TRIBUNNEWS.COM - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta Majelis Hakim menolak seluruh nota pembelaan atau pleidoi terdakwa Ferdy Sambo.
Menurut jaksa, terdakwa Ferdy Sambo diyakini telah melakukan persiapan untuk membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Jaksa yakin Eks Kadiv Propam Polri itu melakukan perencanaan pembunuhan sejak di Saguling.
"Jelas-jelas dan nyata yang sudah tidak dapat terbantahkan lagi, dan merupakan fakta hukum."
"Terdakwa Ferdy Sambo melakukan persiapan perencanaan sejak di rumah Saguling 3 hingga pelaksanaan eksekusi di rumah Duren Tiga 46," kata Jaksa, Jumat (27/1/2023) dikutip dari youTube KompasTv.
Jaksa menuturkan, keterangan tersebut diperoleh dari terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E.
Baca juga: Daftar Tuntutan 6 Anak Buah Ferdy Sambo Kasus Obstraction of Justice, Paling Ringan 1 Tahun
Jaksa juga menyebut, pernyataan Ferdy Sambo akan bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir J sebagai pengakuan tersirat dirinya terlibat pembunuhan.
"Terdakwa Ferdy Sambo kerap sekali menggunakan keterangan akan bertanggung jawab akan peristiwa tersebut."
"Hal ini merupakan pengakuan tersirat maupun tersurat yang juga diyakini oleh penasihat hukum akan tetapi penasihat hukum hanya mengalihkan," tutur Jaksa.
Jaksa pun menilai nota pembelaan atau pleidoi dari kubu terdakwa Ferdy Sambo tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.
"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa..
Berdasarkan semua uraian tersebut, JPU meminta hakim menolak seluruh pleidoi yang disampaikan Ferdy Sambo.
"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo," ucap jaksa.
JPU juga meminta majelis hakim memutuskan perkara terhadap terdakwa Ferdy Sambo sesuai amar tuntutan.
Adapun dalam tuntutan, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup.
"Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Selasa 17 januari 2023," tutur jaksa.
JPU Sebut Pleidoi Kuasa Hukum Sambo Tak Profesional
Dalam replik atau jawaban dari pleidoi, JPU menyebut, pengacara terdakwa Ferdy Sambo tidak profesional.
JPU mengatakan, logika berpikir pengacara terdakwa Ferdy Sambo terkalahkan oleh ambisinya.
Pihak terdakwa Ferdy Sambo, kata JPU berusaha untuk melupakan fakta hukum yang sudah secara jelas berada di persidangan.
"Pengacara hukum Ferdy Sambo benar-benar tidak profesional, tidak berpikir konstruktif."
"Logika berpikirnya terkalahkan oleh ambisinya yang berusaha untuk mengaburkan fakta hukum yang sudah terang benderang di hadapan persidangan," ucap jaksa.
Baca juga: Eks Anak Buah Ferdy Sambo Paling Tinggi Dituntut 3 Tahun Penjara dalam Kasus Obstruction of Justice
JPU dalam hal ini kembali menyinggung mengenai pengakuan Ferdy Sambo yang mengatakan tidak memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Pihak Ferdy Sambo bersikeras mengatakan perintah yang diberikan kepada Bharada E adalah 'Hajar Chad'.
Sementara dari pengakuan Bharada E, Ferdy Sambo memerintahkan untuk melakukan penembakan.
"Jelas dan nyata-nyata saksi Richard Eliezer tegas jelas dan tidak diliputi dengan kebohongan menyampaikan bahwa terdakwa Ferdy Sambo mengatakan 'Hajar Chad'."
"Bahasa terdakwa Ferdy Sambo dan oleh saksi Richard Eliezer dengan bahasa 'Woi, kau tembak, kau tembak cepat, cepat woi kau tembak', kemudian saksi Richard Eliezer menembak korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock 17 hingga terjatuh," ucap jaksa.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Rifqah)