kominfo mencanangkan bakal membangun 4.200 menara BTS yang tersebar di sejumlah wilayah Indonesia.
Namun, para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan merekayasa proses lelang proyek.
"Sehingga di dalam proses pengadaannya tidak terdapat kondisi persaingan yang sehat. Sehingga pada akhirnya diduga terdapat kemahalan yang harus dibayar oleh negara," jelasnya.
Dijelaskan Kuntadi, tersangka Anang berperan untuk mengeluarkan peraturan yang telah diatur untuk menutup peluang para calon peserta lain sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran.
Ia menjelaskan hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di mark-up sedemikian rupa.
Baca juga: Pemerintahan Jokowi dan Kejagung Perlu Audit Ulang Mega Proyek BAKTI Kominfo
Selanjutnya, tersangka GMS berperan secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL ke dalam peraturan Direktur Utama.
"Beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat," ungkapnya.
Berikutnya, tersangka YS berperan secara melawan hukum telah memanfaatkan lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang senyatanya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri.
"Di mana kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan Tersangka AAL untuk dimasukkan ke dalam kajian," tegasnya.
Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.