Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa Hukum terdakwa Arif Rahman Arifin, Marcella Santoso meminta kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk memutus bebas kliennya dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J.
Hal itu diungkapkan Marcella dalam nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan pidana 1 tahun penjara dalam sidang, Jumat (3/2/2023).
Adapun alasan pihaknya meminta putusan bebas itu karena kata Marcella, kliennya itu merupakan tulang punggung keluarga.
Baca juga: Sembari Menangis dan Ketakutan, Istri Arif Rachman Cerita Khawatir Keselamatan Anaknya
"Terdakwa Arif Rahman Arifin merupakan tulang punggung keluarga, sehingga putusan perkara aquo akan memberikan dampak yang signifikan bagi anak dan istri," kata Marcella dalam persidangan.
Tak hanya itu, usia Arif yang sudah menyentuh angka 43 tahun juga dinilai Marcella sudah tidak produktif. Sehingga, jika nantinya dipidana dan keluar dari Polri maka dikhawatirkan tidak mendapat pekerjaan lain.
Hal itu dinilai menjadi faktor yang berpengaruh bagi kehidupan keluarga Arif, terlebih sang anak kata Marcella, sedang mengidap penyakit gangguan darah atau hemofilia yang kini butuh biaya pengobatan.
"Salah satu anak dari terdakwa Arif Rahman Arifin dalam proses pengobatan untuk penyakit darah (Hemofilia type A) yang dideritanya dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit," jelas dia.
Atas hal itu kata dia, penahanan atas kliennya membuat pihak keluarga merasa terbebani. Marcella menuturkan, selama Arif ditahan, anak dan istrinya kini hanya bisa bergantung kepada orang tua dan mertua.
Baca juga: Minta Dibebaskan, AKBP Arif Rachman Punya Anak yang Masih Butuh Biaya Pengobatan Hemofilia Tipe A
Oleh karena itu, Marcella meminta agar majelis hakim menyatakan Arif Rahman tidak terbukti bersalah dalam perkara ini dan melepaskan Arif dari segala tuntutan jaksa.
"Melepaskan terdakwa Arif Rahman Arifin dari segala tuntutan karena persidangan aquo seharusnya menerapkan asas unavia principle," ungkap Marcella.
Sebagai informasi, dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir J, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.
Tuntutan terhadap enam terdakwa OOJ dibacakan dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2023).
Keenam terdakwa itu merupakan mantan anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yaitu: Mantan Karo Paminal Divropam, Hendra Kurniawan; Mantan Kaden A Ropaminal Divpropam, Agus Nurpatria; Mantan Wakaden B Biro Paminal Propam Polri, Arif Rachman Arifin, Mantan Staf Pribadi (Spri) Ferdy Sambo, Chuck Putranto; Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam, Baiquni Wibowo; dan Mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim, Irfan Widyanto.
Mereka telah dituntut hukuman penjara dengan durasi kurungan yang berbeda.
Untuk terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria jaksa menuntut keduanya dengan tuntutan tertinggi dari terdakwa lain, yakni tiga tahun penjara.
Baca juga: Perintah Sambo Penuh Kejanggalan, Arif Rachman Ngaku Sudah Minta Bantuan Atasan Tapi Tak Didukung
Kemudian Chuck Putranto dan Baiquni Wibowo dituntut dua tahun penjara.
Sementara Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Diketahui, para terdakwa telah menjadi tahanan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2022 lalu.
Artinya, jika Majelis Hakim mengabulkan tuntutan JPU, maka hukuman penjara para terdakwa berkurang lima bulan.
Tak hanya hukuman penjara, para terdakwa OOJ juga dituntut untuk membayar denda puluhan juta rupiah.
Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria merupakan terdakwa yang dituntut membayar denda tertinggi, sebesar Rp 20 juta.
Sementara empat lainnya dituntut membayar denda Rp 10 juta.
Kemudian para terdakwa juga dituntut membayar biaya administrasi perkara sebesar Rp 5 ribu.
Baca juga: Minta Dibebaskan, AKBP Arif Rachman Punya Anak yang Masih Butuh Biaya Pengobatan Hemofilia Tipe A
Dalam tuntutannya, tim JPU menyebut bahwa para terdakwa telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang menybabkan terganggunya sistem elektronik.
Oleh sebab itu, JPU memohon agar Majelis Hakim menetapkan bahwa para terdakwa bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut agar supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindak apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik," ujar jaksa penuntut umum.
JPU pun telah menuntut para terdakwa berdasarkan dakwaan primer, yaitu Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.